Oh, Jilbab Traveler
Juli 15, 2016Film Indonesia ini juga merupakan salah satu film yang masuk list wajib tonton dalam draft bioskop saya. Maklum saya sebenarnya bukan pecinta film Indonesia namun saya berusaha menumbuhkan rasa cinta itu dengan mengapresiasi setiap karya yang menurut saya layak untuk diberi reward. Setelah sebelumnya garapan film Assalamualaikum Beijing yang juga diangkat ke layar lebar berdasarkan penuturan sepuluh jari Asma Nadia dengan novel yang sama, tentunya film ini juga menumbuhkan interpretasi lebih dalam diri saya. Namun apa? Kenyataannya film ini jauh melenceng dari yang saya harapkan. Saya hanya berusaha memberi review berdasarkan sudut pandang saya, bukan sebagai komentator sepak bola yang sudah menguasai gerak-gerik laga, atau seperti komentar pedas Simon Cowell di panggung Britan's Got Talent. Bukan, ini hanya sebuah oret-oretan yang saya luapkan karena kekecewaan saya terhadap film Jilbab Traveler Love Spark In Korea.
Sebelum penayangan film, ada beberapa link review yang di kirim ke kontak BBM saya oleh teman-teman yang tahu saya sangat menantikan film ini tayang. Tapi tidak sedikitpun saya buka link tersebut bahkan untuk membaca sinopsisnya pun tidak, saya hanya melirik sesaat thriller nya dan oke I must watch it. Sepuluh hari penanyangan di bioskop, harusnya film ini masih bertengger elok donk-jika memang sesuai dengan yang diharapkan-, tapi saya sungguh kaget saat membeli tiket, loh kenapa hanya ada dua kali penanyangan saja? Sedangkan film Rudy Habibie yang jauh lebih dulu tayang masih memiliki lima kali jam penanyangan di bioskop yan sama. Saya sudah mulai curiga, tapi tiket sudah terlanjut beli dan saya berusaha santai sembari ngecek-ngecek jadwal di bioskop lain. Dan benar, banyak yang tidak tayang dibeberapa bioskop kesayangan. Saya makin khawatir. Dan puncaknya saat film diputar di bioskop, penonton pun tidak mbludak seperti biasanya. Apa mungkin weekdays atau memang, jangan-jangan, filmnya memang tidak seperti yang diharapkan.
Oke, hal pertama yang saya tangkap dari film ini adalah iklan yang bertebaran di mana-mana. Ampunn sumpah bikin saya geli euy. Diawal di buka dengan iklan Ransel Consina yang dipakai Rania pada saat ke Baluran. Eh tapi saya tidak tahu persis juga sih, apa memang sponsor atau hanya kebetulan dipakai oleh si BCL. Tapi logonya menonjol banget cuy. Atau memang karena saya memakai merek yang sama jadi tahu persis logonya. Intinya ini ransel sempat menarik perhatian saya. Saya membayangkan bertandang ke outdoor shop Consina dengan penampilan yang berhijab dan akan langsung ditawarkan “Ini loh ransel yang dipakai BCL di film Jilbab Traveler saat di Baluran.”
Banyak iklan book.... ucing bebi...dananya geude bangat kali ya, jadi iklannya banyak banget. Ada iklan Chocolatos yang lagi di emil sama Ringgo, trus ada iklan semacam tolak angin gitu, tapi saya tidak tahu persis deh namanya apa, bungkusnya hijau dah, yang harus dibawa Rania ke Korea biar ga masuk angin di sana. Trus ada juga iklan sekilas tentang camera yang di pakai Rania. Ini saya juga tidak tahu persis, apa memang sponsor atau hanya kebetulan saja, merek cameranya sih saya perhatikan ga ke shoot detail, tapi tali cameranya saya naksir, sumpah, pengen nyari yang kaya gitu warna dan modelnya.
Satu lagi iklan penginapan di Ijen. Nama penginapannya di shoot keras euy. Lagi-lagi saya ga tahu ya apa ini memang sponsor atau nama yang dibuat-buat saja. Nah ngomong-ngomong Ijen, ada satu yang janggal bagi saya. Tapi entar ya dibahasnya, ada iklan yang lebih penting lagi nih di film ini. Iklan cosmetik coy. Pasti tahulah ya. Wardah. OMG jelas banget beberapa kali di shoot saat Ringgo make ini cream trus kakak perempuan Rania yang memamerkan lengkap satu produk. Ccckckck geli ngeliatnya. Tapi mau bagaimana lagi ya, sponsor ya tetap sponsor yang mendukung penggarapan sebuah film dari sisi finansial.
Oke kembali ke scene Ijen dalam film ini, yang menonjolkan sisi keindahan Baluran dan Kawah Ijen. Sebagai seseorang yang sudah pernah menapakkan kaki ke ke dua spot andalan Jawa Timur ini (maaf bukan sombong), ada yang janggal saya lihat. Setahu saya blue fire itu hanya bisa disaksikan di dini hari sekitar jam 2-3. Mencapai puncak Ijen dan turun ke kawah lumayan memakan waktu loh. Tapi kenapa tiba-tiba Rania sudah ketinggalan angkot dan terpaksa menginap? Atau apa mereka menyaksikan blue fire itu di jam-jam setelah isya? Possible kah? (Mohon diluruskan kalau memang saya yang keliru).
Terlepas dari iklan dan kejanggalan di atas, memang alur cerita film ini sungguh membuat saya bingung. Terkesan memaksakan dan halllo mau dibawa ke mana ceritanya?
Rania ke Korea karena ada undangan semacam writing workshop, tapi sampai dia kembali ke Indonesia tidak sekalipun scene saat seminar ditampilkan dalam film ini. Kemahalan kali ya menampikan saat adegan seperti itu yang pastinya akan banyak mencari pemain orang luar karena seminar itu international dan dihadiri dari berbagai negara. Jadi sepanjang Rania di Korea hanya menayangkan keindahan Korea dalam saljunya tanpa memperhatikan jalan cerita yang di nanti-nanti oleh penonton.
Jujur, sangat susah saya menemukan scene yang menohok, yang TEG. Air mata BCL pun terkesan dipaksakan untuk membuat penonton ikut mengambil tisue dan memeras air mata. Tapi tidak, air mata saya tidak sedikitpun nongol untuk film ini. Feel nya tidak dapat sama sekali. Jauh.
Tapi akting Giring saya akui jempol. Saya tidak menyangka ternyata lelaki berkacamata yang tenang itu adalah Giring Nidji. Kau kemanakan rambut kriwil-kriwil mu itu Giring? Tapi dengan gaya yang seperti itu kau berhasil mengelabuiku.
Untuk pemeran Alvin, Ringgo lumayan cukup bagus membuat bumbu humor dalam film ini yang tetap sesuai dengan gaya dia.Tapi sebagai seseorang yang sudah bekerja di Korea, kurang sekali percakapan dalam bahasa Korea yang diangkat. Ringgo paling hanya satu, dua patah kata berucap bahasa Korea dan itu pun kata-kata standart seperti saat dia di labrak oleh pacar Morgan si orang Korea.
Overall para pemain sudah memberikan akting terbaik mereka, seperti Morgan yang totalitas dalam aktingnya dibalik rambut ala potograper handalnya. Tapi tetap, feel dalam film ini sungguh sangat jauh diluar ekspektasi saya (pribadi). Tidak ngena. Rate 1-10, angka 5 pun tidak mencapai dalam interpretasi saya.
Intinya, saya kecewa sodara-sodara. Sudah, itu saja.
1 Comments
nah sy mau komen juga, ember Blue Fire keluarnya jam 2-3 saya saja wkt kesana krn hujan ga dapat.
BalasHapus