Kami Mendaki (Gunung Gede) Untuk Belajar
Oktober 27, 2016Selamat Pagi Alun-Alun Surya Kencana |
Alam tidak hanya memberikan keindahan dalam setiap pesonanya. Jauh lebih dari itu alam selalu memberikan pelajaran berharga pada setiap tapakan kaki menuju padanya. Laut, gunung, daratan tidak henti-hentinya menyuguhkan berbagai daya tarik dan di sepanjang itulah selalu ada celah untuk belajar darinya. Belajar untuk kita, diri sendiri, mereka dan tentunya mengajarkan juga pada adik-adik di luar sana yang masih menginjakkan kaki di bangku pendidikan. Itulah cuplikan yang dapat aku saksikan ketika berbaur dengan alam dan melihat perjuangan semangat membara di setiap mata siswa-siswi yang bertaruh ego di puncak pendakian Gunung Gede.
Siap memboyong mereka untuk lebih dekat dengan alam |
Rabu, 13 April 2016
Tidur nyenyak di jam setengah satu dini hari harus terganggu demi persiapan pemberangkatan pendakian Gunung Gede menuju Gunung Putri. Ini adalah pendakian perdana yang berbeda buatku. Memboyong hampir lima puluh siswa menuju gunung yang berketinggian 2958 mdpl. Pendakian ini adalah cara mereka untuk melepas penat otak setelah akhirnya pertempuran UN dilaksanakan dengan lancar. Jeda setengah hari setelah ujian tidak menciutkan nyali mereka untuk segera berpetualang mencari ilmu baru dan belajar lebih jauh pada alam.
Dua truck TNI siap mengantar membelah malam menuju pos pendakian Gunung Gede jalur Putri. Interaksi dengan Tuhan pun tidak lepas sedikit pun selama pendakian. Mulai sholat shubuh mencuri waktu di masjid Attaawun Cisarua Puncak sampai empat waktu berikutnya tetap terlaksana sesuai ketentuan musafir yang sedang berada dalam perjalanan. Ini adalah pelajaran pertama yang aku petik dari pendakian kali ini, Setiap langkah, ingatlah Sang Pencipta selalu ada.
Pemanasan sebelum nanjak |
Gunung
Gede yang berada dalam lingkup Taman Nasional Gede Pangrango ini terletak di
tiga kabupaten di JawaBarat ; Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Gunung ini juga
menjadi impian saya dari tahun 2013 hingga April tahun ini baru bisa menjamahnya.
Alun-Alun Surya Kencana adalah primadona yang disanjung-sanjung setiap pendaki.
Meski tergolong gunung yang relatif bersahabat untuk pendaki pemula, tapi trek
dari Putri yang notabone selalu dijadikan alternatef turun membuat perjuangan panjang
tidak henti-hentinya dilalui oleh rombongan pendakian saya kali ini.
Pendakian
yang dimulai dari jam 9 pagi bersama anak-anak langsung dibumbui curah hujan
yang tak kunjung reda, rain coat yang sudah tidak sanggup lagi menahan percikan
air hujan yang menyelinap dari bebalik daun-daun pepohonan. Tapi satu yang
pasti, semangat mereka tak urungs edikit pun. Berjuang di antara helaan nafas ngos-ngosan.
Trek basah dan licin selama pendakian |
Alam
bukanlah hal yang patut ditakuti oleh orang tua di luar sana. Bermain lumpur,
basah-basahan dan berbecek-becek ria adalah kesenangan yang tidak dapat dibeli
di bangku sekolah. Di dunia bebas inilah mereka bisa belajar,
salah satunya di ketinggian gunung yang membentuk jati diri mereka. Mendaki gunung
itu bisa mengukur sedangkal mana dirimu, sepeduli apa kamu pada teman dan team
mu, sepintar apa kamu mensiasati keadaan di depan sana. Ini pelajaran untuk
para remaja pemula di sana yang tertarik dengan dunia adventure. Tidak hanya sekadar
huru-hara melainkan belajar membentuk dan menumbuhkan bibit-bibit yang siap dilempar
ke hutan.
Pendakian
bersimbah air hujan selama kurang lebih tujuh jam,
makan siang berkuah rintik-rintik air dan tanjakan-tanjakan yang tiada henti
dapat ditaklukan oleh mereka hingga mencapai Alun-Alun Surya Kencana Timursore
ini di jam 4. Menelusuri hamparan padang edelwis (meski sedang tidak mekar) lumayan
dapat mengobati penat selama pendakian.
Wajah riang dari Alun-Alun Surken |
Alun-Alun Surya Kencana adalah lokasi camp yang paling
dekat dari puncak, terutama via jalur Putri. Meski tanjakan hebat setelahnya
namun di sinilah titik sumber air terakhir terutama disaat musim hujan.
Ilmu lain dalam dunia pendakian itu adalah cara bertahan
di alam. Bagaimana mempersiapkan diri menghadapi segala situasi, dan perubahan
rencana alam yang bisa terjadi secara mendadak. Tidak hanya itu dunia pendakian
juga akan memberikan pelajaran hebat pada mereka yang memang perlu diarahkan.
Seperti mengolah makanan di alam bebas dengan keterbatasan bahan, peralatan dan
memporsikan segala sesuatunya dengan tepat, apalagi urusan perut, tidak ada
kata tunda selain mengisinya dengan memperhatikan standar karbohidrat dan
semacamnya.
Bertahan mengalahkan ketakutan juga merupakan pelajaran
penting, mengukur batas diri dan berkerja sama secara team. Mendirikan tenda
misalnya, butuh kerjasama yang kompak terutama bagi pemula yang sama sekali
awam akan hal rumah lapangan ini. Tapi di sinilah, pelajaran itu dapat
diterapkan. Sama halnya juga dalam mengolah sampah, gunung bisa menjadi tempat
untuk memberikan pelajaran peduli terhadap lingkungan, menjaga kelestarian dan
menumbuhkan rasa empati terhadap sekitar.
Di
gunung kami juga bisa makan enak
|
Bermalam di Surken dengan selimut dingin mengobati lelah
satu hari kemaren selama pendakian bersimbah air hujan. Pagi yang terik menyapa
padang edelwis dengan semburan matahari. Anak-anak sudah siap dengan
pertempuran mereka dalam nesting, kompor dan berbagai perbekalan lainnya untuk
persiapan sumit dan lintas turun kembali via Cibodas. Biasanya kebanyakan para
pendaki mengambil jalur Cibodas-Putri, tapi lain dengan kami yang mengambil
lintas sebaliknya. Diperkirakan sampai pos Cibodas sore hari, maka dari itu
semua yang berkaitan dengan konsumsi perut sebagai penunjang stamina harus
dipersiapkan semaksimal mungkin. Perjalanan menuju puncak dimulai jam sembilan
pagi, 45-60 menit tanjakan hebat tiada henti sampai akhirnya terlihatlah puncak
Pangrango dikejauhan, “Sudah sampai puncak, semangat teman-temaaaaan ...”
teriakan-teriakan menyemangati pendaki sejawat yang masih ngos-ngosan menuju
puncak. Tidak berlama-lama, cukup 30 menit menikmati keindahan Puncak Gede,
kami sekeluarga memutuskan kembali turun. Alhamdulillah cuaca sangat
bersahabat, kabut tidak sedikit pun menutupi suguhan menawan Puncak Gede.
Perjuangan panjang masih terus dilakukan hingga sampai pos Cibodas. Kandang
Badak, air panas dan terus sore menyapa hingga pos akhir.
Puncak Pangrango dikejauhan |
Masih di
puncak gunung Gede
|
Mengarahkan siswa-siswi menuju alam bebas bukanlah
sesuatu yang harus ditakutkan terutama oleh orang tua. Dengan perbekalan ilmu
yang sudah diterangkan, logistic yang sesuai dengan ketentuan, perlengkapan yang
maksimal, didampingi oleh pendamping maupun guide setempat dan persiapan fisik
dari pendaki cukuplah menjadi bekal berbaur dengan alam. Pengarahan sebelum
pendakian tentunya juga harus disosialisasikan dengan baik.
Mendaki gunung bukanlah hanya kegiatan uring-uringan
menuju puncak, berpoto ria dan “berpesta”dalam kebahagiaan. Jauh dari itu
sesungguhnya melewati setiap lintasan jalur pendakian adalah pelajaran berharga
yang patut disyukuri, memberikan pengalaman yang pastinya tidak akan pernah
terlupakan. Untuk generasi muda terutama
yang masih menginjakkan kaki di bangku sekolah menengah atas, tidak ada
salahnya dikenalkan kepada alam tentunya dengan perbekalan dan ilmu matang yang
sudah dikenalkan terlebih dahulu agar kelak mereka tidak hanya menjadi
segelintir masyarakat perusak alam yang mengatasnamakan pecinta alam.
Seiring makin maraknya kegiatan adventure yang
digandrongi oleh anak muda dan masyarakat Indonesia umumnya tentulah menjadi
peer yang sangat penting untuk mengarahkan mereka yang mengaku pecinta alam tidak
hanya menjadi penikmat melainkan menjadi jiwa-jiwa yang selalu peduli pada
alam, melestarikan dan menjaganya. Mendakilah selagi engkau mampu, belajarlah
pada alam selagi engkau bisa, rawatlah mereka, pelihara mereka untuk kelak
bekal bagi anak cucumu agar bisa juga merasakan betapa indahnya alam bumi
Indonesia ini, betapa cantiknya karya Tangan Tuhan di Negri Pertiwi ini dan
betapa gunung-gunung yang berjejer di sepanjang bumi Nusantara ini selalu
menyuguhkan ketakjuban yang luar biasa.
Mendaki gunung adalah bentuk
menyatukan diri dengan alam.
Eistera Gritanefic
Salam Tenda |
0 Comments