“Eh koyonya Deni
masih ada gak?”
Buru-buru lihat kaki
Deni. “Masih ada, aman.”
“Pantau terus, Den.
Sejuta dua puluh lima ribu, tuh.”
“Kalau hilang gue
cuma ada dua puluh lima ribunya doank nih, elu yang sejutanya.”
“Hush, jangan ngomong
gitu. Entar kejadian. Ingat. Ucapan sebagian dari doa.”
Begitulah kira-kira
obrolan kami sepanjang pendakian naik yang diguyur hujan lebat. Tidak hanya
soal koyo, sampai choki-choki, madu dan puntung rokok pun tak luput dari
perhatian bersama. Semua tidak lain karena uang denda sebesar Rp1.025.000,- untuk
satu sampah yang hilang atau kececer,
yang ditetapkan oleh pihak basecamp
Pendakian Gunung Kembang via Blembem.
Sebelumnya I’m sorry to say, dalam tulisan kali ini
tidak akan banyak terdapat foto-foto footages sepanjang pendakian naik maupun
turun. Alasan pertama adalah tadinya aku tak berniat sama sekali untuk membuat
artikel spesial untuk pendakian ini. Karena Kembang aku anggap sebagai pelarian
padatnya aktivitas di bulan November. Jadi bisa diibaratkan aku naik Kembang
inginnya memang santai, tanpa ribet buat foto-foto atau pun catat-catat info
sepanjang pendakian. That’s why juga
tulisan ini sepenuhnya berdasarkan ingatanku yang pas-pasan dan beberapa info
tambahan dari teman-teman pendakian. Biasanya setiap melakukan perjalanan aku
selalu mencatat informasi apa pun itu entah di Hp atau pun notes di kertas
kecil yang selalu aku bawa. Tapi kali ini, sama sekali hal tersebut tidak aku lakukan.
Alasan kedua, sepanjang
pendakian didominasi hujan, alhasil kamera tidak bisa dikeluarkan. Pun aku juga
tidak membawa action camera yang bisa
menangkap momen dikala hujan. So,
semua benar-benar zonk.
Tapi setelah
melakukan pendakian dan melihat betapa pendakian Kembang kali ini banyak cerita
atau informasi yang sekiranya perlu aku share,
jadilah aku bertekad juga menuntaskan tulisan ini. Agar, setidaknya kamu yang
baca bisa sedikit mendapat gambaran atau pencerahan tentang Gunung Kembang,
yang sering dibilang kecil-kecil cabe rawit.
Gunung Sindoro tampak gagah dari puncak Kembang |
Ketika mau melakukan
pendakian Gunung Kembang banyak yang bertanya di mana keberadaan gunung ini. Well, Gunung Kembang ini terletak di
provinsi Jawa Tengah, tepatnya di desa Blemben, Kaliurip, Kertek, Wonosobo.
Banyak yang bilang juga kalau Kembang ini adalah anaknya Gunung Sindoro karena
persis terletak di samping Sindoro. Jadi di puncaknya gunung Kembang ini terlihat
jelas gunung Sindoro sebagai background
favorit foto di puncak Kembang.
Walau jalur pendakian
resminya baru dibuka April 2018 lalu dan masih banyak orang yang belum tahu
bahkan meremehkan ketinggiannya yang hanya 2.340 mdpl, tapi sejatinya Kembang
tidak seperti yang dipikirkan kebanyakan orang. Banyak informasi yang harusnya
kamu ketahui terlebih dahulu sebelum melakukan pendakian Gunung Kembang. So, ini dia beberapa informasi random tentang Kembang berdasarkan
pendakianku bersama 12 orang teman lainnya hari Jumat s.d Minggu, 29 November
s.d 1 Desember 2019.
Eksekusi
Rescue Orange Kembang
Pernah naik ojek ala-ala motortrail di Sumbing? Masih kebayang bagaimana trek motornya yang
membuat penumpang serasa terbang? Nah, kalau di Sumbing bisa menghemat waktu
pendakian dengan naik ojek, di Kembang pun juga bisa. Bedanya, di Kembang basecamp menyediakan mobil rescue khas berwarna orange untuk mengangkut para pendaki
dari basecamp menuju batas akhir
hutan. Treknya, hampir sama dengan Sumbing. Jadi ketika naik mobil ini dan
duduk di depan membuatku menelan ludah dan tak berhenti geleng-geleng kepala.
Membayangkan betapa ngerinya naik motor ketika di Sumbing dengan trek seperti
ini.
Naik mobil dari BC
Kembang Lumayan loh untuk menghemat
waktu pendakian. Kurang lebih 45 menit atau bahkan 1 jam lebih dari basecamp melewati hamparan kebun teh
yang panjang sampai nanti akhir batas masuk hutan.
Tadinya
satu pun dari kami tak ada yang tahu kalau ada fasilitas mobil ini. Waktu
petugas menawarkan mau naik Tayo atau tidak, dari situlah baru tahu mobil rescue orange ini biasa dipanggil Tayo. Padahal jelas-jelas jauh
bedanya. Dari warnanya saja sudah tidak serupa.
Harga
untuk naik Tayo adalah Rp20.000,-/orang yang nantinya akan dapat caseback berupa Teh Tambi setelah turun
gunung. Gokil, kan ada caseback
segala? Menurutku sih untuk menghemat pendakian, baiknya memang naik Tayo aja
sampai akhir batas kebun teh. Eh, tapi juga perlu diketahui, si Tayo ini tidak
selalu stand by di basecamp, ya. Semoga saja saat kamu naik
nanti, seberuntung kami waktu itu.
Poto 3 Pose dulu barengTayo…
[foto by @abdeelho]
|
Pengecekan
barang bawaan yang super ketat
Jangan macam-macam ya
dengan Kembang.
Seperti yang aku mention di atas, denda yang ditetapkan
oleh pihak basecamp terhadap sampah,
bukan hal yang main-main. Beberapa kali naik gunung, baru kali ini nih sebelum
pendakian dimulai pengecekan terhadap barang-barang yang dibawa oleh pendaki
benar-benar dicek satu-persatu. Tak ada yang luput, mulai dari sebutir permen
pun harus masuk dalam hitungan. Bahkan salonpas pun dihitung perbijinya, bukan
per bungkus. Rokok? Apalagi. Dihitung berapa puntung yang akan dibawa ke atas.
Tak bawa asbak? Tenang, dibekali langsung oleh pihak basecamp agar puntung rokoknya nanti dibuang ke asbak yang sudah
disediakan bukan dijalanan apalagi sembarangan.
Pengecekan barang ini
tentunya didampingi oleh pihak basecamp.
Semua bawaan barang dalam ransel dicek secara bersama sampai details-sedetails-detailsnya. So, hati-hati jangan sampai salah hitung
dan tulis ya. Bisa kena 1.025.000 nantinya. Karena ketika aku bertanya kepada
pihak basecamp pernah gak ada pendaki
yang melanggar atau khilaf melanggar? Mereka menjawab, tentu ada. Dan pastinya
1.025.000 itu berlaku untuk mereka yang melanggar.
“Itu dibayar cash, Pak?” naluri tukang tanyaku
langsung ke luar.
“Nah, kami di sini
tidak terima pembayaran cash.
Biasanya kami minta pendaki yang melanggar itu untuk membelikan barang-barang
yang dibutuhkan. Jadi bentuknya bukan uang tapi barang.” Begitu penjelasan basecamp. Hhhmm, interesting.
“Loh, terus jaminan
mereka belikan barang itu?” Aku makin penasaran.
“KTP dan
barang-barang mereka ditinggalkan dulu di basecamp.
Merekanya turun, beli, trus balik lagi. Jadi dibelikan saat itu juga. Bukan
mereka sudah sampai ke rumah.” Tegas Om Sasongko, pihak basecamp yang aku tanyai.
“Tapi emang baru kali
ini loh Pak selama saya naik gunung di Jawa yang benar-benar ketat begini,”
tambahku.
“Yang lainnya
(gunung) menyusul, Mbak. Itu ada dari pihak basecamp
Sumbing dan Lawu lagi training.
Kedepannya nanti semoga gunung-gunung yang lain akan mengikuti aturan seperti
ini.”
“Tapi selalu ada pro
kontra ya Pak?”
“Tentunya. Kalau yang
kontra, ya gak usah naik. Sampai basecamp
aja, kita ngobrol-ngobrol,” lanjut Om Sasongko yang lebih akrab dipanggil Om
Ong. “Aturan itu untuk ditaati, kalau gak mau taat ya gak usah (naik).”
Sepenggal obrolan
dengan pihak basecamp.
One
more suggestion,
biar gak repot nanti setelah sampai basecamp
milah-milah sampah yang dibawa, jadi baiknya sudah dipisah-pisahkan waktu packing turun. Sampai basecamp; tinggal setor, dihitung, dan
dicek ulang oleh petugas. Daripada disatukan di atas malah pas turun harus
memisahkan mereka lagi, kan jadi kerjaan dua kali, memisahkan yang sudah
bersatu. Syukur-syukur juga gak kena semprot petugas dan di bilang, jorok.
Briefing dan pengecekan sebelum naik |
Tidak
diperkenankan membawa botol air mineral kemasan
Salah satu yang wajib
menjadi perhatian ketika pengecekan barang sebelum pendakian adalah dilarangnya
botol minuman kemasan plastik sekali pakai untuk dibawa. Wajib membawa tumbler sendiri. Sebelum melakukan
pendakian aku sempat searching untuk
hal ini, antisipasi aku bahkan ampai bawa dua buah botol minuma. Satu termos
dan satunya lagi tumbler 700ml. Benar
saja. Aturan ini sangat berlaku di gunung Kembang.
Lalu bagaimana
membawa persediaan air untuk ke puncak? Don’t
worry, para pendaki bisa menyewa jerigen yang sudah disediakan oleh pihak basecamp. Harga sewa satu dirigen adalah
Rp10.000,- yang mana lagi-lagi nanti akan ada caseback Rp8.000,- saat dikembalikan ketika turun. Satu hal lagi,
karena tidak adanya sumber air selama pendakian dan di puncak. Jadi bawalah
persediaan air minum yang sangat cukup dari basecamp.
Bisa beli air mineral Aqua atau mengisi di mata air basecamp. Eh tapi seriusan loh, aku pikir air mineral yang dijual
di basecamp adalah merek lain atau
lokal. Tapi tidak, sekelas Aqua loh mereknya. Hehe.
No
tissue basah
Hal lainnya yang
dilarang adalah tissue basah. Hhhm, sebenarnya aturan ini sudah hampir merata
ya di berbagai gunung. Bahkan salah seorang teman yang baru-baru ini turun dari
Sindoro pernah kena denda ketahuan bawa tissue basah. Yang mau tak mau harus
membayar denda yang sudah ditetapkan.
Area
pendakian bebas sampah
Dampak dari aturan
ketat soal sampah tadi, sepanjang pendakian aku sama sekali tidak menemukan
sampah yang berceceran seperti gunung-gunung lain yang pernah aku daki. Pun
ketika di puncak tak ada area pembakaran atau pun tumpukan sampah. Semuanya
bersih kinclong. Karena masing-masing pendaki langsung mengamankan sampahnya
untuk di bawa turun lagi. Ingat, resiko kehilangan satu sampah yang sudah di list adalah 1.025.000.
Trek
yang tancap terus
Bagaimana
dengan trek Kembang? Gak ada bonus sama sekali, euy. Semuanya tanjakan terus sampai atas. Sungguh mantul treknya.
Ditambah lagi hujan-hujanan ketika pendakian. Lengkap sudahlah pendakian
Kembang kali ini. Lalu, mengingat treknya yang tak mudah, kayaknya Kembang belum terlalu pas untuk pendaki pemula. Walau banyak yang meremehkan karena ketinggiannya tak seberapa. Percayalah, Kembang lebih ganas dari yang dibayangkan.
Beberapa
trek disediakan tali
Banyaknya trek yang curam tak urung untuk
mempermudah pendakian banyak disediakan beberapa tali yang kokoh untuk
berpegang para pendaki. Hal ini cukup membantu terutama saat pendakian di musim
hujan. Kalau tidak, agak repot sih. Bisa berlumur lumpur dibuatnya.
Maksudnya tak ada pos di sini adalah satu pun pos di
gunung Kembang hanya pos yang berbentuk papan kecil bertuliskan nama pos. Tak
ada sama sekali entah itu gubuk atau bangunan untuk istirahat berteduh. Tak ada
pos dan juga tak ada warung. Haha ya salam. Pendakian hujan-hujanan pun terus
dilanjut. Mau istirahat di pos juga percuma tetap kehujanan.
Hello dari Puncak Kembang dengan latar Sindoro tertutup di belakang sana |
Area
camp hanya di Puncak
Di
sepanjang trek tidak ada area khusus untuk mendirikan tenda. Hanya saja
menjelang Tanjakan Mesra ada sedikit area yang bisa mendirikan 1 atau 2 tenda.
Selebihnya memang area camp di pusatkan di puncak. Hal ini jugalah yang membuat
Kembang menurutku unik. Sebagai seseorang yang susah bangun pagi, Kembang
sangatlah mantul. Tak perlu bangun dini hari atau subuh, toh sudah ngecamp di
Puncaknya. Buka tenda, lihat Sindoro dan jepret-jepret area camp puncaknya.
Seru, kan?
Hati-hati
Celeng
Selain tidak adanya
area khusus untuk ngecamp sepanjang trek, alasan lainnya adalah maraknya Celeng
Kembang yang beredar di malam hari. Jangankan di trek, saat malam hari aku dan
tim sedang enak-enaknya memasak tak luput dari pantauan gerombolan Celeng. Ih
seriusan ngeri euy. Sarden yang
tadinya mau dimasak malam hari, tak jadi. Karena bisa mengundang kawanan Celeng
untuk mampir ke tenda. Tak mau ambil resiko, stok makanan pun di dalam tenda
aku keluarkan dan kasihkan kepada para lelaki. Kan ngeri kalau malam-malam
tenda di amuk oleh gerombolan Celeng yang mencari makan.
Saat masak
teman-teman juga ramai menyenteri Celeng di sekeliling tenda kami. Aku, mana
berani untuk ikut celingak-celinguk melihat mereka. Tak melihat mereka secara
langsung pun sudah membuatku bergidik. Bahkan sampai-sampai kebawa mimpi, tenda
di endus-endus Celeng. Duh, Celeng…Celeng.
Tanjakan
Mesra - tanjakan yang tidak berperikemanusiaan
Kalau Sumbing ada Engkol-Engkolan, Kembang
juga ada yang serupa. Namanya, Tanjakan Mesra. Duh, jangan dibayangkan deh
tanjakannya indah seindah namanya. Menurutku pribadi ini tanjakanan melebihi
Engkol-Engkolan deh. Sudah gak ada pohon-pohonan yang tumbuh untuk pegangan,
ditambah lagi hujan, lengkap sudah penderitaan di tanjakan ini. Merosot,
merosot deh. Naiknya saja sudah hampir bikin mampus, apalagi turunnya ya, kan?
Pokoknya asoy. Filosofi nama tanjakan ini dapat, deh. Karena hampir gak bisa
dilewati dengan mudah seorang diri. Butuh pegangan, cuy. Sebab itulah tanjakan
ini dinamakan Tanjakan Mesra.
“Dulu
waktu pertama kali kita survey jalur ada teman tuh pasangan yang pegangan pas
lewatin trek itu. Gak bisa sendiri dia. Akhirnya jadilah kita namakan Tanjakan
Mesra. Tanjakan yang membuat pegangan biar mesra” ujar Om Ong tertawa lepas
mengingat memori kala itu. Hal itu sangat berlaku buatku yang suka ngilu kalau
sudah melewati turunan licin. Butuh pegangan, euy. Untung ada teman pendakian yang rela membantuku untuk menuruni
Tanjakan Mesra. Gak cukup satu trekking
pole doank. Karena sudah parno duluan bakal kepleset. Hadeeeh.
Menuruni
Tanjakan Mesra - walau pada foto hampir terlihat biasa saja, tapi cobalah
rasakan sendiri terutama ketika musim hujan. [foto by @herii28_]
Pacet
vs Cacing
Pernah lihat secara
langsung bagaimana pacet menyedot cacing ketika hujan-hujanan? Sumpah, ini
adalah pengalaman ter-epic-ku selama naik gunung. Sudah selama pendakian hujan,
gak ada pos buat berteduh, eh sepanjang trek banyak nemu pacet yang lagi
gencar-gencarnya mengejar mangsanya, cacing. Duh, boro-boro ketika istirahat
mau duduk. Sudah geli duluan. Mau nempel pohon, takut, duduk di batu, apalagi.
Sudah parno duluan kalau ada pacet dan tiba-tiba masuk ke badan. Apalagi
kondisi lagi basah. Sumpah lagi, sepanjang pendakian aku tak rehat duduk sama
sekali, euy. Hanya nunduk atau tarik
nafas sambil berdiri aja. Gokil, sih. Gokil. Cuma sekali doank menjelang Tanjakan
Mesra ketemu pohon tumbang yang agak tinggi. Berpikirnya dah pasti gak
kesampean sama pacet buat manjat. Baru deh di situ istirahat sejenak, rebahan.
Memang ya, kalau
sudah urusan sedot-menyedot pacet, nyerah deh, nyerah.
Kondisi hutan yang
masih rapat dan lembab itu sih yang membuat pacet masih lumayan banyak
berkeliaran di gunung ini. Ditambah lagi dengan kondisi hujan, jadilah mereka
bergerilya ke luar menampakkan diri dan mencari cacing-cacing. Seriusan, ini menjadi
tontonan seru buat teman-teman yang lain. Kalau lihat pacet yang sedang
kejar-kejaran dengan cacing semua antusias menyaksikan. Apalagi kalau sampai si
cacing dapat disedot si pacet. Ramai deh. Sayang aja, gak ada yang mengabadikan
momen ini. Tak satu pun yang bawa underwater
camera.
Oya, pacet Kembang
ini yang pacet panjang ya, hampir mirip dengan cacing, bedanya dia lebih lincah
dari cacing. Awalnya sempat bingung, kok cacing ngejar cacing? Ular, gak
mungkin soalnya tipis dan hampir sama pipih seperti cacing. Mau aku add gambarnya di sini, ambil dari
google, tapi gak jadi, udah geli duluan, euy.
Camp area
di Puncak
|
Sumbing dan gunung lainnya nun jauh di sana |
Simaksi
Sebelum
memulai pendakian jangan lupa isi data lengkap terlebih dahulu. Agar datanya
akurat dan jaga-jaga kalau ada hal darurat terdata dengan baik oleh pihak
Kembang. Nah, untuk simaksi ini per orang dikenakan biaya Rp20.000,-
Itinerary
Seperti biasa
pendakian ini dimulai dari meeting point
bersama teman-teman yang lainnya di Jakarta. Berangkat Jumat malam dan sampai basecamp Sabtu pagi. Mulai naik jam 1
siang. Karena mempersingkat pendakian dengan naik Tayo, Alhamdulillah kurang
lebih 4 jam-an kami sudah sampai Puncak. Sekitar jam 6 sore tenda-tenda sudah
berdiri. Bersih-bersih dan mulai main masak-masakan.
Minggu pagi menikmati
puncak. Foto session tentunya. Lalu
jam 9 lanjut packing turun. Jam 10
pagi turun, dan Alhamdulillah sekitar jam 12 harusnya kami sudah sampai basecamp. Namun karena terlena di kebun
teh, istirahat lama sekitar 30-45 menit sekaligus menunggu teman yang lain. Jam
1 siang barulah tiba di basecamp
lagi. Setelah melewati hamparan kebun teh, aku semakin yakin pilihan yang
sangat tepat ketika memutuskan naik tayo untuk melewati trek kebun teh. Karena
treknya lumayan panjang. Selain itu, cukup berhati-hati juga ya, jangan terlalu
nempel ke pucuk-pucuk teh, banyak ular dan binatang melata lainnya. Kan ngeri
kalau sampai nempel di baju.
Pos
Pendakian
Berikut uraian posnya
:
Basecamp – Istana
Katak – Kandang Celeng – Pos 1 Liliput – Pos 2 Simpang Tiga – Pos 3 Akar –
Sabana – Tanjakan Mesra – Puncak.
Well, itu dia ulasan Pendakian Gunung
Kembangnya. Beberapa info yang aku share
di atas, tidak menutup kemungkinan akan ada perubahan ke depannya. So, bisa diceklah updetan terbaru
sebelum mendaki Gunung Kembang. Terima kasih sudah berkenan mampir dan
menuntuskan membacanya. Semoga bisa menjadi referensi.
For
more pictures and short stories
bisa mampir ke Instagram @wildahikmalia.
Yuk, muncak lagi yuk…
Thanks Kembang’s squad |