Paling banyak yang ditanyakan ketika mau ke Filipina adalah emang di sana ada apa? Bukannya Manila sama aja kayak Jakarta? Duuuh. Memang sih menurutku negara-negara ASEAN itu hampir-hampir mirip, mulai dari segi budaya, iklim dan tentu juga dengan paras warga negaranya. Lah wong selama di Filipina aku sering langsung diajakin ngobrol bahasa Tagalog sama warga lokal. Sering banget. Sampai akhirnya bilang, English, please.
Baiknya stigma begini sih yang perlu agak dikurang-kurangi, syukur-syukur bisa dihilangin, ya. Segala sesuatu tentu pasti ada sisi-sisi yang berbeda. Apalagi ini dua negara. Walau vibes-nya hampir sama tapi pasti beda pengalaman yang akan didapat. Belum lagi perbedaan-perbedaan lain seperti kuliner khas, tatanan kota dan juga masyarakatnya. Ini untuk ukuran beda negara. Kadang aku juga sering dapat pertanyaan serupa untuk destinasi-destinasi Indonesia, Kok ke sana, sih? Bukannya sama aja, ya? Pengalaman tiap orang pasti beda-beda. Preferensi orang pun tak akan sama. Cara penilaiannya pun tentu beragam. So, take it easy. Biarkanlah orang merasakan pengalaman yang ingin dia cari tanpa mencampuri persepsi-persepsi yang kita punya.
Well, balik ke Filipina. Setelah berhasil booking tiket pesawat Cebu Pacific, langkah-langkah berikutnya mulai aku list. Menginap di mana, mau ke destinasi apa saja, kulinerannya, dan referensi lainnya. Satu minggu menurutku adalah waktu yang cukup lama kalau hanya untuk sekadar keliling-keliling Manila. Tapi untuk melirik destinasi lain harus keluar kocek lebih. Entah itu untuk naik kapal laut ataupun pesawat domestik Filipina. Maklum, Filipina kan juga merupakan negara kepulauan. Jadi untuk ke destinasi-destinasi lain seperti ke Cebu untuk dapat scenery adventure atau ke Puerto Princesa menuju Palawan butuh tambahan dana lagi untuk tiket pesawat. Jadilah, tujuan destinasi itu dicoret dalam itinerary. Namun, ketika masih berselancar di internet aku mendapat rujukan tempat yang tak terlalu jauh dari Manila dan bisa diakses dengan bus.
GUNUNG PINATUBO
Jika ditanya apa highlight dari trip Filipina ini? Aku akan dengan sangat bangga menyebut Gunung Pinatubo. Gunung ini menjadi incaranku ketika akan menuju Filipina. Kawah danaunya yang cantik dan view trekking-nya yang ciamik tentu akan membawa banyak pengalaman memukau merasakan sensasi naik gunung di negara orang. Walau hanya sekadar trekking yang tak seekstrim di Indonesia, aku yakin akan menjadi pengalaman tak terlupakan. Dari Indonesia aku sudah packing membawa perlengkapan naik gunung. Sepatu, pakaian trekking, daypack, topi dan kawan-kawannya sudah masuk koper ikut terbang ke Filipina. Tapi lagi-lagi apa mau dikata. Manusia itu hanya bisa berencana, namun kuasa tetap di tangan Allah SWT.
Tiga hari sebelum keberangkatan ke Filipina, asam lambungku kambuh. Sesak napas hingga berujung badan lemas. Tadinya sudah agak worry, bagaimana ini, mau trip eh malah sakit. Tapi alhamdulillah, aku tetap jadi berangkat walau kondisi badan belum terlalu fit maksimal. Untuk makan saja mesti harus dipaksakan.
Begitu jadwal trekking ke Pinatubo, satu hari sebelumnya setelah menimbang-nimbang kondisi badan ketika di Manila, dengan berat hati harus aku batalkan. Pendakian ke gunung stratovolcano aktif ini tidak bisa dilakukan sendirian (mandiri), harus pakai jasa travel agent. Karena kawasan gunung ini masih sering dipakai untuk latihan tentara Amerika. Makanya salah satu term and condition saat booking tour adalah adanya reschedule pendakian kalau-kalau tentara Amerika lagi Latihan.
Menimbang semua kemungkinan, apalagi sedang di negara orang, bakalan bertemu (mungkin) dengan turis-turis lainnya dan khawatir jadi membahayakan kondisi badan dan orang lain, jadilah dengan sangat sedih dan keikhlasan hati paling dalam, harus rela membatalkan pendakian. Mungkin kamu yang baca blog ini somedayberencana ke Filipina, Gunung Pinatubo yang terletak di perbatasan Zambales, Tarlac dan Pampanga ini jangan sampai lupa masuk daftar list destinasi, ya.
NINOY AQUINO INTERNATIONAL AIRPORT (NAIA)
Pagi hari sekitar pukul 6 waktu Manila mendaratlah pesawat Cebu Pacific yang aku tumpangi di Bandara International Ninoy Aquino. Landing pesawat berjalan mulus dibandingkan saat terbang yang sebentar-sebentar turbulences. Penumpang turun dan segera menuju imigrasi. Sebelum ke imigrasi ada link yang harus diisi sebagai informasi kedatangan dan masuk negara Filipina. Gampang kok. Tinggal scan barcode dan isi data-data yang diminta seperti informasi maskapai penerbangan, alamat serta kontak penginapan dan keperluan untuk masuk negara Filipina.
Nah, untuk koneksi internet, aku sudah aktivasi roaming Telkomsel sesaat sebelum take off di Bandara Soekarno Hatta. Jadi aman. Bagi yang belum, tenang, ada airport wifi. Tadinya mau aktivasi sim card lokal. Tapi karena hanya seminggu dan offering dari Telkomsel cukup oke, akhirnya milih paket roaming aja. Kalaupun sewa wifi mikirnya agak ribet karena harus bawa device ke mana-mana. Terbaru malah ada pilihan e-sim card, loh. Next, kayaknya mau coba deh. Jadi gak perlu utak-atik sim card utama di hp.
Suasana kedatangan Internasional di Bandara NAIA |
Melewati imigrasi Filipina ternyata tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Petugasnya cukup ramah bahkan aku sampai diajak ngobrol ini-itu. Waktu itu antrian imigrasi nggak ada. Karena aku lewat imigrasi sudah agak lengang. Turun pesawat paling akhir, ke toilet dulu dan ya jalan santai aja sambil melihat suasana sekitar bandara Ninoy Aquino dan mengabadikan beberapa jepretan dalam lensa kamera. Lewat imigrasi, turun dan langsung menuju pintu exit.
Bandara Ninoy Aquino ini tidak terlalu luas. Jadi dari turun pesawat hingga sampai di pintu keluar nggak butuh waktu lama. Yang lama adalah ritual ke toiletnya. Ya maklum masih muka bantal jadi kudu cuci muka, gosok gigi dan tentu saja touch-up.
Persis di pintu keluar terdapat mesin ATM BDO. ATM salah satu bank di Filipina. Karena dari Indonesia aku nggak bawa peso jadi sudah rencana sampai bandara mau tarik tunai peso dulu. Aku pakai debit Jenius untuk tarik peso di ATM BDO. Setelah konversi ke rupiah, nilai tukernya sangat oke, kok. Jadi kalau kamu nggak mau ribet bawa peso dari Indonesia, atau pas mau tuker IDR ke Peso dan money changer nggak punya stok banyak, bisa loh ambil opsi tarik tunai aja pas udah sampai bandara Manila. Hanya saja ada biaya ATM Visa 25k. Jadi kalau mau tarik tunai mending sekalian, ya. Jadi gak kena berkali-kali untuk biaya admin penarikannya. Setelah semua coba konversi aja plus biaya adminnya. Tetap worth it, kok.
Tarik tunai IDR ke Peso via Jenius |
Setelah mengambil peso, aku langsung menuju pintu keluar utama. Menyeberang jalan dan menunggu bus yang akan menuju Baclaran. Tadinya berniat mau ke Rizal Park dulu naik bus dan LRT. Sekalian mencoba naik transportasi umum Manila. Apalagi waktu check in Airbnb masih di jam 12-an siang. Tapi pas keluar bandara, meski masih pagi tapi panasnya Manila sangat menyengat. Ditambah lagi lihat penampakan bus yang datang, lah kok ya kurang proper. Masih mending bus Perum PPD yang menjadi langgananku dari BSD menuju Soeta. Sedangkan bus bandara yang ada di Manila membuat sengit keningku menjadi berlipat-lipat. Alhasil, setelah diskusi dengan teman seperjalanan, “Oke, kita naik Grab aja.”
Pemesanan grab di bandara Manila sangat gampang, kok. Bisa order dari titik mana saja asal jelas. Misal menunggu di Bay 9 atau 10. Taksi umum? Hhhmm, aku nggak terlalu memperhatikan dan nggak banyak juga para driver taksi umum yang nyamperin dan nawarin. Lalu kenapa milih grab? Karena menurutku grab harganya sudah sangat jelas di aplikasi. Dan ya paling amanlah. Pembayarannya tentu saja pakai tunai Peso.
Nunggu grab di Bay 10 |
Lanjut baca di sini, ya :)