Pendakian Gunung Ciremai Via Apuy
Januari 08, 2019Dan Sepenggal Cerita Mistisnya
“Maafin gue ya. Banyak salah. Kak, maafin ya.
Bang, maafin. Maafin.”
Dia tidak
berhenti-henti meminfa maaf. Berkali-kali pun kami kompak menjawab sudah
memafkaannya, tapi dia terus saja mengatakan penyesalan dan minta maaf.
Jalannya sudah lesu, pandangannya juga sudah hampir kosong, sudah tidak fokus
pada jalan yang ada di depan matanya. Semakin aku menyuruh dia bergegas, tetap
saja dia mengatakan maaf. Lalu tiba-tiba tepat di sebuah turunan dia berhenti,
menangis dan masih meraung minta maaf. Begitu seterusnya.
Aku mulai
gelisah. Sebentar lagi Magrib menjelang, kalau terus begini bisa bahaya.
Seorang pun tak bisa memberi tahu kenapa ini, apa memang dia terbiasa seperti
ini atau bagaimana. Sampai Pak Eko mengatakan, dia kesurupan anak kecil dan
harus terus diajak mengobrol. Ah.
Setelah
turunan POS 3 akhirnya aku memberanikan diri menuntunnya dengan Bismillah. Pak Eko mengambil langkah
paling depan, disusul Halimah, aku, dia dan Nanang. Aku bekerjasama dengan
Nanang mencari topik pembicaraan agar tidak hening. Hari semakin gelap. 30
menit lagi Magrib. Diantara sesekali mendongengkan cerita untuknya aku
berpaling ke belakang melihatnya. Jalannya sudah benar-benar tidak fokus,
senter yang dia pegang sudah tidak mengarah dengan tepat. Beberapa kali juga
aku memanggil namanya dia sudah tidak menyahut. Indah, di belakang juga sudah
mulai berulah. Indigonya mulai tak tertahankan.
Aku memacu
langkah menyusul Pak Eko dan Halimah, takut tertinggal. Tapi dia yang persis di
belakangku, tak juga kunjung berjalanan cepat. Nanang sudah bersusah payah
menyuruhnya mempercepat langkah. Sampai akhirnya aku tertinggal oleh Pak Eko
dan Halimah, dia dan Nanang juga masih di belakang. Aku masih dalam tahap
bercerita tiba-tiba merinding. Lantunan Ayat Kursi yang dibaca Halimah sudah
tak terdengar karena dia sudah berjalanan cepat di depan. Gelap sudah menguasai
hutan. Dia juga tertinggal di belakangku diiringi Nanang. Seketika bulu kudukku
berdiri, merinding, dan pundakku terasa berat. Oh sial, aku lupa kalau juga
sedang haid, jangan sampai aku yang menjadi incaran “penunggu” Ciremai ini.
“Ayo Ga,
buru!” Aku berteriak (pelan) dengan nada tegas padanya.
“Pak Eko,
Bu Limah, closer please. Tungguin,”
pun kepada dua orang teman di depanku.
Ya Allah, jangan sampai juga aku yang kena. Lindungi
kami semua.
Perjalanan
turun ini begitu mencekam. Hanya suara alam malam yang benar-benar hidup. 13
langkah kaki beriringan turun di senja menjelang malam, di tengah kegelapan
hutan, dan menjadi tim terakhir yang beranjak pulang dari puncak tertinggi di
Jawa Barat hari ini.
Nanjak
Dikarenakan tidak ada agenda penting
di malam tahun baru dan daripada kerjaan menggalau tidak jelas akhirnya aku
ikut seorang teman lama, Khair, untuk mendaki puncak tertinggi di Jawa Barat.
Pendakian ini adalah pendakian bersama dengan teman-teman dekatnya. Semua ada
13 orang, 10 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Semua persiapan
Alhamdulillah sudah maksimal ; 6 tenda, logistik, serta perlengkapan pribadi
wajib seperti Sleeping bag (SB) dan
matras juga sudah beres. Semua tinggal berangkat, Bismillah.
Minggu, 30 Desember 2018
Harusnya
hari ini keberangkatan dimulai pukul 9 malam dari titik kumpul di Jelambar, Jakarta
Barat. Namun, mobil elf yang disewa baru saja turun dari
Prau dan terjebak macet saat masuk kembali ke Jakarta. Alhasil keberangkatan
molor jadi jam 3 pagi. Parahnya lagi ternyata driver tidak ganti. Masih dengan sopir yang sama saat membawa tamu
dari Prau ke Jakarta. Alamak.
Senin, 31 Desember 2018
Bismillah, perjalanan pun dimulai. Jam 3 dini hari mobil menembus jalanan
ibukota Jakarta. Dikarenakan sopir tidak ganti, Khair dan Eko harus berjaga
memantau si bapak sopir untuk fokus di belakang kemudi setirnya agar tidak
terkantuk-kantuk.
Jam setengah 5 pagi berhenti di KM
86 untuk melaksanakan salat Subuh.
Perjalanan kembali dilanjutkan. Alhamdulillah lancar jaya, tidak macet
sama sekali. Jam 6.45 pagi sudah menginjakkan kaki di Terminal Maja, Majalengka.
Selamat Pagi puncak Ciremai di depan sana. Puncaknya tampak jelas dari terminal
ini, hanya saja tertutup kabut. Semoga esok pagi cerah menyambut kami semua di
atas sana.
Cukup lama berhenti di sini, sekitar
satu jam. Di waktu tersebut saatnya mengisi perut terlebih dahulu. Cukup mudah
untuk menemukan tempat sarapan di terminal ini. Banyak jejeran warung-warung
yang menjajakan makanan. Aku menyantap semangkuk sop daging sapi, nasi putih
bertabur bawang merah, telur dadar sayur, seharga Rp14.000,-. Urusan toilet pun
juga beres di sini. Ada toilet umum di sekitar terminal yang juga cukup bersih.
Kalau para pendaki yang ngeteng dari Jakarta menggunakan bus
umum juga bisa langsung berhenti di terminal ini. Katanya sekarang sudah ada
bus yang langsung berhenti di sini dari Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Tapi aku
tak dapat info pastinya. Lalu dari sini nanti bisa langsung menggunakan mobil
losbak (pick up) menuju basecamp
terakhir sebelum pendakian.
Terminal Maja |
Aku pikir
perjalanan dari sini akan dilanjutkan dengan losbak. Tapi
ternyata tidak. Tepat jam 7.45 perjalanan dilanjutkan kembali menggunakan elf
yang sama. Naik ke atas sampai berhenti di rumah Aa Minda, koordinator orang
asli sana yang membantu penyediaan mobil losbak. Di rumah Aa ini semua
perlengkapan dicek kembali. Beberapa orang teman ada yang mandi, sedangkan aku bongkar
ulang carrier, karena kemarin dari
rumah asal packing, saking malasnya.
Dari rumah Aa Minda barulah
perjalanan menuju basecamp terakhir
Apuy dilajutkan dengan mobil losbak. Jam 10 pagi semua carrier sudah dinaikkan ke atas losbak. 2 orang di depan menemani bapak sopir dan sisanya duduk di
belakang bersama tumpukan tas pendakian.
Trek menuju
basecamp sungguh aduhai. Berkelok-kelok,
tanjakan, kebun kiri-kanan dan jalanan yang tidak rata. Tak urung teriakan
tegang para penumpang mewarnai pendakian losbak. Motor para pendaki yang
mengiringi di belakang sesekali juga berhenti tiba-tiba karena kaget jalanan
yang rusak. Benar-benar harus ekstra hati-hati kalau memutuskan naik sampai ke basecamp menggunakan sepeda motor. Harus
dipastikan terlebih dahulu kondisi motor dan kelihaian pengemudi serta
penumpang dan muatannya. Salah-salah bisa fatal akibatnya. Karena jalanan tidak
semuanya berparas bagus, tanjakan, tikungan dan tanjakan lagi.
Sekitar 30 menit losbak berhenti
tepat di sebuah gerbang bertuliskan “Selamat Datang Di Kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai”. Ransel diturunkan dan segala administrasi dibereskan sebelum
pendakian dimulai. Tak lupa foto tim juga terlebih dahulu.
Cheerrss |
10.45 Bismillah, pendakian benar-benar dimulai
dari sini. Setelah briefing tim
personal ternyata masih adalagi pengarahan khusus dari tim petugas Ciremai. Kelengkapan
grup pendaki ditanyai satu persatu, mulai perlengkapan pribadi sampai
kelengkapan kelompok. Bahkan pada saat registrasi juga harus ditulis apa saja
yang dibawa ke atas. Karena momen tahun baru, jadi diingatkan untuk tidak
membawa hal-hal sepert; no kembang
api, petasan, miras dan terlarang lainnya. Termasuk juga pendakian harus
menggunakan sepatu gunung sesuai standar. Yang membuat aku juga kaget, anggota tim
yang sedang haid pun juga ditanyai. Dan ini adalah hari keempat aku menstruasi.
Sempat agak tegang sedikit setelah aku mengakui kalau sedang haid. Karena satu
petugas memanggil petugas lainnya. Aku khawatir kalau ada larangan tersendiri
atau lebih parahnya dilarang naik. Untunglah mereka hanya menekankan
kebersamaan, kelengkapan dan kesiapan fisikku selama pendakian saat haid
seperti ini. Aku menjawab mantap, Bismillah.
Pendakian dimulai |
11.30, Alhamdulillah sampailah dengan lancar di
POS 1 Arban. 45 menit yang sigap.
Trek dari basecamp menuju POS 1 masih
tergolong bagus.
Di POS 1 aku dan teman-teman lumayan
lama beristirahat sekitar 20 menit. Karena kegirangan foto-foto keceh, santai rebahan badan dan menyempatkan
mengambil beberapa video.
11.50 lanjut menuju POS 2. Dari sini
jalur sudah mulai menyempit. Tanjakan juga identik dengan akar pepohonan.
13.20 Alhamdulillah POS 2 Tegal Pasang. 100 menit
perjalanan dari POS 1 ditambah beberapa kali istirahat. Sama dengan sebelumnya
di sini pun istirahat sekitar 20 menit.
13.40 lanjut menuju POS 3.
14.50 POS 3 Tegal Masawa. Di pos ini ada beberapa tenda sudah berdiri.
Pun di pos ini tak lama-lama beristirahat karena hari sudah mulai beranjak
petang. Dingin pun sudah mulai melanda badan jika berhenti lama-lama. Sekujur
badanku sudah basah terutama punggung. Jadi sangat berasa kalau tidak bergerak,
dinginnya merasuk ke tulang.
15.04
dilanjutkan menuju POS 4. Trek tanjakan terus tiada ampun terutama didominasi
akar pepohonan.
16.10
Alhamdulillah POS 4 Tegal Jamuju. Di
sinilah keraguan dimulai. Beberapa anggota sudah terpisah. Ada yang jauh
tertinggal di belakang dan ada yang duluan jalan. Aku termasuk kategori yang
sampai duluan di POS 4. Rencana awal aku dan teman-teman akan mendirikan tenda
di POS 5. Namun, ketika naik tadi dan bertanya kepada para pendaki yang baru saja
turun, rata-rata mengatakan kalau POS 5 sudah penuh tenda. Opsi lain POS 5
Bayangan.
Rintik
hujan mulai turun pelan-pelan. Kabut juga sama hampir menutupi penglihatan.
Beberapa anggota tim masih jauh tertinggal di belakang dan belum menampakkan
batang hidungnya. Tak kehabisan akal, ada tulisan yang bertuliskan Camp Ranger di sebuah batang pohon,
tenda berwarna orange berdiri di sebelahnya. Aku meminta Lepay untuk bertanya
pada Camp Ranger apa masih
memungkinkan untuk lanjut ke POS 5 dan mendirikan 6 tenda di sana. Toh, para petugas yang bertugas tersebut
memiliki HT untuk berkoordinasi.
Setelah
tarik ulur Lepay tak mau bertanya karena malu, akhirnya diputuskan kalau cukup
di POS 4 ini saja tenda didirikan. Tak memungkinkan untuk lanjut terus ke POS
5. Setidaknya di POS 4 ada lahan yang masih bisa untuk mendirikan 6 tenda
lingkar.
Sepakat,
akhirnya 6 tenda berdiri melingkar berdampingan. Tenda tegak, logistik di
bongkar dan saatnya memulai masak. Perut baru diisi hanya tadi pagi ketika di
Terminal Maja. Tak seorang pun dari kami teringat untuk membungkus nasi buat
bekal makan siang di jalan. Tapi untung saja masih ada beberapa cemilan roti
pengganjal perut.
Menu makan
malam kali ini adalah sop, goreng sosis, bakso, nugget, dan rendang. Kelar
makan semua segera merapat ke dalam tenda. Beristirahat karena rencana tepat
jam 3 pagi summit menuju Puncak Ciremai.
Selamat
malam Alam Ciremai.
POS 4 Berselimut Kabut |
Selasa, 01 Januari 2019
Indah sudah berteriak membangunkan
para tetangga di tenda sebelah tepat jam setengah 3 pagi. Dia paling antusias
untuk muncak. Aku saja yang sebelum tidur menyetel alarm jam 3 pagi kembali
urung menonaktifkannya. Bagaimana bangunnya sajalah entar, pikirku. Yang lain
akhirnya juga ikut bangun. Mulai menyalakan kompor, memasak air dan mie rebus
untuk penganjal perut pagi hari.
Tapi ternyata rencana tinggal
rencana. Jam 3 berubah menjadi jam 5.15 pagi untuk menuju puncak. Habis
menunaikan salat Subuh baru pendakian ke puncak dilanjutkan. Itu pun juga
setelah drama Ega tidak mau ikut muncak yang akhirnya dipaksa untuk ikut.
Awalnya aku berfikir kalau memang dia tidak mau ikut muncak dan menyatakan diri
tidak sanggup ya sudah dibiarkan saja. Toh
hari sudah mulai terang dan dia yang paling tahu kondisi fisiknya. Tapi
ternyata ada alasan lain kenapa dia harus ikut muncak. Alasan yang akhirnya
membuatku geleng kepala tak percaya. Ternyata dia sudah berulah dari awal.
Diikuti.
06.00 Alhamdulillah POS Bayangan. Untung saja keputusan kemarin untuk ngecamp di POS 4 sudah tepat. Ternyata
di POS Banyangan ini juga sudah penuh berdiri tenda-tenda dan juga bentuk area camp-nya berundak-undak jadi tak
memungkinkan untuk mendirikan 6 tenda melingkar atau setidaknya tidak berjauhan
satu sama lain. Dari POS Bayangan ini tak sampai 5 menit sudah kelihatan POS 5.
Sama, di POS 5 Sanghiyang Rangkah
juga sudah penuh berdempet-dempet tenda para pendaki berdiri termasuk salah
satunya Camp Ranger Volunteer.
Di sinipun aku dan teman-teman agak
lama beristirahat, sembari menunggu anggota tim di belakang yang masih
tertinggal. Juga mengabadikan beberapa potret terlebih dahulu sekaligus
mengumpulkan kembali stamina untuk lanjut ke puncak. 30 menit berikutnya baru
kembali melanjutkan pendakian.
06.30 Baru kembali melanjutkan
pendakian menuju puncak. Dari POS 5 trek sudah di dominasi licin dan gerimis
juga sudah mulai turun. Kabut tebal juga menghampiri selama pendakian. Beberapa
orang yang baru turun dari puncak mengeluh, kabut tebal dan angin kencang
katanya. Tapi entah kenapa aku tetap optimis dan berdoa dalam hati semoga nanti
sampai puncak cuaca cerah dan dapat view
terbaik dari puncak 3078.
09.30 Alhamdulillah, meski cukup lama akhirnya Puncak 3078 itu terlihat
dan dapat aku gapai juga setelah sebelumnya melewati POS 6 Goa Walet. Perjalanan menuju puncak Ciremai juga pertarungan
yang luar biasa menurutku. Trek yang curam, bebatuan, licin, gerimis serta kabut
mewarnai sepanjang pendakian. Aku tak berhenti komat-kamit berzikir dalam hati.
Jas hujan berwarna merah juga sudah terpasang di badan, antisipasi jaketku ikut
kebasahan karena percikan air hujan.
Selain itu ketika
naik masih sempat menolong seorang perempuan yang sudah sangat kelelahan.
Tangannya gemetaran dan berbalut emergency
blanket yang dipasangkan oleh teman-teman lelakinya. Aku dan Halimah
membantu sebisa mungkin. Memberikan coklat yang aku punya untuk pengganjal isi
perutnya serta memaksa meminum Tolak Angin yang sudah diseduh dengan air panas
dari termos merah yang aku bawa. Halimah juga mengoleskan minyak kayu putih ke
badannya. Untunglah teman-temannya masih bisa kooperatif membantu. Selanjutnya
kami mengarahkan untuk segera dibawa turun karena beberapa langkah di bawah ada
camp ranger darurat
yang menyalakan api unggun kecil untuk menghangatkan badan. Sayang juga yang
aku lihat dari perempuan ini adalah dia memakai celana jeans ketat. Ketika aku
tanya apa yang terasa, dia mengatakan sesak. Cckck, itulah gunanya mengetahui
pakaian apa yang pas dikenakan ketika hendak mendaki gunung.
Alhamdulillah 13 orang teman setimku berhasil semua mencapai puncak tertinggi di
Jawa Barat ini setelah melewati berbagai drama dan perjuangan. Alhamdulillah juga, tak lama kemudian
kabut berangsur turun dan hilang. View ciamik Ciremai akhirnya terkembang di
depan mata. Masya Allah. Tidak ada
yang sia-sia sejauh ini. Telat muncak ternyata ini hikmahnya. Kalau tadi summit dini hari bisa jadi zonk.
11.15 setelah puas mengabadikan
berbagai foto saatnya turun kembali. Trek licin selama pendakian tadi sudah
mulai mengering. Sebelum kembali ke POS 4 beberapa orang teman berhenti di Goa
Walet, mengambil beberapa botol persediaan air.
14.00 kembali sampai di POS 4.
Langung menyalakan kompor masak nasi dan lauk pauk. Menu siang ini ; sarden,
omlet, spagety dan nasi putih. Usai makan langsung dilanjut dengan beres-beres
dan mulai packing persiapan untuk
turun.
Sembari para lelaki berbenah tenda
aku mengobrol dengan seorang Aa di camp
ranger yang memperhatikan kami packing
dan berberes. Di POS 4 ini tinggal tenda kami yang belum dibongkar dan
satu-satunya tim terakhir di POS 4 yang belum turun. Aku iseng bertanya apa
gerangan ada kisah atau cerita berbeda di malam tahun baru kali ini.
“Alhamdulillah aman Mbak. Biasanya
ada bagong (babi hutan) kadang suka masuk tenda cari makan. Tapi kali ini gak ada,” jawabnya.
“Kalau yang “lainnya” A’?” Aku rasa
dia mengerti maksud lainnya yang sedang aku tanyakan.
“Ah itu udah biasa Mbak. Kalau
kadang dengar suara orang nangis trus tiba-tiba hilang gitu aja,” dia
menjelaskan sambil tertawa kecil. Aku tak mau melanjutkan bertanya lagi. Tadi
hanya sekadar pertanyaan iseng saja padanya. Daripada BT menunggui kami yang
belum kunjung juga turun sedangkan hari sudah mulai petang.
17.15 akhirnya langkah kaki turun
meninggalkan POS 4 Gunung Ciremai. Kami adalah tim terakhir yang turun sore
menjelang senja ini. Dari POS 5 sudah tidak ada lagi pendaki yang turun, begitu
laporan ranger yang berada di POS 5. Alhamdulillah, aku pikir semua sudah
berjalan dengan lancar. Kami semua bisa mencapai puncak dengan selamat dan
sekarang kembali bersiap turun dengan tanpa kurang satu apapun juga. Tapi
ternyata, memang tak kurang satu apapun juga malah ada yang “bertambah”.
Cerita turun dari Ciremai ini
mengisahkan sepenggal cerita mistis. Ega, salah seorang teman di tim, kesurupan.
Ternyata ulahnya dari kemarin pada saat naik sudah janggal. Berulang kali
meminta maaf. Aku pikir itu sudah menjadi kebiasaannya, maklum baru kali ini
bertemu dekat dengannya. Tapi ternyata tidak begitu rupanya. Itu pulalah alasan
tadi pagi dia dipaksa ikut naik ke puncak. Belum lagi ditambah Indah, yang juga
seorang Indigo. Turun malam hari seperti ini dari Ciremai membuatnya harus
pintar-pintar menahan diri. Tapi kadang juga, dia tak bisa membendung semua
yang dilihatnya. Semua bercampur aduk. Mengingat diriku juga sedang haid,
membuatku makin dag-dig-dug tak karuan. Ditambah lagi juga Halimah ternyata
ketika salat Magrib di POS 2 pas turun juga melihat sekilas “penampakan” itu.
Tepat di sisinya ketika salat. Indah membenarkan hal itu. Memang rupa seperti
itu yang dilihat Halimah. Pantesan ketika turun Halimah juga makin kaku dan
mempercepat langkah di belakang Eko. Teman-teman yang lain ternyata juga
begitu, karena esok hari sampai di Jelambar paginya riuh bercerita pengalaman
mistis itu. Mungkin ini juga menjadi alasan ketika naik Ciremai dinasehati oleh
petugas jangan turun larut sore, khawatir kemalaman. Kekhawatiran yang mendasar.
20.30 Alhamdulillah kurang lebih 3 jam 15 menit sampai juga akhirnya di basecamp. Di belakang kami di susul oleh
dua orang ranger yang bertugas di POS
4, salah seorangnya yang mengawasi saat kami bongkar tenda tadi. Ternyata kalau
bukan sedang high season pendakian,
cukup di POS 5 saja ranger bertugas.
Sampai basecamp makan malam sudah menunggu. Ternyata pada saat registrasi
kemarin kami diberi kupon makan yang dapat dipakai nanti ketika sudah turun.
Warung makan warga yang berjejer di basecamp
menjadi tempat untuk menukarkan kupon makan berdasarkan nomor yang tertera pada
kupon. Lumayan, nasi putih, telur dadar, tahu dan tempe goreng menjadi
pengganjal perut ketika turun dari Ciremai. Menu standar tapi lumayan
mengenyangkan.
Selain itu
ternyata di Ciremai inilah satu-satunya gunung yang sejauh ini aku daki
mendapat sertifikat. Jadi teringat sertifikat 0KM Sabang yang aku peroleh saat
tahun 2015 lalu berkunjung ke Titik 0 KM Sabang, Aceh. Agak puas sih dengan fasilitas Ciremai. Membayar
simaksi seharga Rp50.000,- tidak cuma-cuma. Dapat makan ketika turun, tempat
mck lumayan bersih serta koordinasi ranger
dapat menjangkau dari pos basecamp
sampai dengan POS 5 di atas melalui HT.
Ada satu
cerita seru lainnya lagi ketika di Puncak Ciremai. Nanang, ketika berhasil
menginjakkan kaki di Puncak Ciremai spontan menetaskan air mata, menangis di
depan kami semua. Ternyata usut punya usut, tadinya dia sudah hampir menyerah
untuk mencapai puncak. Dan ternyata dia juga agak meremehkan Jalur Apuy ketika
tahu pendakian Gunung Ciremai via Apuy bukan Linggarjati (tadinya rencana mau
naik dari Linggarjati). Ternyata meski dari Apuy perjuangan mencapai puncak
Ciremai tak kalah menantangnya. Memang penuh perjuangan dan pertarungan diri.
Trek yang didominasi batu menuju puncak |
Menjadi gunung
tertinggi di provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 3078 mdpl tentulah Ciremai
banyak dilirik oleh para pendaki dengan target dapat menaklukkannya. Tapi
ketahuilah, setinggi apapun gunung, seharusnya bukan niat untuk menaklukkannyalah
yang terbesit pada diri. Tapi alangkah baiknya niat yang tertanam adalah untuk berbaur dengannya, belajar dari alam dan mengintropeksi diri
selama pendakian.
Khususnya jalur Apuy yang terkadang mungkin
banyak orang agak meremehkan, dianggap paling mudah, dekat dan gampang. Tapi
meski demikian tetaplah harus dijaga sikap dan tindakan. Jangan meremehkan,
jangan menganggap enteng. Karena sejatinya setiap gunung sudah punya jalannya
sendiri-sendiri. Even yang tingginya
tidak seberapa kalau niat sudah salah, bisa jadi salah langkah.
Maka dari itu persiapkan segala
sesuatunya semaksimal mungkin. Persiapkan diri agar nantinya tidak merepotkan
teman, persiapkan juga batin. Jaga diri, jaga jiwa dan jaga hati. Karena di
gunung adalah tempatnya untuk saling menjaga.
Special thanks to Akasaka atas support-nya untuk Pendakian Gunung
Ciremai, 3078 mdpl. Silakan, bagi yang mau melengkapi perlengkapan outdoornya
bisa cek langsung di website akasakaoutdoor.co.id
Ciremai
31 Desember 2018 – 01 Januari 2019
Ciremai’s squad : Khair, Eko, Halimah, Indah, Dadang, Nanang, Lepay, Ega, Deni, Ambon, Jawa, Farhan, dan Wilda Hikmalia. See you on another top geengs. |
FYI : Yang butuh losbak dari Terminal Maja bisa
menghubungi Aa Minda +62 812-2269-0143
More
picture about Ciremai on my instagram account @wildahikmalia Highligt IGS Ciremai
59 detik Video by Pak Eko
6 Comments
Wow.... Warbiasa buk guru.... Tulisan nya bikin susah move on dari puncak Ceremai...
BalasHapusMakasi buk wilda.. Semoga jaya dan memperbanyak karya nya... Amiiin
Aamiin yrb. Thanks Pak.
HapusHayuk, puncak berikutnya ke mana nih :D
Kereeen........ditunggu tulisan selanjutnyaa...
BalasHapusMakasih bu gulu. Siap, tulisan berikutnya di petualangan selanjutnya hehe
HapusMantap bu
BalasHapusThanks pak Eko
Hapus