Amak Di Perantauan
Januari 19, 2016
Semua hanya
tentang sebuah perjalanan. Berawal dan berakhir. Pertemuan-perpisahan.
Kebahagiaan dan duka yang ditinggalkan. Keputusan harus diambil karena di sanalah
babak baru itu akan dimulai.
---
Juli 2009
Alunan Hijau Daun dalam Sampai Kau Bicara berdendang mengantarkan
langkah kaki sepotong harapan jiwa muda yang merindu kehidupan lebih baik di
luar sana. Melodi mengaung bersama air mata yang terselip di kedua pelupuk
mata. Tertahan oleh kerasnya kemauan. 18 tahun bukanlah menjadi penghalang
tekad, niat dan usaha keras yang sudah
dihunuskan. 1.1jt pun dengan mantap menjadi modal dalam perniagaan hidup.
Keyakinan dan entah apa yang merasuki sehingga itu sudah menjadi harga mati
yang harus diambil.
Itu hanya sebuah perjalanan.
Pertemuan dan perpisahan.
Permulaan, proses dan akhir.
Keberanian, menjalani, kalah dan
mengulangi.
Keyakinan, tekad, usaha, do’a dan kerja keras.
Langkah kaki, berjalan, bergerak,
termotifasi, perubahan dan keputusan.
Sekali lagi … ini hanya hidup … bukan
keabadian, kekekalan dan selamanya. Semua punya alur cerita masing-masing.
---
Hampir satu hari melewati babak baru. Meninggalkan kisah manis di sana
dan mencoba “mengekang” diri dalam ketakutan yang dirasakan selama ini. Pilihan
sudah diambil. Keputusan sudah dilaksanakan. Sekarang tinggal menjalani yang di
depan mata dan kembali mencoba membangun zona aman sampai batas waktu yang
ditentukan.
Piatu … bukan selamanya berarti tidak beribu atau kekurangan belas kasih
jalan menuju surga itu. Hanya berdasarkan niat dan cara yang elegan untuk
menjalani atau menutupinya. Dua tahun
lebih bersama bisa membangun karakter seorang Ibu yang didamba. Ibu kosan yang
kebanyakan dipanggil orang dengan sebutan Mpok Ntas. 10 januari 2016 adalah
sesi terakhir aku mendengar bunyi ulekan pagi buta di warung sebelah. Aku
menarik nafas panjang berbicara padanya ketika hendak pamit seminggu lagi. Dia
melebihi Ibu Kosan dari kebanyakannya. Urung niat sering aku coba redam, tapi
apalah daya semua harus diungkap.
Terima kasih Mpok, sudah menjadi
bahagian terindah dalam perjalananku. Terima kasih belai kasih dan perhatianmu
padaku. Meski tidak kan pernah ku dengar lagi teriakanmu di pagi hari, tapi
ketahuilah kelak aku akan sangat merindu itu. Kau gedor pintu dan jendela
kamarku, “Wilda…Wilda…Bangun !!!” Kau ulangi lagi sampai suara parauku menyahut
dari dalam. Meski akhirnya kadang kau lelah juga dalam usaha.
Terima kasih Mpok, aku pasti akan merindu
teriakanmu di kala waktu sahur, rindu ayam goreng yang kau bagi ke kamarku,
rindu resol, bakwan, tempe goreng dengan kuah kacang itu di waktu buka dan
rindu perjalanan bersamamu melangkahkan kaki ke masjid untuk sholat tarawih.
Walau pada akhirnya semangatmu hanya di beberapa awal bulan puasa saja, tapi tak
pernah lupa kau bertanya dan menyuruhku ke masjid Muhajirin di ujung jalan
sana.
Terima kasih Mpok, aku pasti akan
sangat merindukan nasi uduk dan gado-gado khas andalan ulekan tanganmu. Di mana lagi coba aku akan bisa membayar nasi
uduk 2 rebu komplit nasi, mie, gorengan dan semur tahu? Di mana lagi coba aku
akan makan gado-gado super enak dan mak nyus seharga 5 rebu? Di mana lagi coba
aku akan makan gratis di akhir-akhir tanggal tua selain ditempatmu? Ah, jika
merindu izinkan aku selalu ya mengetuk pintu rumahmu.
Terima kasih Mpok, aku pasti akan
selalu merindukanmu di saat hujan turun. Betapa tidak, jemuran terbentang
banyak di depan kosan, kau lah yang selalu mengangkat dan menyelamatkannya dari
guyuran air langit itu. Kau jugalah yang selalu merapikannya saat aku pulang
malam. Kau jugalah yang keesokan paginya berteriak logat betawimu, “ Wilda
jemuran lu tuh!”, di mana aku malah balik bertanya, “Eh, emang kemaren nyuci
ya?” Ah dasar, maklumlah bu, Aku ini anak muda penuh cinta yang tak luput dari
dosa.
Terima kasih Mpok, aku pasti akan
merindukanmu dikala aku terbaring sakit. Kau kewalahan jam 4 pagi itu
mencarikan tukang urut setelah aku tidak berhenti merintih dan menekan perut
yang kesakitan dari semalam. Kau juga pontang-ponting berlarian ke jalanan memanggilkan
ojek menyuruh antarkan aku ke rumah sakit. Kau isikan botol itu air hangat dan
kau kerok punggungku kala aku mulai mengeluh sakit lagi dan lagi.
Terima kasih Mpok, aku pasti akan
merindukanmu kala traveling sudah harus dijalani. Kau tolong jaga kamar dan
semua barang-barangku selama perjalanan panjang itu ku lakukan tanpa batas. Kau
hanya bertanya ke mana aku akan melangkah. Kau berkata, “Selagi muda pergilah
kau ke manapun kau suka!”
Terima kasih Mpok, atas semua yang
pernah kita lalui bersama. Curhatanku-nasehatmu, mauku-berimu, inginku-lapang
dadamu.
Tenang Mpok,
Kau tidak akan mendengar lagi
dentuman speaker keras dari kamar sebelah.
Kau tidak akan mendengar lagi
ocehanku yang panjang dengan nada keras ketika telpon dari seberang sedang
kuterima.
Kau tidak perlu lagi minta maaf di
pagi hari jika malam kau bersilat lidah dengan si babe.
Kau tidak akan lagi cemas menungguku
yang tidak pulang-pulang sampai keesokan paginya. Bagaimana aku bisa
mengabarimu kalau aku menginap di tempat teman, bertukar nomor telpon pun kita
tidak pernah.
Kau tidak akan naik darah lagi karena
ku isengi di saat humorisku kambuh mencuat.
Satu yang pasti Mpok, kau tidak akan
pernah menemukan lagi mantan penghuni kosan sepertiku, yang terang-terangan memelas belas kasihmu agar
harga kosan tidak naik seperti maumu. Semua mesti mauku dan kau berlalu, “Ah,
terserah lu aja deh.”
Sekali lagi, Terima kasih ocehan,
semangat, nasehat dan do’a yang selalu kau iringi untukku.
Terima kasih Amak di perantauan.
BSD 10-01-16
Ibu Kosan beserta cucu-cucunya |
Lapeeeerrr Maaaak |
0 Comments