Merah Putih berkibar di Puncak Cikuray |
Bismillah…byuurrr…byuurrr…byuurrr… 3 gayung air berhasil mengalir di sekujur tubuh. Aku berusaha tetap tenang meresapinya dan pelan-pelan membasuh badan dengan sabun.
“Dingin gak, Wilda?” Tanya Ceu Arien dari luar yang sedang menjadi satpam di depan pintu.
“Ya iyalah, gila aja lo gak dingin,” sahutku cepat dengan intonasi naik 1 oktaf. Kemudian terdengar tawa renyahnya –yang mungkin sedang meledekku.
Entah mimpi apa, sejarah pertama kalinya dalam hidupku selama naik gunung, aku mandi di area camp. Iya, mandi. Bukan hanya sekadar lap-lap badan, tapi benar-benar mandi. Aliran air di Pos 3 ini memang sangat menggoda di sore menjelang senja itu. Sementara pendaki-pendaki lain sudah turun meninggalkan area camp, aku berinisiatif untuk mandi. Sungguh rasanya badan tidak nyaman. Mungkin juga ini adalah sebuah bentuk balas dendam.
Biasanya ketika pagi hari sampai basecamp, aku selalu bersih-bersih badan. Paling tidak, bersih-bersih area penting, gosok gigi, dan cuci muka. Tapi tidak kali ini. Basecamp Tapak Geurot tidak menyambut dengan limpahan air yang meruah –seperti kebanyakan basecamp lain. Untuk hanya sekadar buang air kecil saja kami harus berlari ke masjid. Dilalahnya air masjid juga tidak mengalir. Dam*. Musim kemarau, katanya, jadi air sering mati sama seperti subuh itu ketika kedatangan kami. Basecamp dan masjid tidak ada air sama sekali. Ritual pagi harus ditahan-tahan. Maka dari itu, ketika sampai di POS 3 dan melihat air melimpah ruah, jiwaku langsung meronta. Mandi, Wilda!
Area camp POS 3 yang cukup luas |
Tenda tempat bermalam |
Perihal
mandi di Pos 3 ini, tergolong aman, ya. Maksudnya adalah POS 3 Tapak Geurot ini
mempunyai fasilitas yang cukup baik. Selain ada sebuah warung warga, tersedia
juga kamar mandi, toilet dan musala. Jadi urusan MCK bisa dibilang jangan risau
ketika ngecamp di sini.
Untuk area camp sendiri ada 2 yaitu POS 6 dan POS 3, namun sangat
direkomendasikan sekali untuk ngecamp di POS 3 ini saja. Selain fasilitasnya
yang lengkap, para pendaki pun bisa berhemat tenaga untuk kemudian keesokan
harinya menuju puncak tanpa membawa beban berat, carrier. Tadinya aku dan tim malah berniat untuk ngecamp di POS 6
dengan alasan biar dekat dengan puncak dan bisa mengejar sunrise. Namun, karena pendakian kali ini judulnya adalah pendakian
santuy, merubah rencana pun bukan hal mustahil. Selain itu aku dan tim sudah
agak siang sampai di POS 3, sekitar jam 2-an. Tanya petugas yang jaga, jika
memaksakan ngecamp di POS 6 akan risiko kemalaman di trek, dan lagi, yang harus
jadi perhatian adalah keamanan dari bagas,
yang cukup terkenal di Cikuray.
Magrib menjelang. Para kawanan pendaki sudah turun gunung. Yang tersisa
hanya 2 tenda. 1 tendaku bersama tim dan 1 lagi tenda pendaki lain di bawah
sebuah pohon. Warung pun juga sudah tutup. Biasanya si ibu buka warung sampai
malam. Tapi mungkin karena ini hari Minggu dan hanya ada 2 tim pendaki yang
ngecamp, beliau lebih memilih menutup warung lebih awal kemudian melanjutkan
berkelakar bersama anak-anaknya. Hampir sepanjang malam aku mendengar cengkrama
keluarga kecil ini. Bahkan aku dan teman-teman seperti memutar memori masa
kecil. Tidur dengan penerang lampu togok, bercanda dengan ayah-ibu dan sanak
famili.
Ketenangan POS 3 malam ini benar-benar
mendamaikan hati. Biasanya hampir setiap naik gunung selalu saja ribut oleh
suara-suara pendaki lain. Entah itu yang baru sampai dan mendirikan tenda. Atau
yang sedang masak-masak dan kegiatan lainnya. Namun kali ini, memang amat
sangat berbeda. Tenang, sepi, dan sunyi.
Selepas memasak dan makan malam, aku
dan tim langung memutuskan menggelar sleeping
bag. Tadinya ada rencana untuk menikmati bintang-bintang di langit sana.
Apalagi cuaca sedang cerah-cerahnya dan suasanya sedang tenang-tenangnya. Tapi
ternyata godaan kehangatan SB dalam kondisi perut kenyang lebih memperdaya.
Selamat malam, mari bermimpi indah
menyambut pagi esok hari.
Senja menjelang di POS 3 |
Masih
ingat yang baru-baru ini viral tentang pedagang yang jualan di puncak Gunung
Cikuray, ketika beberapa gunung di Pulau Jawa kembali dibuka pada masa adaptasi
baru (new normal)? Yes, pedagang bakso tahu ikan (siomay) ini bernama Pak Yayat
dan Pak Imat. Dua bapak-bapak paruh baya ini memanggul dandang panci jualannya
ke puncak Gunung Cikuray. Tidak mudah memikul 2 besar tong penuh berisi makanan
ini. Butuh waktu 12 jam untuk beliau berdua hingga sampai ke puncak 2821 mdpl. Dibalik
kehebohan itu ada perjuangan besar mereka untuk menghidupi keluarga tercinta.
“Biasanya saya jualan di Bandung,
Mbak. Tapi kan lagi kondisi (covid-19) kayak gini, tutup. Terus tahu Cikuray
ramai, yaudah saya ke sini. Daripada gak jualan, Mbak.” Tutur Pak Yayat ketika
kutanya alasan beliau jauh-jauh jualan ke puncak Cikuray.
“Kalau Bandung udah buka lagi, tetap mau jualan di sini, Pak?”
“Gak ah, Mbak. Capek. Jualan di Bandung aja.” Jawab beliau dengan senyum mengembang di pipi.
See,
banyak banget loh di luaran sana orang-orang yang kena dampak langsung pandemi
ini. Harus banting setir bahkan mungkin gulung tikar karena terbentur korona.
Jadi tetap bersyukur, ya. Jangan menyerah. Pak Yayat dan Pak Imat aja masih
terus berjuang, gak kasih kendor. So,
kalau nanti Cikuray sudah buka lagi dan beliau masih jualan di puncak Cikuray,
jangan lupa menyicipi sepiring suguhan siomaynya apalagi ditambah dengan
secangkir susu jahe hangat. Masya Allah sekali nikmatnya. Dan juga harganya gak
terlalu mahal, kok. Malah menurutku sangat murah sekali. Hanya 10 ribu rupiah
per porsi. Pagi-pagi sarapan siomay di puncak Cikuray, kapan lagi ya, kan?
Bersama Pak Yayat dan Pak Imat. Sehat selalu Bapak2, lancar dan berkah rezekinya |
Pendakian Cikuray awal Agustus kemarin menurutku bukan sembarang asal pendakian. Pendakian yang penuh persiapan matang dan sungguh berbeda dari biasanya. Sebab, kita masih terus sama-sama berjuang di tengah pandemi yang belum berkesudahan ini. Walau sempat setelah deklarasi new normal mencuat, atau sekarang menjadi adaptasi kebiasaan baru, beberapa gunung juga kembali di buka. Aku bersama teman-teman menyikapi kondisi pendakian ini semaksimal mungkin dan masih terus berusaha yang terbaik agar kami sama-sama kembali dalam keadaan sehat walafiat lahir, batin. Lantas, apa saja yang aku siapkan bersama teman-teman ketika memutuskan untuk muncak ke Cikuray di masa adaptasi kebiasaan baru? Berikut mungkin teman-teman bisa menjadikan beberapa referensi di bawah ini:
Ø Pendakian dengan tim kecil
Pendakian Cikuray kemarin timku hanya berjumlah 6 orang. Yang mana kami semua adalah teman-teman dekat dan sudah sering beberapa kali naik gunung. Pemilihan tim kecil ini pun bukan tanpa asalan, demi menghindari kerumunan banyak atau dalam rombongan besar.
Ø Mendaki bukan di waktu akhir pekan
Ini menurutku sangat perlu diperhatikan sekali. Mengingat kalau mendaki
di hari Sabtu-Minggu pasti akan membludak, dan physical distancing yang seharusnya bisa diterapkan kemungkinan
akan sulit dilakukan. Pilihlah waktu yang tepat. Atau mungkin seperti
pendakianku kemarin, pendakian Minggu-Senin. Orang-orang pada turun di hari
Minggu, kami baru naik. Hasilnya, di Pos 3 tidak banyak tenda yang berdiri, di
puncak pun tidak terlalu ramai.
Ø Pastikan tim dalam kondisi sehat walafiat
Salah satu persyaratan mendaki Gunung Cikuray via Tapak Geurot adalah adanya
Surat Keterangan Sehat. Bagiku ini juga perlu disiapkan dengan baik. Mengingat
lagi-lagi kita masih berjuang menghadapi pandemi. Jadi mengetahui kesehatan
teman sesama tim, sangatlah perlu. So, dipastikan kondisi badan fit, ya.
Ø Membawa kendaraan sendiri
Menghindari transportasi publik juga menjadi salah satu sorotan penting
bagiku untuk pendakian kali ini. Maka dari itu membawa kendaraan pribadi adalah
solusinya. Setidaknya dengan menyewa mobil, sharing
bensin, dan tol seperti yang aku dan tim lakukan. Semua tentu demi kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan semua.
Ø Selalu terapkan ptokol kesehatan
Tentu saja membawa masker, handsanitizer, tumbler, peralatan makan dan
ibadah sendiri adalah syarat mutlak sekali. So, jangan sampai tidak
dipersiapkan dengan baik, ya.
Ngaso di rest area yang sepi ketika berangkat |
Jalur Tapak Geurot merupakan salah satu jalur pendakian Gunung Cikuray yang patut dicoba. Memang, mungkin yang lebih familiar adalah Jalur Pemancar yang konon katanya walau jalur tersebut panjang tapi masih bersahabat bagi para pendaki, terutama pemula. Namun, menurutku jalur Tapak Geurot tidak juga terlalu berat atau sadis. Dari Basecamp hingga POS 3 jalur didominasi perkebunan warga. Ladang tomat, cabai, kopi, wortel dll banyak menjamur disepajang trek.
Agak hati-hati ya membaca jalur, jangan sampai salah
karena banyak persimpangan kebun. Kalau ragu bertanya saja pada petani ladang.
Mereka semua baik, kok. Bahkan aku sempat ditawari tomat ketika melintas, mau
ditolak dipaksa terus, ya sudah akhirnya lumayan buat perbelakan. Malu bertanya
sesak di jalan itu, benar adanya, loh. Aku dan tim sempat nyasar, tapi
Alhamdulillah ada petani yang memberitahu dan menuntun kembali ke jalan yang
benar. Selanjutnya dari POS 3 hingga POS 6 dan puncak, jalur didominasi
vegetasi hutan. Kalau kemarau lumayan berdebu, kalau musim hujan, siap-siap
saja beselancar ria di jalur becek.
Basecamp Tapak Geurot pun, dapat
dicapai dengan mudah. Dan juga dengan kondisi jalan raya yang cukup bagus. Jadi
jika membawa kendaraan sendiri, jangan khawatir, jalan aspalnya bagus dan cukup
ramai perumahan warga. Hanya, kembali lagi, harus hati-hati dan jeli membaca
map. Jangan juga terulang seperti kami yang tersesat di dini hari dan harus putar
balik jauh. Patokannya adalah Alun-Alun Kijang.
Oya, ada 1 hal lagi yang perlu jadi perhatian di Jalur Tapak Geurot ini
yaitu adanya larangan
memakai atribut berwarna merah. Karena ada mitos tersendiri bagi
masyarakat setempat perihal warna merah ini. So, patuhi, ya!
Penampakan trek di awal pendakian |
Pemandangan segar-segar sepanjang trek |
Warga yang sedang panen kentang “Tasnya
saya bawain, Mbak. Mumpung ke atas, kosong motornya,” tawar seorang bapak
petani setempat. Aku awalnya menolak, khawatir sungkan dan merepotkan.
Tapi semakin ditolak si bapak semakin memaksa, katanya dia mau ke atas melihat
kebunnya, sayang kalau motornya kosong. Ya sudah akhirnya ransel kami yang
perempuan dibawakan sama bapak ini hingga ke POS 2. Long story short,
ternyata aku baru tahu ada jasa ojek yang bisa mengantarkan dari Basecamp
hingga ke POS 3 area camp atau sebaliknya. Jasa ojek ini bebas, mau cuma angkut
ransel saja boleh, atau sekalian sama orangnya juga bisa. Wah, aku jadi ingat Sumbing. Bahkan menurut cerita Kang Aceng -bapak yang
memberi tumpangan tas kepada kami, sering kok mereka dapat orderan ojek hingga
ke POS 3 dan sebaliknya. Atau ketika ada yang cidera, mereka di contact bc dan
siap menjemput ke POS 3. Memang di BC tidak ada tawaran ojek seperti di Sumbing, mungkin karena
bersifat “sambilan” ya, karena sehari-hari bapak petani ini juga ke ladang, dan
motor yang mereka pakai biasanya juga motor untuk membawa hasil panen turun
yang bisa memuat sampai berton-ton beratnya. Tapi kalau mau mencoba kurasa
tinggal bilang basecamp dan mereka akan menghubungi ojek yang stand by. Ya,
hitung-hitung kalau mau naik Cikuray santuy, sampai POS 3 naik ojek, its okelah
buat dicoba. Lanjut cerita, sampai di POS 2 ada
rasa tidak enak kepada Pak Aceng, sudah mau membawakan ransel kami yang
perempuan hingga ke POS 2 dengan sukarela. Akhirnya aku berinisiatif
bernegosiasi agar Pak Aceng membawakan saja semua ransel kami hingga ke POS 3. Dengan
alih-alih, mempersingkat waktu, karena katanya jalur dari POS 2 ke POS 3 cukup
lumayan membuat dengkul tertatih-tatih. Dan aku merasa berat hati tidak memberi
apa-apa pada beliau yang sudah mau membantu membawa ransel hingga POS 2 tanpa
imbalan apa-apa. Ya biasa, naluri seorang wanita, merasa tidak enakan. Akhrinya
aku membujuk teman-teman yang lain supaya sepakat, walau mufakat didapat dengan
ledekan, ini naik gunung apaan sama ojek.
Haha its okelah. Bahkan ketagihan, turun dari POS 3, ransel kami sampai duluan
ke basecamp. Tentunya berkat ojek Cikuray Tapak Geurot. |
Ransel naik ojek |
POS
2 juga punya kesan tersendiri selama pendakian ini. Di POS ini terdapat warung
dan sebidang gubuk kecil di pinggir sawah yang bisa juga dijadikan sebagai
tempat solat. Amboi rasanya ketika datang waktu solat dan posisi di POS 2 ini,
wudu berlimpah air dan solat ditemani sepoi-sepoi angin melambai. Eh di POS 2
ini juga ada drama kocak yang aku alami dan hingga sekarang tak akan
terlupakan. Karena cuaca cukup panas dan berdebu sampai di POS 2 ngiler pengen
minum es teh manis. Sebelum pesan tanyalah ke ibu penjaga warung,
“Bu, ada es teh manis?”
“Ada.”
“Pakai es?”
“Iya.”
Sip. Mantap. “Mau dua ya, Bu.” Aku dan Heri sudah girang duluan akan
minum es teh manis yang diidam.
Ketika jadi, aku sontak kaget, bingung dan mengernyitkan dahi. Mana es
nya? Yang ada cuma teh diseduh air biasa. Komplainlah, “Bu, mana es nya?”
“Itu kan udah dingin.” Sahut si Ibu santuy tanpa merasa berdosa.
Aku dan Heri kompak tertawa lepas. Zonk. Es teh manis, pake air dingin
alami. Haha.
Gubuk kecil pinggir sawah di POS 2 |
Cikuray
hingga hari ini menjadi pendakian paling berkesan bagiku di tahun 2020 ini. Di
tengah pandemi Alhamdulillah aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara
segar alam. Menikmati ketenangan dan membuat cerita perjalanan. Banyak hal yang
sangat berkesan tentang Cikuray. Apalagi ketika
sampai di puncak, disambut dengan cuaca cerah nan membahana. Puncak
gunung-gunung lainnya nampak gagah dari kejauhan. Papandayan, Gepang, dan banyak
lainnya. Dan pemilihan rute Tapak Geurot pun adalah pilihan tepat untuk
pendakian Cikuray kali ini. POS 3 juga adalah keputusan bijak dijadikan sebagai
area camp. Walau harus dari jam 4 subuh memulai pendakian ke puncak, setidaknya
punggung tak berbeban berat. Aku pribadi hanya bermodal, Jacket Akasaka Kwatentha Blue di badan, senter, sarung tangan dan cemilan yang di
cantolkan pada Waistbag Arlo Green. Bismillah, Mendaki
puncak dengan melenggang-lenggok walau tetap terseok-seok.
Stay keceh dengan outfit Akasaka |
Puncak Cikuray yang cerah membahana |
Jika
ditanya estimasi pendakian, mungkin rujukan di bawah ini bisa membantu
teman-teman. Tapi tetap diingat ya, speed
setiap orang pasti berbeda-beda, begitu juga prioritas. Ada yang mungkin mau
naik santai, ada juga yang ingin cepat sampai. Tinggal disesuaikan saja. Tapi
tetap aku kasih gambaran nih Estimasi Waktu Pendakian Gunung Cikuray Via Tapak
Geurot yang aku lakukan bersama teman-teman:
Basecamp – POS 1 09.15 – 10.00 45 menit
POS
1 – POS 2 10.10 – 11.40 1 jam 30 menit
Isoma di POS 2
POS
2 – POS 3 13.00 – 14.30 1 jam 30 menit
Ngecap di POS 3 - Summit
POS
3 – POS 4 03.45 – 04.45 1 jam
POS
4 – POS 5 05.00 – 05.30 30 menit
POS
5 – POS 6 05.30 – 06.30 1 jam
POS
6 – Puncak 06.30 – 07.00 30 menit
Total pendakian ± 6-7 jam
Pos 1 yang ditandai dengan sebatang pohon |
Jalur menuju puncak
Sip. Begitu ya, Manteman. Pendakian Gunung Cikuray via Tapak Geurot ini menurutku oke banget buat dicoba. Persiapkan semuanya secara maksimal. Pendakian di masa pandemi ini perlu ekstra berbagai hal. Per 25 Agustus 2020 kemarin jalur Tapak Geurot ditutup sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan. Jadi pastikan juga nih untuk tetap update. Atau bisa menghubungi langsung contact basecamp Cikuray Tapak Geurot dengan Kang Agung, 0822-1718-6353. The last but not least, terima kasih Akasaka Outdoor untuk support pendakiannya. Teman-teman yang mau punya perlengkapan outdoor dengan kualitas tangguh luar biasa, bisa cek di website akasakaoutdoor.co.id. Happy shopping. Teruntuk Bang Abdee, Mas Hendry, Khair, Ceu Arien dan Heri. Skuy, muncak manja lagi.
|