Travelmate Itu adalah Dia Yang Mengerti Kita
Oktober 22, 2015
Di
Pantai Parangtritis persahabatan kami melekat
|
Dia bernama asli
Purwanti atau memakai panggilan “beken” di sosial media dengan sebutan Purin
Plurr. Gadis kelahiran Klaten ini aku temui ketika pertama kali menginjakkan
kaki di Kroya untuk transit menuju Yogyakarta. April 2012 sebuah perjalanan
menelusuri Kota Istimewa ini mempertemukan kami, berbagai memori mulai kami
ukir untuk sebuah persahabatan. Dimulai dengan kebersamaaan berbagi tawa di Gurun Sahara Yogyakarta (Gumuk Pasir
Parang Kusumo), menikmati senja di Pantai Parangtritis, berbaur dengan
Angkringan KR, pacu adrenalin di Goa Pindul, melukis kisah di Puthuk Setumbu serta
mengenal peradaban Candi Borobudur. Dua hari itu menorehkan keakraban diantara
kami, lelucon dan guyonan pun ikut membumbui seolah dua manusia ini sudah lama saling
kenal. Kota dengan icon Malioboro inilah menjadi awal kedekatan antara kami. Beranjak
meninggalkan Jogja komunikasi kami makin akrab, FB-smsan,-e-mail menjadi
andalan kami dan tentunya oborolan jitu adalah mengenai keindahan alam
Indonesia. Setiap kali mengumandangkan yang namanya traveling, semangat kami
makin menggebu-gebu, menyorot tempat-tempat indah di seantaro nusantara.
Pulau Tidung – Kepulauan
Seribu, adalah tempat kedua yang mempertemukan kami. Inipun berawal dari
kelihaian mencuri-curi waktu di tempat kerja, chating dan mencari-cari info apa
destinasi berikutnya yang akan kami kunjugi. Terpilihlah dia (Pulau Tidung) salah
satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu. Suka duka perjalanan pun kami nikmati
bersama; berdesak-desakan di atas kapal kayu, menggowes sepeda mengelilingi
pulau, berinteraksi dengan alam bawah laut Tidung, bahkan mencoba memberanikan
diri terjun bebas dari jembatan cinta dengan ketinggian ±5m. Awalnya aku
berpikir anak semata wayang ini adalah tipe orang yang hanya suka dengan wisata
“santai”, elegan, tidak mau ribet dan tidak suka hal-hal ekstrim. Tapi pradugaku
itu akhirnya terbantahkan setelah tahu ternyata dia sehati denganku; mencintai
laut, merindukan gunung, menjelajah daratan dan yang utama paling terpenting
dia juga tipikal pejalan murah dengan budget minim sepertiku atau dikenal
dengan panggilan seorang Backpacker. Memiliki kesamaan hoby, mengerti watak
sesama teman dan mau di ajak “susah” dengan alasan itulah akhirnya aku segera
mendeklarasikan “you are my true travel mate “.
Pulau
Tidung saksi ke-dua perkawanan kami
|
Blusukan kami
terus berlanjut ke destinasi berikutnya yang siap untuk kami toreh kembali!! Pertempuran
dan tujuan melancong pun semakin merambah ke arah timur Negri Pertiwi. Kali ini
tujuan kami mengunjugi salah satu pulau ternama di Indonesia yaitu Pulau Bali. Perburuan
tiket pun dimulai
jauh-jauh hari, mencari segala informasi murah tentang surganya para bule ini,
info tentang penginapan, kuliner, objek wisata dan yang paling penting tebengan
selama disana. Yap, kami adalah pejalan mandiri, segala konsekuensi siap kami
hadapi di depan, “ kalo bisa murah kenapa harus mahal?” motto itu semakin menggenjot aura petualangan kami. Berbagai
komunitas Backpacker di dunia maya mulai kami jelajahi .Link setiap maskapaipun
tak luput dari pantauan demi mengharapkan tiket promo yang murah meriah. Bertukaran
e-mail tentang itinerary, kegirangan akhirnya berhasil mendapatkan host selama 2 malam disana berkat CS (Couch
Surfing), berhasil “merayu” sopir sekaligus yang akan menjadi guide kami selama
disana dengan harga murah. Akh, sungguh tidak sabar lagi akan perjalanan
menjelajah Bali.
22 Oktober 2012
Tadaaaa,
here we come .... “ Selamat malam Bali ”
Finally,
aku dapat mengucapkan salam langsung pada tanah nan kaya ini. Semua berasa
seperti mimpi, maklum, dulu aku hanya mengenal
Bali dari namanya saja dan melihat
keindahannya dari layar 14 inc. But now, aku sudah siap “bercinta” dengannya. Bermaknanya
sebuah perjalanan bukan dilihat dari kemewahan yang disajikan, terkadang dari
banyak perjuangan dan semangat sesama teman dari sanalah sebuah kesan agung
akan membahana.
Pulau
Dewata menjadi tempat ketiga saksi keakraban di antara kami. Persahabatan yang
terikrarkan tanpa lisan, tapi tersiratkan dengan balutan ucap syukur kami akan
keindahan alam cipataan Tuhan.
Hey Kuta,
sebernarnya kami baru saling mengenal beberapa bulan yang lalu lo :D
Pribadi yang
sama-sama baru, perbedaan tanah kelahiran, selisih umur dan perbedaan-perbedaan
lainnya tidak menjadi penghalang kebersamaan, yang terpenting masih dalam satu misi yaitu “Traveling”.
Long Trip
kali ini adalah perjalanan yang paling berkesan sepanjang sejarah traveling
saya. Menjelajah banyak tempat selama 7 hari, berpindah dari suatu desa ke kota
berikutnya, berlayar dari satu pulau ke pulau lainnya, mempelajari
adat-istiadat sekitar, berinteraksi dengan kearifan lokal, menjepret setiap hal
yang ditemui dan semuanya saya lakukan
secara enjoy tanpa
batasan waktu tanpa kekangan aturan dan tentunya di temani oleh seorang kawan
yang penuh pengertian.
Pantai Kuta
menyambut pagi pertama kami dengan hangat, Monument Bom Bali mengingatkan kami
akan bencana terdahulu di tanah ini, Tanjong Benoa menawarkan jagoan
Parasailingnya, Bedugul dengan hawa dinginnya, Danau Buyan dengan keapikannya
dan Tanah Lot dengan Sunset terindahnya menjadi penutup bahagia perjalanan hari
ini.
Aku
dan kawanku di Pantai Kuta
|
Setiap
memulai perjalanan, rencana B dan C itu wajib hukumnya menjadi pegangan seorang
traveler. Karena situasi dan kondisi di jalanan kita tidak akan pernah tahu.
Dan itulah yang menjadi awal perdebatan antara aku dan Purwanti. Dukanya memiliki
seorang travel mate terkadang kita sering beradu argument, yang satu ingin
kesana sedangkan kita ingin kesini, kita masih ingin berlama-lama dianya sudah
ingin pergi. Tapi sebenarnya itu bukanlah big problem selama kita mempersiapkan
perjalanan dengan segala resiko yang mungkin akan terjadi.
Hari
ke-tiga petualangan long trip kali ini sebenarnya adalah hari dimana kami juga akan
menginjakkan kaki di Pulau Saribu Masjid setelah sehari sebelumnya merasakan
deburan ombak di Blue Point, Padang-Padang Beach, mengunjugi Pura Taman Ayun,
mencicipi pisang goreng + teh manis di Puri Bali Nyang-Nyang, dan menyaksikan
kembali sunset terindah di Uluwatu serta melanjutkan menjadi saksi pertunjukan
Tari Kecak. Kami melirik Pulau Lombok setelah mendapat referensi dari internet
bahwa keindahannya dapat melebihi pulau “sebelah”. Dengan jarak tempuh penyebrangan
±5 jam dari Padangbai–Lembar kami bersama-sama memutuskan untuk mengayunkan
langkah di ranah bahari Lombok. Tetapi tiba-tiba Purwanti membatalkan jadwal penyebrangannya
hari ini menuju Lembar dengan alasan ingin mengulang kembali mengabadikan
keindahan pantai-pantai Bali dan membiarkan saya seorang diri terlebih dahulu
berbaur dengan alam Lombok. Kesal pasti, rencana awal terkoyaki, tetapi, rasa itu cepat berlalu, lagi-lagi dengan alasan
“Perjalanan itu berharga jika kita menikmatinya”. Mengambil sisi positif dari
setiap hal yang dilalui.
Bedugul – Bali |
Lombok yang
terkenal akan Gilinya kembali memperbaiki keakraban kami setelah malam pertama
saya di Lombok disusul oleh Purwanti. Amarah itu tidak pernah melekat lama
dalam hati, karena seorang traveler itu, dijamin pasti memiliki hati yang
lapang dan terbuka dengan segala keadaan.
Mengunjungi
3 Gili ternama di Lombok (Gili Trawangan, Meno, Air), melanjutkan ke Gili Sudak
dan Kedis, berpacu melodi dengan alam Senggigi - Malimbu, Pura Batu Bolong
serta melatih tracking ke Air Terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep. Semuanya
adalah kenangan-kenangan indah yang tak bisa kami lupakan. Alam menyatukan persahabatan
kami.
0 Comments