Melongok Taburan Buih Pesona Belitong
Juli 08, 2015
Ngopi Cantik di Warkop
1001 Manggar
Keluar dari Museum Kata perjalanan
dilanjutkan mencari sesuap nasi untuk makan siang dan secangkir kopi pelengkap
nikmat di hari pertama ekplorasi Belitong kali ini. Dalam perjalanan tidak jauh
dari museum, roda empat yang memboyong saya dan kawan-kawan melewati sebuah
rumah besar dua lantai.
“Itu loh rumah Ahok” tunjuk teman.
Semua mata spontan beralih pandang ke
bangunan-yang menurut saya tidak terlalu mewah megah seperti rumah besar
kebanyakan lainnya. Hanya melewati. Ya, tidak mampir. Memandangi sekilas
dibalik jendela mobil. Perjalanan terus berlanjut.
Mengapa
dinamakan Warkop 1001 ?
Seperti diketahui Manggar begitu terkenal
dengan keunikan yang dia miliki, di setiap sudut kota banyak berserakan
warung-warung kopi yang menjajakan kopi khas kota terbesar dan kedua teramai di
Pulau Belitung ini. Jadi tepatlah pilihan kali ini adalah makan siang ditemani
duduk-duduk cantik bersilaturahmi di salah satu warung kopi yang banyak
berjejer di sepanjang Manggar.
Warung Kopi Milenium Manggar, di sinilah
pilihan nongkrong siang ini. Nuansa aroma kopi kental memang sangat akrab
apalagi ditemani oleh menu makan siang yang siap disantap dan ditemani
secangkir kopi khas. Jajaran meja warkop tampak ramai oleh pengunjung lainnya,
baik yang hanya sekadar menyeduh minuman favorit mereka maupun yang juga sedang
bersantap siang di bawah matahari siang menjelang sore di negri laskar pelangi.
Puas mengisi stamina, dua spot penutup siap
untuk ditandangi lagi hari ini. Yaitu
Pantai Serdang dan Vihara Dewi Kwan Im.
Pantai Serdang
Rerumputan pinggir pantai yang bebas sampah |
Menghadap
laut Cina Selatan membuat Pantai Serdang memiliki ombak yang cukup besar
daripada jajaran pantai-pantai lainnya di Belitong. Pantai Serdang Manggar
memiliki cirri khas tersendiri, seperti pasir putihnya yang cukup luas, pohon
pinus laut di sepanjang perjalanan masuk pantai bahkan juga menghiasi
pinggir-pinggir pantai dengan pohonnya yang tinggi dan lebat. Liukan angin sore
pun memperancak sepoaian angin laut sembari melihat dikejauhan barisan perahu
katir warna-warni. Serta tidak ketinggalan bagi pencinta kuliner bisa juga menikmati
hidangan sore di warung-warung sederhana yang berjejer disepanjang bibir
pantai.
Vihara Dewi Kwan Im
Tempat ibadah ini adalah spot penutup
jelajah Belitong hari pertama eksplorasi. Vihara yang selalu ramai pengunjung
terutama saat hari besar keagamaan seperti imlek maupun hari raya waisak ini
tampak semarak dengan nuansa merah yang khas sebagai tempat ibadah umat Budha seperti
lainnya.
Menginjakkan kaki pertama kalinya ke sini,
saya sedikit enggan menaiki puluhan anak tangga untuk mencapai titik vihara
diketinggian apalagi rintik-rintik air hujan turun beberapa saat yang lalu
membasahi perjalanan. Akhirnya saya memutuskan untuk hanya sekadar bertegur
sapa di sebuah warung satu-satunya di sekitaran vihara terbesar dan tertua di
Pulau Belitungi ini. Berbincang dengan penduduk lokal dan meminta segelas air
putih hangat untuk memulihkan perut saya yang sedikit bermasalah.
Kawasan Vihara setelah diguyur rintik hujan |
“Selalu ramai mba di sini, turis luar juga
sering ke sini.” Tambah ibu tua penjaga warung yang saya tanyai beberapa hal
terkait vihara ini.
Meskipun vihara yang terletak di Desa
Burung Mandi ini sudah berumur ratusan tahun, tapi masih tampak beberapa perbaikan
sedang berlangsung.
“Buka dari jam berapa bu warungnya?”
lanjut saya bertanya sembari menyodorkan gelas kosong. “Maaf bu, air putih
hangatnya nambah lagi.”
“Dari pagi mba. Kasihan yang datang kalau
warung saya ga buka. Kan kalau saya buka, bisa neduh di sini panas atau hujan,
bisa juga beli minuman dan makanan kecil lainnya.”
Lekat dengan dominasi warna tangga yang menyentuh |
Tanpa
terasa obrolan singkat saya dengan ibu pemilik warung mungil ini, membuat saya
ingin segera melangkahkan kaki ke atas, melihat lebih dekat pusat ibadah Dewi
Kwan Im ini. Menapaki setiap sudutnya
sampai ke tiga titik tempat sembahyang. Beranjak ke atas vihara, saya sampai di
pusat tempat sembahyang paling besar yaitu Kon Im. Saya menemui beberapa tetua
(bapak-ibu) di sini, mereka sangat ramah bahkan menyambut serta menyilakan
dengan senyuman. Hati saya sungguh terketuk dengan “jamuan” ini. Perbedaan itu
bukanlah alasan untuk kita saling membuat senyum dan merangkul erat
kebersamaan.
Dinner at Mak Panggong
“Gangan Belitong? Apa itu” pertanyaan
sumbang ku pada Dinda.
“Makanan khas Belitong. Isinya
campur-campur. Ada ikan, udang, cumi, lalapan, rendang, sambal belacan dan
macam-macam.”
Ya begitulah satu nampan besar yang
terhidang di atas meja nan begitu menggugah selera siap untuk disantap. Selain
menghadirkan makanan khas Belitong, resto yang beralamat di Jl. Madura No. 1
Tanjungpandan ini juga menyediakan menu-menu lain yang tidak kalah enaknya.
Suasana malam hari juga mendukung kenyamanan dan ketenangan bagi para
pengunjung. Dekorasi yang unik, menarik serta luas yang cukup lumayan
menjadikan Mak Panggong memang sangat diminati bagi para wisatawan untuk
memanjakan lidah.
Sembari menunggu menu hidangan yang
dipesan datang menghampiri meja, di sini para pengunjung juga dapat mencari
atau bahkan membeli cendera mata berupa kaos atau batik khas Belitung. Memang
sangat unik tentunya di dalam satu ruangan besar terdapat dua toko yang
menjajakan oleh-oleh khas Belitong. Jika tidak berminat membeli pakaian-pakaian
yang dipromosikan bisa juga tentunya membeli makanan atau madu khas dari ranah
ini. Atau memang tidak kedua-duanya, silakan mencoba mengambil beberapa
jepretan di lokasi ini teruma satu property yang menarik bagi saya adalah
sebuah sepeda onhtel lengkap dengan atribut ladangnya Terindak, keranjang
rotan dan ambong.. What
guess… sudah pasti tangan saya gatal untuk adu acting di ontel pelengkap
warung ini.
Menu khas yang menggugah selera |
Ontel tua menarik minat para pelanggan warung |
Tidak
hanya itu yang cukup menarik perhatian saya. Saya sempat tersenyum heran melihat
sebuah kaleng mirip corong yang
biasa dipakai oleh penjual bensin eceran di pinggir jalan, terletak di atas
meja. Ternyata itu adalah tempat tissue, sungguh kreatif bukan?
Makan malam ditemanin sajian yang begitu
mantap, suasana yang sangat akrab dan didendang merdu oleh laguan melayu adalah
nikmat yang tak terbantahkan.
Dua toko di dalam warung
menyambut kedatangan
|
Selamat
malam Negri Laskar Pelangi …. Besok pagi kita jumpa lagi.
Minggu, 12 April 2015
Time to go the beach …
Yes
….. The second day ini adalah waktunya untuk mengkerlingkan badan,
mengeksotiskan kulit dan tentunya bertemu para penghuni bawah laut yang
cantik-cantik. Secangkir teh hangat di pagi hari dan ditambah beberapa gorengan
kriyuk yang dihidangkan oleh hotel sudah cukup lumayan menambah energy di pagi
ini. Sang matahari pun tampak tersenyum dan siap memberi salam kehangatannya
untuk sentaro Belitong. Keluar dari kamar sebelum turun, aku sempatkan terlebih
dahulu menghirup udara segar pagi ini di balkon lantai dua. Memejamkan mata
sejenak, menarik nafas dalam dan menyetel radio butut di telinga sembari
mendendangkan lagu seroja.
Bunga seroja ….
Jangan bermenung .. oh adik berhati
bingung…
Ah
… aku terbuai lirik lagu melayu itu. Semua kembali kabur.
Pantai Tanjung Kelayang
Batu Garuda nun di sana terlihat jelas dari bibir pantai |
07.30
Pagi kembali roda empat melaju mengantarkan penumpangnya ke pesona keindahan
Tuhan yang lainnya. Sebuah pantai apik berpasir putih dan tepinya yang dihiasi
oleh biduk-biduk kecil yang sedang bersandar. Inilah dia Pantai Tanjung
Kelayang yang menjadi tempat mulai berlayarnya hati ini menyusuri pulau-pulau
gagah yang berserakan di Belitong.
Sembari mempersiapkan peralatan tempur
snorkeling saya menyempatkan diri berkeliling pantai agak sekejab. Mendekat ke
sebuah gedung besar di sebelah kanan, saya menemukan icon yang memang saya
cari-cari. Apa itu? Ya pastinya tulisan besar yang bertuliskan “WELCOME TO
BELITONG”. Kurang afdol rasanya kalau tidak mengabadikan satu-dua jepretan di
sini. Serasa rukun traveling ada yang kurang kalau tidak sempat mengabadikan setiap
moment di plang-plang objek wisata dimana pun yang saya kunjungi. Setiap
traveler tentunya punya selera masing-masing untuk kenikmatan jalan-jalan mereka.
Dan saya? Selalu memiliki nikmat tersendiri ketika sedang berjalan kaki di
tanah pertiwi ini.
Aula multifungsi terletak di sebelah kanan pantai |
Berjarak
27 km di utara Kota Tanjungpandan, memang pantai ini adalah titik start keberangkatan yang banyak diminati
bagi para pecinta underwater terutama
untuk hoping island ke pulau-pulau
sekitar yang sudah tersohor. 300 meter di ujung pantai sebelah kiri terdapat
kumpulan batu-batu granit besar yang saling bertumpukan. Masing-masing batu
besar tersebut bahkan sudah dinamai menurut bentuk yang menyamai mereka.
Seperti Batu Garuda. Batu ini memiliki ciri seperti kepala burung
Garuda. Disinilah kapal kecil yang hendak membawa penumpang ke spot snorkeling utama berhenti sejenak.
Walaupun tidak menepi namun masih tetap bisa diabadikan dari jarak terdekat dan
tentunya air laut di sini sangat membuat saya takjub. Bening bak hijau toska
dan penampakan ikan-ikan dibawahnya sungguh menggoda iman. Sayang bukan di
sinilah spot snorkeling itu.
Pulau Pasir
Berikutnya kapal kembali menepi di secuil
gundukan pasir putih. Seonggokan pasir putih yang timbul-tenggelam disapu air
laut. Jika tidak dilihat dengan seksama seolah hampir rata dengan kumpulan
bentangan air yang mengelilinginya. Perkenalkan dia adalah Pulau Pasir.
Beberapa pengunjung lain sedang menikmati Pulau Pasir |
Sebuah
pulau yang hanya bisa dijamah dan dilihat ketika air laut sedang surut.
Hamparan pasir putih ini menjadi ciri khas tersendiri baginya. Tidak hanya itu
di pulau mini ini juga banyak terdapat bintang laut yang berserakan
dimana-mana. Mulai dari emak sampai anaknya. Maksud saya mulai dari bintang
laut yang berukuran besar sampai bintang lau yang masih kecil bahkan tidak sampai
seukuran telapak tangan. Mereka kerap terboyong-boyong disapu ombak laut. Tapi tetap ya, tolong
sangat diperhatikan kepedulian kita terhadap ekosistem mereka. Boleh dipegang
tapi jangan di bawa pulang. Boleh poto bareng tapi jangan maksa si bintang laut
jadi “gandengan”.
Bersambung disini
0 Comments