Bait-Bait Akhir Laskar Pelangi
Juli 09, 2015
Cerita
sebelumnya disini
Pulau Lengkuas
Nah, ini dia nih jagoan kekayaan bawah
lautnya Belitong. Air laut yang hijau, tenang dan panas yang tidak terlalu
terik membahana membuat siang ini menjadi sesuatu dapat menyaksikan kumpulan
gerombolan ikan-ikan unik di perairan Belitong. Bermain bersama di
terumbu-terumbu karang yang dapat dengan jelas dilihat dari atas kapal. Jujur,
saya sangat excited untuk segera
mencemplungkan diri ke laut. Gue banget ini.
Primadona dari ratusan pulau yang
terbentang di Belitung ini tidak hanya menyuguhkan keindahan ekosistem bawah
laut, namun banyak lagi tempat-tempat bahkan peninggalan bersejarah yang dapat
disingkap di pulau yang terletak di sebelah utara Pantai Tanjung Kelayang ini. Sebut
saja mercusuar
tua peninggalan Kolonial Belanda pada tahun 1882. Tentu saja saya tidak
akan melewatkan menjajaki mercusuar ini lebih dekat setelah puas bersnorkling
ria di perairan sekitaran Pulau Lengkuas.
Siang menjelang dan menu makan pun sudah
terhidang. Berbagai menu pilihan ikan segar, udang, cumi, kangkung, kerupuk dan
teman-temannya tentu adalah menu makan siang yang istimewa apalagi dinikmati di
pinggir pantai di bawah pepohonan kelapa sembari menjuruskan pandangan ke laut
lepas. Nikmat yang sungguh luar biasa.
Panorama lainnya di pulau yang terletak di
Kecamatan Sijuk ini adalah onggokan batu-batu granit raksasa yang
unik di sisi kiri pantai. Kumpulan granit raksasa ini akan semakin mempesona
jiwa ketika dapat jua dipandang dari atas ketinggian mercusuar.
Jika
anda adalah pecinta ketinggian atau ingin menguji adrenalin, naikilah mercusuar
yang berumur ratusan tahun ini. Tentunya setelah stamina dan kondisi mendukung fisik.
Sebelum masuk ke ruang utama lantai bawah mercusuar, para pengunjung diminta
untuk melepaskan sandal/sepatu, mencuci kaki, gosok gigi, dan tidur. Eitss,,,
dua terakhir abaikan. Bukan termasuk kategori ya (coret). Fisik yang kuat
sangat-sangat penting ketika memutuskan menaiki mercusuar tua ini, 17 lantai
dengan kemiringan tajam memang bisa membuat nafas ngos-ngosan. Tetapi jangan
ragu dan bimbang, setelah kerja keras itu pemandangan spektakuler siap
menyambut ketika sampai di puncak. Lingkaran keindahan Belitung benar-benar
membayar lunas semua usaha. Hamparan batu granit, birunya lautan, laut lepas
yang tiada berkesudahan adalah bonus cantik pesona Belitung yang ditawarkan.
Pantai Tanjung Tinggi
Menarilah
dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang Kuasa
Cinta kita di dunia ……………… selama
Kita
? Iya kita … kamu dan aku.
Tujuh tahun silam di sinilah lokasi
syuting sebuah film fenomenal yang mengguncang Indonesia bahkan dunia dengan
kisahnya yang sangat menginspirasi setiap jiwa. Tidak pernah berhenti berusaha
demi menggapai cita-cita. Kurang lebih begitulah yang tertulis di sebuah
monument ketika memasuki objek wisata yang satu ini.
Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari
Tanjung Kelayang dan pernah menjadi saksi sebuah film fenomenal, membuat
Tanjung Tinggi yang identik dengan bebatuan granit super raksasa ini tidak
pernah sepi pengunjung, terutama wisatawan yang pastinya ingin berpoto di plang
yang bertuliskan lokasi Laskar Pelangi ini. Hampir sama dengan Lengkuas,
tanjung yang diapit oleh dua tanjung lainnya (Kelayang dan Pendam) ini memiliki
kumpulan ratusan batu granit besar, mulai dari yang ukuran kecil bahkan sampai
hampir menyamakan dengan ukuran rumah. Pantainya yang indah, pasir putih, air
jernih tenang untuk berenang kalangan bocah-bocah membuat tanjung yang terletak
di kecamatan Sijuk ini menjadi wisata unggulan.
Lalu, apa yang saya lakukan di sini?
Yang pastinya bukan mencari batu akik,
melainkan menikmati pesona keindahan batu-batu granit di sekitar pantai.
Merasakan udara sore yang menyapa dan merasuk ke jiwa, tidur-tiduran kecil di
atas bebatuan tinggi sembari mengarahkan pandangan ke bawah dan ke laut lepas.
Lagi-lagi, “nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan ?
Last Dinner at Timpo
Duluk
Malam terakhir.
Ini dia satu lagi jogoan warung makan yang
hits di Belitong. Tempat kuliner yang buka setiap hari ini mulai dari pukul
11.00 – 22.00 WIB tidak hanya menjadi tempat pengisi perut melainkan juga
menjadi tempat tongkrongan yang asyik bagi setiap kalangan. Design warung yang
menyerupai sebuah rumah ini bisa mengecoh pengunjung awam seperti saya. Namun,
setelah masuk ke dalam nuansa-nuansa melayu tersuguh dengan rancak sembari menu
makanan yang siap dihidangkan sesuai selera. Dari segi rasa, warung yang sudah
diakui resepnya dari tahun 1918 ini tidak pernah bohong. Harganya pun pas
dengan kantong. Suasanya? Sudah pasti cocok untuk mengabadikan moment-moment
indah saat makan malam.
Berburu
Buah Tangan Klapa
Oleh-oleh.
Memang disebahagian pejalan kaki banyak
yang mengharamkan membawa cendera mata sebagai bingkisan pulang ke rumah. Baik
berupa makanan maupun benda khas seperti kaos khas daerah lokal, gantungan
kunci atau yang lainnya. Tak terkecuali saya, jikalau memang sedang bepergian
ala backpacker dengan kantor yang super kere, yang namanya hunting oleh-oleh
adalah hal mustahil yang saya lakukan. Namun, ya itu tadi kali ini beda tugas
dan beda sensasi. Satu dus oleh-oleh makanan khas Belitung terutama kerupuk
kemplang berhasil memenuhi peralatan balik saya ke ranah Jawa. Sebagai
kemplangers sejati kerupuk kemplanglah yang menjadi jawara buah tangan saya
kali ini. Empat bungkus kerupuk beraneka ragam dan satu kopi khas Manggar
adalah buah tangan pribadi untuk saya sendiri pada plesiran kali ini.
Puas?
Tentu. Stock kerupuk dua minggu ke depan
pasti akan menjadi pelamak makan saya di kosan.
Senin,
13 April 2015
Sebentar lagi
kaki ini akan kembali bertapak di tanah perantauan jawa. Dua hari di tanah Sumatra
sudah cukuplah membuat diri saya kembali mengenal sisi lain keindahan tangan
Tuhan di Negri Ahok ini. Beberapa jam sebelum take off siang ini, dua spot
penutup akhir perjalanan masih bisa disinggahi. Danau Kaolin dan Rumah Adat
Khas Belitong.
Sunrise menawan di
Danau Kaolin
Pukul
4.00 kaki ini segera ku ajak ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri menengok mentari
terbit di sebuah danau yang konon katanya memiliki warna gradisi biru yang
menawan hati. Dia bernama Danau Kaolin. Namanya memang unik dan tidak menampik
keindahan scenery yang ditampilkan.
Danau Kaolin sebenarnya adalah merupakan bekas galian pertambangan di negri
Belitung. Seperti yang diketahui ranah Belitung memang kaya akan timah dan hasil
bumi lainnya. Salah satunya adalah hasil kerukan yang membentuk sebuah danau
yang kemudian diberi nama Kaolin.
Kaolin sendiri sebenarnya adalah campuran
dominan untuk pembuatan keramik dan juga plastik, tinta serta industry lainnya.
Danau ini terbentuk dari sisa-sisa penggalian yang dilakukan di lokasi ini.
Hanya saja yang membedakannya dengan penambangan-penambangan biasanya adalah
kubangan yang terbentuk ini jauh berbeda dari kebanyakan. Warna air biru toska
yang jernih, gundukan-gundukan tanah putih yang khas serta pemandangan sekitar
yang sepi memang menjadi daya tarik tersendiri bagi objek ini.
Terletak di Desa Perawas, Tanjung Pandan
lokasi ini sangat berdekatan dengan bandara HJ. Samanhoedi. Tiga puluh menit
saja berkendara, Kaolin bisa didatangi baik di waktu kedatangan maupun
kepulangan. Walaupun Danau Kaolin bukan merupakan objek wisata resmi (tidak ada
biaya tiket masuk dan tarif parkir) serta dapat dinikmati langsung dari pinggir
jalan raya, tetapi danau ini bisa menjadi objek unik bagi pecinta photography
untuk mendapatkan angel dari segala
penjuru. Nuansa yang berbeda malah menjadi titik objek yang dicari ditambah
lagi dengan cahaya mentari pagi yang muncul dari balik bukit di seberang danau.
Rumah Adat Belitung
Hampir sama dengan kebanyakan rumah adat
di seantaro Indonesia khususnya Sumatra, rumah adat satu ini yang terletak di
Jl. Ahmad Yani, Kota Tanjung Pandan juga berbentuk rumah panggung. Halaman
hijau yang cukup luas makin memperelok rupa rumah yang sebagian besar
berornamen kayu di tanah seluas ± 500 meter persegi. Sembilan anak tangga siap
menyambut para pengunjungnya mempersilakan masuk ke rumah adat yang memiliki
tiga ruang ini (utama, loss dan dapur).
Setelah memasuki ruang utama yang luas, jangan lupa melapor terlebih dahulu
kepada petugas yang berjaga dan membayar uang retribusi yang telah ditetapkan
oleh pemerintah setempat.
Di ruang utama ini banyak berjejeran
sejarah Belitung, mulai dari beberapa figura photo di sepanjang dinding utama
maupun di berbagai ornament yang terdapat di dalam ruang ini seperti lemari
berisi baju penganten khas Belitung, model kamar tidur penganten, seserahan
serta koleksi poto para petinggi ranah ini tempo dulu. Beranjak ke ruang
berikutnya akan mendapati sebuah ruangan yang dinamakan loss (pembatas antara ruang utama dan dapur) oleh masyarakat
Belitong. Alat-alat music tradisional juga terdapat di rumah yang diresmikan
pada tahun 2009 ini. Ruang terakhir yang berupa dapur juga banyak tersimpan
berbagai peralatan masak bahkan peralatan bertani. Diresmikan oleh Bupati
Belitung Ir. H. Darmansyah Husein, rumah adat yang didirikan dari kayu
bulin-yang terkenal kuat dan tahan lama ini sangat syarat akan sejarah-sejarah
dan kehidupan masyarakat Belitung kebanyakan.
Puas
mengenal bagian dalam rumah adat bercorak melayu ini, para pengunjung bisa
duduk santai sambil berbincang-bincang di teras rumah yang tersedia dua set
kursi khas. Udara pagi yang sejuk, iringan music melayu yang mendendang lembut
berirama dan akhir perjalanan yang akan segera tiba, kembali mengingatkan saya
untuk tidak lupa selalu berterima kasih pada-Nya.
Setiap perjalanan itu memiliki makna
tersendiri bagi siapa saja yang menikmatinya. Bagi saya, setiap jejak kaki di
bumi pertiwi ini selalu mengandung pembelajaran yang sangat berarti. Kali ini,
entah kenapa saya dapat mengendus langsung semangat Ikal dan kawan-kawan. Terus
berjuang dengan keterbatasan yang ada. Entah kenapa jua saya semakin meresapi
nyanyian Laskar Pelangi yang didendangkan Giring. Walau dunia ini bukanlah
surga,tapi setidaknya jadikanlah dunia ini jalan menuju ke sana. Semakin jauh
kaki melangkah, semakin banyak mengenal daerah dan semakin juga hati ini ingin
terus “berpasrah”.
Terima kasih Tuhan, selalu kau kirimkan orang-orang
terhebat disekelilingku. Selalu kau beri jalan aku untuk terus menyapa
setiap keindahan yang Kau ciptakan.
Tugas selesai dan mari pulang. Plesiran masih akan terus berjalan.
Salam jalan-jalan. Salam perdamaian untuk
kita semua. Kenali Indonesia dan teruslah berkarya.
0 Comments