Baby ke-2 yang akhirnya lahir ditengah kesibukan padat merayap
Ini adalah kisah perjalanan delapan hari di ranah
Sulawesi, tepatnya Sulawesi Selatan. Makassar adalah kota pertama yang aku
datangi. Identik dengan es pisang ijo, pisang epe, coto Makassar membuat aku
jatuh cinta akan ibukota Sulawesi Selatan ini.
Losari adalah icon yang digadang-gadangkan dengan Masjid Apung terkenal
di sebelahnya.
Lanjut,
masih ada Tanah Toraja. Daerah yang sangat kental dengan kesakralan adat
budayanya. Di mana mati itu lebih berbiaya besar daripada hidup. Begitulah
keunikan yang melekat padanya. Tengkorak-tengkorak berceceran, peti mati
bergelantungan dan pohon-pohon yang menjadi mistis. Semua berbaur dengan alam,
nuansa misteri dan keindahan panoramanya.
Rammang-Rammang
dan Kampung Berua, yang berhasil menarik hati. Sebuah kampung yang berdiam di
balik tingginya batu kars yang mengapit. Matahari sore yang turun, itik-itik
yang disuruh segera masuk kandang, kerbau-kerbau yang membajak sawah, dan para
kawanan sapi yang merumput di pinggir sungai sungguh pemandangan elok yang
menyejukkan mata. Berua di mana hatiku tertambat dan membuatku ingin kembali
lagi.
Lalu,
ada Bira. Pantai di ujung Sulawesi yang ternyata banyak menyimpan keindahan
yang luar biasa. Pantai-pantai dengan pasir putihnya yang lembut. Bara,
tetangganya Bira yang ternyata tak kalah luar biasanya. Satu lagi, pantai
tersembunyi lainnya, Pussa Helu, yang mengingatkanku akan seseorang yang sudah
hilang kontak sampai sekarang. Juga Appalarang penuh kenangan dengan DJ, si
butet new travelmate.
Tanah
Beru, tempat di mana kapal gagah Phinisi dibangun. Bulukumbalah akarnya.
Belajar lansung dari tangan-tangan ahli yang membuat kapal spektakuler dijual
hingga mancam negara. Apa bahannya, bagaimana proses pembuatannya, negosiasi
harga dan ritual apa saja yang dilakukan ketika kapal sudah jadi. Semua
tertuang jelas di Bulukumba.
Tak
hanya itu, bagaimana pelik perjalananpun juga tertoreh di sini. Dibohongi oleh
travel, jalan kaki menuju Losari, ikut malam takbiran dengan pawai mobil keliling.
Tak satupun luput. Semua tertulis dengan jelas di buku kedua perjalananku kali
ini.
Bertandang Ke Ranah Daeng, lahir sebagai pedomanan
perjalanan bagi siapa saja yang hendak menjelajah Sulawesi Selatan khusunya
Makassar, Tana Toraja dan Bulukumba. Semua informasi ditulis lengkap di
dalamnya. Mulai dari penginapan, transportasi, rute pete-pete dan nomor-nomor
penting. Tak hanya itu, berbagai destinasi yang di datangi juga dikupas
memberikan penjelasan kepada para pembaca.
Syukur
Alhamdulillah, meski jauh tertunda dari target yang sudah ditentukan
dikarenakan mengejar buku lain yang lebih prioritas (skripsi), buku kedua
inipun terbit di pertengahan tahun ini. Senang luar biasa pastinya. Masih
sering tersenyum sendiri ketika melihat hasil karya akhirnya berada di tangan.
Dulu, pernah bermimpi, “sebelum kepala 3 pengen nerbitin buku.” And you know what, sekarang Alhamdulilah
sudah ada 2, and soon mudah-mudahan
segera menjadi 3 sebelum 30. Aamiin yrb.
Semangat menulis dan berbagi. Untuk siapa saja yang
punya mimpi, jangan pernah terlelap tidur lama, wake up, dan wujudkanlah. Yang kau dapat, adalah hasil dari hal
yang sudah kau perjuangkan.
Wilda Hikmalia,
Semoga tetap istiqomah dalam menulis.