Hello Tanjung Puting |
Jum’at, 22 December
2018
Berbeda cuaca dari Jakarta, pagi
menjelang siang waktu Kalimantan Tengah Trigana mendarat dengan selamat setelah
sebelumnya beberapa kali menghadapi guncangan di atas sana. Turun dari pesawat
meski langit tak terlalu biru tapi gumpalan awan lumayan membuat hati bahagia. Alhamdulillah mendarat juga di pulau
impian satu ini. Yeah, Kalimantan adalah
pulau satu-satunya yang kali ini sangat aku impikan. Setelah Sumatera, Jawa,
Bali, NTB, Sulawesi and yeah tinggal satu pulau besar ini yang
belum aku jajaki. Well, sebenarnya
masih lumayan banyak destinasi-destinasi yang dapat di jajah di Pulau
Kalimantan. Sebut saja Derawan, salah satu destinasi impianku juga. Tapi demi
Tanjung Puting, aku rela mengenyampingkan pantai dan laut itu terlebih dahulu.
Ternyata aku lebih merindukan hutan, Orangutan, dan Bekantan. Yap, itulah
satu-satunya tujuan utamaku ke Tanjung Puting, bertemu dengan Orangutan secara
langsung.
Lalu ada yang berkata, “Ngapain
jauh-jauh ke Kalimantan liat Orangutan, di Ragunan aja banyak.” And, for come here is not only bout see
Orangutan but also feel the sounds of nature as well. Kalau memang hanya “sekadar”
ingin melihat Orangutan, sangat disayangkan untuk datang ke sini.
Well, back to the main story
Perjalanan kali ini, lagi-lagi aku
lakukan secara solo travel. Tapi
bukan sepenuhnya berpetualang ke tengah hutan sendirian ya. Jadi begini,
destinasi di Indonesia itu banyak ragamnya, ada laut, gunung, daratan, museum,
candi, sejarah dan banyak lainnya lagi. Ada yang memang bisa dikunjungi
sendiri, secara mandiri dan ada juga yang harus memakai jasa travel agent karena tidak memungkinkan
dilakukan secara sendiri, salah satunya Taman Nasional Tanjung Puting.
Kenapa
tidak bisa sendiri?
Karena
petualangan di sini membutuhkan waktu 3 hari 2 malam di dalam hutan tengah Sungai
Sekonyer. No signal, hanya terus
berlayar dan berlayar. Kalau sendiri, tentu ribet dan mahal. Belum lagi sewa
kapal, akomodasi dan lain sebagainya. So,
biar semuanya efektif dan efisien sangat disarankan untuk memakai jasa tour yang sudah berpengalaman dalam
mengantarkan para tamunya bertemu langsung Orangutan.
Dermaga keberangkatan, Kumai |
Aku
memutuskan untuk ikut salah satu open
trip Taman Nasional Tanjung Puting pada tanggal 23-25 December 2017. Karena
sudah kebiasaan untuk selalu extend ketika
traveling akhirnya aku memutuskan untuk datang lebih awal 1 hari sebelum trip
yang sesungguhnya dilakukan. Tadinya sih setelah trip Tj. Puting berakhir aku
berencana bakal one day trip explore
Pangkalan Bun. Tapi setelah cek bebicek tiket ternyata keberangkatan yang murah
itu di hari Jum’at, satu hari sebelum trip dimulai. It’s okay, I take it.
Jum’at
22 December, setelah mendarat di Pangkalan Bun, aku langsung beranjak menuju
penginapan Mess Matahari dan siang menjelang sore menyempatkan
diri untuk city tour Pangkalan Bun. And
the next day barulah petualangan
sesungguhnya dimulai. Welcome to Tanjung Puting.
Sabtu, 23 December
2018
Sesuai dengan kesepatan EO, jam 10
pagi aku dijemput dari penginapan beranjak menuju Kumai, pelabuhan mejelang
keberangkatan menuju Tj. Puting. Awalnya aku pikir akan dijemput dengan
beberapa tamu lainnya ternyata hanya daku seorang penumpang dalam mobil yang
menjemput. Alamak, berasa jadi tamu special. Menyusuri jalanan Pangkalan Bun
yang sepi dan lega, langit biru nan cerah dan obrolan pun meluncur begitu saja
antara aku dan pak sopir.
Mendekati pelabuhan pak Sopir
menunjukkan beberapa gedung-gedung tinggi yang berjendela kosong terbuka.
Kicauan-kicauan burung terdengar tiada henti dari sana. Ternyata itu adalah
rekaman untuk memancing Burung Walet. Gedung tersebut adalah gedung sarang
walet. Usaha yang dilakoni hampir kebanyakan masyarakat Kumai. Pak Sopir
menjelaskan panjang lebar tentang sarang burung walet tersebut.
Cckckck
luar biasa. Ilmu baru.
Tidak sampai 30 menit mobilpun merapat
di sebuah pelabuhan yang tenang. Bang Imam menyambut ranselku dengan ramah dan
tentu juga si empunya. Melewati beberapa kapal akhirnya aku sampai pada kapal
yang nanti akan menjadi rumahku dalam 3 hari ke depan.
“Hallo
mb,”
“Iya
Pak, bu, mba, mas.”
Dan
obrolan-obrolan berikutnya berlangsung begitu saja ketika satu sama lain
penghuni kapal ini sudah saling berkenalan. Orang pertama yang menyambutku
adalah Bang Imam, dialah Tour Leader selama pelayaran nanti. And thanks, we got him while do sailing.
Keren, pengalamannya luar biasa, lugas dan tahu segala sesuatunya yang
berhubungan dengan Tanjung Puting. Kalau diterawang, mungkin isi otaknya semua
adalah tentang Orangutan, burung, bekantan, buaya, kantung semar,
binatang-binatang Tanjung Puting, semua melekat dalam benaknya. Bahkan bahasa
latin masing-masing binatang atau tumbuhan itupun dia hafal. It’s so cool, isn’t it? Aku saja
geleng-geleng kepala kalau sudah mendengar dia bercerita. Ya sih, sudah
keahliannya, tapi asli dia bagaikan Wikipedia berjalannya Tanjung Putting, bertanya
apapun tentang taman nasional ini dan segala penghuninya, dia pasti tahu.
Selanjutnya
yang menyapaku ramah dari atas klotok
adalah Om Iwan’s Family. Oya wait,
klotok itu adalah sebutan untuk kapal yang nantinya akan membawa berlayar. Klotok is my home for three days to go. Kembali
ke Om Iwan. Beliau ramah menyambut ketika aku tergopoh-gopoh naik klotok. Beliau
satu group bersamaku. Serunya dia memboyong tiga bidadarinya dalam trip ini,
istrinya Tante Natalie, dan 2 princess-nya Ditha dan Ika. Seru kan, satu
keluarga ikut open trip bukannya private trip. Keren pokoknya mah. Aku
juga lupa sih menanyakan ke Om Iwan kenapa dia tidak ikut private trip saja
tapi malah open trip, bergabung dengan orang-orang lain yang tidak/belum pernah
bersua sebelumnya. Tapi sih, kalau aku tebak, open trip itu memang seru, kita
bisa mengenal orang-orang baru, bertukar pikiran dan berbagi cerita-cerita
seru.
Penghuni
klotok yang lainnya ada Bunda Nouf, Bang Dede dan putra mereka Azzam. Keluarga
bahagia ini adalah brand ambassador-nya
salah satu produk adventure Ei***. Kece men, mendengar cerita Bunda Nouf
tentang kesempatan yang diberikan Ei*** kepada mereka sempat membuatku iri.
Seru coi, jalan-jalan disponsori. Empat orang berikutnya adalah segerombolan
teman-teman dan 3 orang lainnya adalah satu keluarga bule. So, dalam satu
klotok ini semuanya berjumlah 15 orang. Rame kan. Iya rame banget, apalagi kami
semua berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang mengadu nasib di
bank, kuliah di luar negeri, guru, movie maker dan banyak lainnya juga termasuk
Azzam yang masih berstatus siswa-si bontot dalam keluarga Sultan Ageeyo II (nama
klotok). Sumpah, 3 hari berlayar bersama orang-orang super ini menambah
wawasanku lebih luas. Ada saja topic yang kami bicarakan, cerita yang kami ulas
dan pengalaman yang kami bagikan.
Sultan Ageeyo Squad |
Jam
sudah hampir menunjukkan pukul 1 siang. Klotok belum juga berlayar karena masih
menunggu beberapa tamu dengan jadwal penerbangan siang hari. Makan siang pun juga
belum terhidang sedang perut sudah keroncongan. Beberapa kali aku dan keluarga
Om Iwan bergurau soal makanan, lapar ya, lapar.
Beberapa
menit setelah kloter terakhir naik klotok, awan hitam segera mengepung langit
Pelabuhan Kumai. Brrrrrrrr… hujan deraspun turun membasahi sekeliling. Layar
klotok segera ditutup, lampu dinyalakan dan makan siang akhirnya keluar. Yuhuuu,
time to get lunch. Soal urusan perut,
jangan diragukan selama berlayar di Sungai Sekonyer. Selain berisikan penumpang
15 orang dan para awak klotok ternyata juga ada 2 chef ternama yang ikut didalamnya. Dua orang ibu-ibu ini adalah
koki handal yang akan memasak untuk semua tamu selama dalam pelayaran. Cita
rasa masakan mereka, jangan ditanya. Mulai dari wisatawan lokal sampai
wisatawan mancanegara sudah mengakui kenikmatan luar biasa dari sajian yang
mereka masak. Bahan-bahan mentahnya pun sudah tersedia lengkap di klotok. Tiga
hari lo berlayar, kan tidak mungkin bakal mampir di pasar. Jadi segala
sesuatunya sudah disiapkan di atas klotok termasuk kebutuhan air bersih untuk
MCK. Bayangkan 15 orang tamu di atas klotok mungil dengan segala perbekalannya.
Seru kan?
Duo chef yang sudah tidak diragukan lagi kelezatan masakannya |
Makanan
yang tersaji (ikan goreng, sambel, tempe goreng, sayur kangkung dan
kawan-kawannya) berhasil di santap sembari kelotok berjalan meninggalkan Kumai.
Di bawah rintik gerimis air hujan dan bunyi mesin klotok mengantarkan seluruh
penumpang kepada tujuan utamanya, alam kehidupan Orangutan. Suasana sungai
masih lebar, kiri-kanan masih tampak beberapa kapal minyak, atau kapal-kapal
proyek besar lainnya. Serasa Dejavu, mengingat sungai Musi beberapa bulan
sebelumnya juga hampir memberikan pemandangan yang sama. Bedanya kalau Musi
sangat sesak dengan kapal-kapal dan proyek-proyek sedangkan Kumai masih sedikit
lega. Sepanjang perjalanan akhirnya hujan menyerah dan segera meninggalkan kami.
Langitpun kembali cerah, pemandangan hijau mengingatkanku akan Ranu Kumbolo.
Benar adanya, hujan yang lebat akan meninggalkan pemandangan yang dahsyat.
Beberapa
menit kemudian sampailah di persimpangan sungai, pecah mengalir Sungai Sekonyer
dan tulisan Welcome to Tanjung Puting National Park pun menyambut dengan patung
Orangutan terpampang di atasnya. Seluruh penumpang sangat excited tak terkecuali aku. Berlomba-lomba mengabadikan momen
memasuki kawasan taman nasional yang diidam-idam ini. Sembari klotok terus
berlayar, percakapan antara penumpangpun terus berlanjut. Siapa nama, dari mana
adalah pertanyaan basic untuk saling
mengenal di antara kami.
Berdasarkan
itinerary hari pertama pelayaran ini
para tamu akan diajak menyaksikan langsung feeding
time-nya Orangutan di camp pertama, Tanjung Harapan. Pelayaran ke lokasi
pertama ini memakan waktu sekitar 2 jam. Setelah klotok merapatpun masih membutuhkan
waktu trekking sekitar 20 menit menuju masuk hutan. Mencapai lokasi Tanjung
Harapan, bang Imam memberi aba-aba, “10 menit lagi Tj. Harapan, persiapan,
lotion, jas hujan, minum, cemilan.” Yap, perlengkapan yang tidak boleh
diindahkan ketika berkunjung ke sini adalah lotion anti nyamuk karena memang
para nyamuk di sini adalah nyamuk kelaparan. Bayangkan mereka bahkan kadang
tidak makan darah berhari-hari dan sekalinya banyak mangsa mereka akan
menggunakan berbagai cara untuk dapat mengisap darah manusia. Asli. Saya yang
mengalami, sudah pakai celana panjang, tapi si nyamuk tetap bisa masuk dari
celah bawah celana, sadis bukan. Bahkan salah satu tamu yang lain tak
henti-hentinya mengibas dan berjoget-joget untuk mengusir nyamuk. Nyamuk
sialan. Bagaimanapun itu usaha mereka menjemput rejeki, menjemput darah-darah
manusia yang ke hutan.
Perlengkapan
lainnya tak ketinggalan jas hujan. Karena cuaca susah dipredisksi. Kadang panas
membara, tapi setelahnya awan hitam membubung datang dan menjatuhkan air hujan
tapi sebentar setelahnya langsung cerah benderang lagi. Apalagi December memang
identik dengan musim hujan, so, pelindung badan dikala hujan itu sangat
diperlukan.
Ada tiga lokasi inti untuk dapat
menyaksikan Orangutan, hari pertama Tanjung Harapan, hari ke dua Pondok Tanggui
dan Leakey. Yang terjauh adalah Camp. Leakey. Biasanya untuk menuju Camp Leakey
pun banyak one day trip dari Kumai.
Tripnya dari Kumai-Camp. Leakey dan Kumai. 1 hari full. Pergi pagi pulang sore.
Sedangkan bagi yang ingin merasakan sensasi lebih, seperti saya, bisa memilih
trip 3D/2N ini, sungguh, sensasinya luar biasa beda.
Menuju Tj. Harapan |
Dari
3 Camp tadi sebenarnya seluruh tamu melakukan hal yang sama, yaitu menyaksikan
Orangutan makan. Bedanya , ya beda Orangutan yang ditemui dan beda trek yang
dilalui. Beda juga lama waktu menunggu kedatangan Orangutannya. Karena bisa
jadi setelah sampai di lokasi feeding time Orangutannya belum datang jadi harus
dipanggil dulu oleh pawangnya. Kalau ingin mencoba boleh saja, peragakanlah
suara yang didengungkan sang pawang.
Aturan ketika menyaksikan Orangutan
pun wajib diperhatikan. Jangan berisik. Karena kalau membuat suara gaduh
Orangutan akan sangat terganggu dan akhirnya kembali masuk hutan. Sayang kan,
sudah jauh-jauh perjalanan hanya bisa menyaksikan sesaat Orangutannya.
Kalau ingin mendapatkan ilmu lebih
tentang Orangutan dan Taman Nasional Tanjung Puting secara keseluruhan inilah
saatnya belajar pada alam dan langsung dari ahlinya. Dijamin para pemandu yang
sudah dipercaya di sini adalah orang-orang yang berpengalaman. Makhluk-makhluk
penghuni lainnya di Tanjung Puting akan membuat terkaget-kaget, berbagai macam
jenis burungnya, tumbuhan-tumbuhannya dan makhluk-mkhluk khas lainnya seperti
Bekantan dan Buaya yang masih punya habitat di Sungai Sekonyer, sungai yang
sedang diarungi.
Masing-masing camp mempunyai waktu
tersendiri untuk feeding time Orangutan. Tanjung Harapan berakhir di jam 5.30
sore. Setelahnya semua pengunjung harus segera balik kanan dan kembali ke
klotok. Pun begitu juga dengan rombongan kami.
Sebagai penutup trip hari ini adalah
berburu Bekantan. Kawanan Bekantan yang meramaikan pinggir sungai menjadi
tontonan sore ini. Satu lagi, ternyata ada yang membawa lintah naik ke atas
klotok sehabis tadi trekking dari Tj. Harapan. Alhasil terjadilah joget-joget
bareng di atas klotok memeriksa seluruh badan terutama kaki, kalau-kalau ada
sosok lintah lainnya yang melekat entah di badan siapa.
Senja
sudah makin tampak dan saatnya membasuh badan serta menanti makan malam.
Menjelang maghrib para kru klotok siap
tempur, mengangkat berbagai perlengkapan turun dari kapal dan menyulap dermaga
Tanjung Harapan bak restoran pinggir sungai. Dan jamuan makan malam pun
terhidang lengkap di atas meja. Lilin dinyalakan, and this’s time to candle light dinner. OMG. I’am so speechless. Makan malam ditengah hutan, diantara bunyian
suara alam bersama orang-orang luar biasa dalam obrolan santai dan ringan.
Sementara itu para awak kapal
melakukan tugas mereka yang lainnya, menyulap lantai 2 klotok menjadi
ruang-ruang kamar lengkap dengan kelambunya. It’s amazing. Bagaimana bisa klotok yang besarnya tidak seberapa
ini mempunyai perlengkapan yang begitu banyaknya? Mulai dari kursi-kursi dan
meja makan ini bahkan sekarang kasur-kasur dan kelambu-kelambu putih. Bahan
mentah makanan, kompor, penggorengan bahkan tank berisi air bersih. Mereka punya
kantong Doraemon kah? Melihat lengkapnya perlengkapan yang tersedia, sudah
seharusnya siapapun yang berencana ke Tj. Puting tidak meragukan lagi akan segala
sesuatunya.
Sebagai penutup hari aku sempatkan
sebentar bercengkrama dengan para awak klotok. Azzam memabilkan kelihaiannya
bermain kartu kepada kru yang lain dan akupun ikut belajar 2 trik kartu dari
mereka. Pun setelahnya mendengarkan cerita seru bang Imam sebagai coffe addict,
sampai-sampai coffe yang diminumnya harus dia racik sendiri dengan alat yang
sudah dia punya. Biji-biji kopi yang dia punyapun berasal dari berbagai daerah
bahkan dari luar negeri. Begitulah kecintaan abang tour leader yang berpacarkan
orang Jerman ini terhadap kopi.
Minggu, 24 December
2017
Malam berlalu begitu cepat di sini.
Suara alam malam memang menyenyakkan tidur. Entah itu suara binatang apa yang
di luaran sana. Yang jelas setelah menutup hari dengan do’a akupun langsung
terlelap dalam dunia mimpi.
Pagi setelah melaksanakan kewajiban
sebagai umat muslim aku pun beranjak turun ke dermaga Tanjung Harapan niatnya
mengabadikan time-lapse dan menghirup
udara pagi.
Morning… Tanjung Harapan
Klotok |
Menjelang
sarapan, klotok kembali bergerak menuju lokasi camp berikutnya. And we’re back in the breakfast in the middle of
jungle.
Kalau soal makan selama dalam trip,
jangan khawatir, semua menu yang terhidang adalah menu yang menyehatkan dengan
komposisi kalori, protein dan kebutuhan-kebutuhan tubuh lainnya tercukupi. Ada
sayur, lauk-pauk dan tentu juga ada nasi sebagai makanan pokok orang Indonesia.
Aku pernah bertanya pada dua orang ibu koki handalan kapal ini, bagaimana kalau
tamunya orang luar (bule) makannya tetap makanan khas Indonesia atau
menyesuaikan dengan menu mereka? “ya, tetap menu kita. Mereka juga pada suka.
Biar menu Indonesia mendunia.” Cakep. Sepakat. Seperti yang sudah saya bilang
diawal makanan yang disuguhkan luar biasa nikmatnya.
Tidak hanya saja makanan utama 3x
hari. 3x setelah feeding pun saat kembali ke klotok akan terhidang soft drink
seperti Fant*, Spri* and Coca** dan teman-temannya ditambah lagi
cemilan-cemilan khas seperti molen, pisang goreng, burjo dan the best buat saya adalah terong goreng
tepung yang first time baru saya tahu
ada cemilan sejenis ini. Entahlah, 3 hari LOB (Living on Board) seakan-akan
berat badan saya bisa nambah beberapa kilo. Ditambah lagi kopi dan teh selalu
terhidang di atas meja. Luar biasa bisa ngeteh kapan dan dimanapun dan yang
terpenting buatku adalah air hangat yang selalu stand by.
Nasi Kuning di pagi hari |
Jam
9 pagi adalah feeding time di Pondok Tanggui. Di sini kami bertemu dengan 6
ekor Orangutan, 5 betina dan 1 jantan, Doyok namanya. Seolah-olah feeding time
kali ini adalah pestanya karena dikelilingi oleh 5 betina.
Setelah dari Tanggui, perjalanan
dilanjutkan ke camp terakhir Leakey. Inilah camp favorite saya meski di camp
ini Orangutan tidak menampakkan dirinya langsung pada saat feeding time. Lebih
tepatnya saya dan beberapa orang lainnya lebih memilih angkat kaki terlebih
dahulu sebelum Orangutan menyantap hidangan makannya. Hujan deras mengguyur
ketika sampai di Camp Leakey. Karena tidak ada tempat berteduh selain di bawah
pepohonan akhirnya aku dan beberapa orang lainnya memillih untuk kembali ke
klotok lebih awal dengan asumsi untuk berteduh. Tapi apa dikata ditengah
trekking menuju klotok hujan makin deras dan rain coatpun kandas hanya bisa
melindungi daypack yang berisi gadget, camera dan perlengkapan tempur lainnya. But, this’s an unforgettable moment for me.
Main-main hujan. Aaaah, lega rasanya dapat guyuran air hujan langsung ditengah
hutan. It’s so feel free.
Can you see my happy face? |
Selain
berkah hujan di camp leakey ada berkah lainnya yang aku temukan. Kantong Semar
dan Sarang Larantuka, I can see them
directly by myself. Identik memang yang paling jauh, yang paling susah,
yang penuh perjuangan itu memang menyimpan pesona luar biasa.
Banyak hal yang terdapat di
Leakey, satu yang paling menarik hati saya juga adalah ketika mencapai lokasi
ini kawasan sungai menjadi sempit, kiri-kanan sungai sekarang langsung
pohon-pohon besar yang menjulang. Mencekam. Suasanya mistisnya terasa kental di
sini, air sungaipun berubah hitam, tampak jelas diperbatasan. Ditambah lagi
ketika menanyakan hal-hal mistis kepada bang Imam, dia menceritakan kismis
(kisah-kisah mistis) yang pernah dia ketahui. Apalagi melihat sebuah pos polisi
hutan yang kosong mencekam. “Ga ada yang berani lagi mba, dikerjain terus
polisinya,” jelas bang Imam dan melanjutkan cerita-cerita horornya. Untung saja
malam berakhir tidak ditempat seperti ini, masih di arus sungai yang terbentang
luas.
Pos polisi yang horor itu |
Satu
hal lagi di Leakey ini adalah Siswi (Orangutan) yang berusaha naik ke atas
klotok kami ketika nyender di dermaga menunggu tamu yang lain. Semua penumpang
panik tapi buru-buru salah seorang kru klotok mengusirnya pelan.
Kejutan manis di malam terakhir ini
adalah makan malam diantara Kunang-Kunang. Klotok merapat pada sebuah pohon
kerlap-kelip. “See, itu Kunang-Kunang.” Teriak tamu yang lainnya. Segera klotok
merapat mencari posisi yang pas. Mematikan lampu kapal dan menyaksikan
kerlap-kerlip cahaya Kunang-Kunang. Saking semuanya antusias kapal sempat oleng
dan miring karena penumpang kapal tetangga yang masih satu group berhamburan ke
kapal kami untuk menyaksikan lebih dekat keindahan binatang cahaya ini. Again and again, iam speechless, Masya
Allah, betapa indahnya perjalanan ini.
Disamping itu ada juga yang tidak
kalah bahagianya, yaitu beberapa tamu yang sedang akan menyambut Natal esok
hari. Ini bak pohon natal dan ucapan selamat natal untuk mereka. Merry
Christmas.
Senin, 25 December
2017
Sampai
esok harinya masih terus kejutan-kejutan lain berlanjut.
Alarm
subuh ku berbunyi, syetan masih memaksaku untuk tidur pulas padahal waktu subuh
sudah datang. Segera kulawan. Setelah melaksanakan 2 rakaat aku mengintip dari
balik terpal, O My God, kemilau matahari pagi. Sunriseeee. Hampir semua tamu
kelabakan segera bangun dan mengambil perlengkapan camera mereka mengabadikan
moment matahari pagi ini. Langsung seketika rusuh, saling membangunkan. “Sunrise…sunrise”
nya bagus. Mendengar sunrise semua segera bangun, lalu apa kabarnya ketika
disuruh bangun melaksanakan sholat subuh? Guyonan salah seorang tamu, “Disuruh
bangun sholat subuh aja entar-entaran, giliran, dibilang sunrise langsung
bangun.” Begitulah.
Masya Allah pagi ini |
The last day is nothing
actually. Hari ini lebih tepatnya adalah hari leyeh-leyeh,
santai, bercengkrama. Tidak ada lagi
trekking ke hutan, tidak ada lagi drama main air hujan ala-ala India. Hari ini
adalah hari penutup cerita. Kesimpulan dalam kebersamaan kami selama 3 hari.
Hari bertukar nomor HP, sosial media dan hari kembalinya ke dunia nyata.
Jaringan ponsel dan internet pelan-pelan mulai tampak. Ada yang langsung sibuk
dengan gadget masing-masing, ada juga yang tetap sibuk di balik buku bacaan dan
ada juga yang tetap sibuk berbagi cerita lebih detail. Dan aku termasuk
golongan yang tidak ingin trip ini segera berakhir. Tapi ya mau bagaimana lagi,
setiap pertemuan tentu ada perpisahan.
See you again Orangutan |
Sebagai penutup ternyata bang Imam menyiapkan kejutan untuk kami. Hidangan penutup untuk trip ini, jamuan Soto Manggala. Mungkin karena obrolan kami tentang soto khas Kalimantan Tengah ini diantara waktu-waktu cengkrama membuat bang Imam peka dan menyajikan hidangan ini sebagai hidangan penutup. It’s really by the way, ini soto terenak yang pernah saya cicipi. Soto yang identik daging, ternyata sama sekali tak ada komposisi daging di dalamnya. Pokoknya ini adalah Soto terenak sejagat Kalimantan (for me).
Soto Manggala, soto terenak sejagat Kalimantan |
Now, it’s really time to say good
bye.
Tidak bakal ada teriaan-teriakan minta sambel, tidak bakalan ada lagi
teriakan-teriakan minta kerupuk pada saat makan. Tidak bakal lagi ada
teriakan-teriakan “ada orang” di kamar mandi. The trip is over.
Thank
you for you all.
Dan
teruntuk @BeBorneoTour (Bang Indra) terima kasih untuk pelayanan dan team yang
luar biasanya. 3 hari paling berkesan, living on board, no signal, hidup dengan
orang-orang baru, menikmati keindahan Sungai Sekonyer dan Taman Nasional
Tanjung Putting. Terima kasih untuk tripnya. You guys, I do recommend this tour agency for you if you hv a plan to
visit Tanjung Puting National Park.
Mari berpetualang guys |