Jejak Laskar Ranu Kumbolo
Desember 02, 2014Danau nan elok memiliki gradasi warna cantik biru kehijauan |
Cerita sebelumnya disini
“Ada reschedule. 1-3 Bromo-Rakum-Manda. Gemana?“ Blackberry message dari Liena temanku di Surabaya. Aku segera merogoh kocek celana borjoe disebelah kanan.
“Ada reschedule. 1-3 Bromo-Rakum-Manda. Gemana?“ Blackberry message dari Liena temanku di Surabaya. Aku segera merogoh kocek celana borjoe disebelah kanan.
“Aku oke say. Lagi dijalan menuju Jogja ne.
HP sering error“ balasku kilat setelah membaca Ranu Kumbolo tertulis dijadwal
ulang.
“Oke, peralatan lagi tak usahakan“
“Sip”
Hhhmmm, senyum
sunggingku mekar disiang ini menjelang perjalanan Wonosobo-Jogjakarta setelah
membayangkan 3 hari kedepan aku akan segera bertemu dengan Semeru.
Rabu, 30 Juli 2014. Ini adalah hari ke-7 perjalananku
menjelajah Pulau Jawa (Jakarta-Purwokerto-Dieng-Jogjakarta-Probolinggo-Bromo-Rakum-Malang-Bandung).
Awalnya aku memang berniat setelah dari Bromo ingin lanjut menyapa
Gunung Semeru. Jauh-jauh hari perencanaan perjalanan, sudah kucoba untuk
mencari teman se-pendakian yang mau nanjak
pada jadwalku tersebut. Namun, keberuntungan belum berpihak. Itulah yang
menjadi pembeda traveling dengan pendakian. Jika
ber-solo backpacking aku yakin masih
sanggup dan berani menjajah keindahan setiap sudut Indonesia. Tapi kalau sudah berbau
dengan gunung atau pendakian wajib hukumnya mencari teman yang sudah mahir dan
lihai dalam “menaklukkan” ketinggian sang puncak.
View apik melintasi kawasan Bromo-Jemplang |
Gunung Sumeru atau yang dikenal dengan
sebutan Semeru merupakan salah satu gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa yang
termasuk dalam gugusan TNBTS (Tanam Nasional Bromo Tengger Semeru) dengan
puncaknya bernama Mahameru 3.676 mdpl. Gunung yang memiliki Kawah Jonggring
Saloko ini berlokasi di
antara wilayah administrasi kabupaten Malang dan Lumajang. Biasanya para pendaki
memulai perjalanan dari Kota Malang menuju Desa Tumpang, kemudian melanjutkan
transportasi dengan menggunakan jeep atau truck/pickup di belakang Pasar
Terminal Tumpang hingga pos wajib lapor Ranu Pani Kecamatan Senduro–Lumajang.
Sebenarnya tujuan utama pendakian saya kali
ini bukanlah Mahameru, melainkan sebuah danau nan elok yang berada dikaki
Gunung Semeru yang memiliki gradasi warna cantik biru
kehijauan serta landscape yang
eksotis dialah Ranu Kumbolo.
----
Jum’at, 01 Agustus 2014. Sore itu jam 16.19 Kereta Sri Tanjung yang membawaku dari Lempuyangan berlabuh
di Stasiun Probolinggo. Disinilah titik awal kakiku akan melangkah ke Ranu
Kumbolo esok harinya. Dua hari waktu yang ada semenjak diinformasikan akan melanjutkan perjalanan ke Ranu Kumbolo, aku
persiapkan semaksimal mungkin segala sesuatu yang dibutuhkan.
Jam 01.00. Sabtu dini hari 2 motor membelah
kegelapan dan dinginnya malam Probolinggo menuju Pananjakan II Bromo. Pagi ini
saya memutuskan untuk terlebih dahulu bercengkrama dengan alam Kawasan Taman
Nasional Bromo. Setelah mengejar golden sunrise Bromo dan menuju ke titik inti lautan padang pasir
barulah sekitar jam 10 pagi perjalanan menuju pos Ranu Pane dimulai.
Saya dan 3 orang teman memulai pertapakan
kaki pertama dari jalur Bromo menuju Jemplang. Sepanjang perjalanan sebelum
memulai track ‘resmi’ kita akan
ditantang untuk menembus lautan
pasir Bromo yang terkadang bisa menjebak kendaraan roda dua. Kehati-hatian dan
kelihaian dalam memainkan motor sangat dibutuhkan, lengah sedikit taruhannya
motor dapat dengan sekejap menyambar dan menggolekkan penumpangnya. Tak
urung saya yang diboncengi oleh Liena selalu waspada dan mengarahkan laju motor
dan tak hitung kalinya saya turun membantu mendorong si matic yang terjebak
dikedalaman Pasir. Beranjak meninggalkan kawasan pasir Gunung Bromo, track berikutnya adalah tanjakan off road dengan tebing menjulang
disebelah kiri dan jurang menanti disebelah kanan. Tidak hanya
menampilkan aura keindahan yang sungguh luar biasa tapi jalur
ini juga menyajikan adrenalin yang memacu jiwa.
Setelah melewati badai rintangan sampailah
kami di Jemplang siang ini. Jemplang adalah pertigaan yang mempertemukan jalur
Tumpang dengan Bromo. Istirahat sejenak dan kemudian laju motorpun kami
teruskan merambah desa Ranu Pane. Kali ini mata akan disuguhi mahakarya ciptaan
Tuhan yang tampak dibawah dikejauhan
sebelah kiri lautan pasir Bromo. Dengan
jalanan aspal yang bagus, terpaan angin motor yang menghelus wajah dan panorama
yang luar biasa aku mencoba berteriak girang dan bersyukur dapat menyaksikan
ini semua. Ini baru permulaan, bagaimana dengan tujuannya? Pasti akan lebih
memanjakaan mata. Oh Ranu Kumbolo …..
Memasuki desa asri disuguhi perkebunan dan sawah rindang |
Tapakan kaki sudah memasuki mencapai sebuah
desa asri dengan perkebunan dan sawah rindang dipinggir
jalan. Gapura putih bertuliskan “Selamat Datang di Desa Siaga Bencana Ranu Pani
Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang“ mempersilakan kami memasuki daerahnya.
Desa yang dihuni oleh suku tengger ini merupakan desa terakhir
sebelum menuju Gunung Semeru. Berada diketinggian 2.100 mdpl masyarakat Ranu
Pani pun kebanyakan berprofesi sebagai petani dan tentunya juga mengambil alih
sebagai porter bagi para pendaki untuk menuju
Semeru.
Profesi ini sudah menjadi hal yang turun temurun bagi masyarakat desa yang
masih keturuan asli jawa yang hidup di era Majapahit ini. Sebuah desa
yang apik akan keberagaman dan kearifan lokal yang dimilikinya.
Satu Gapura terakhirpun akhirnya menyambut
kami . “Selamat Datang Desa Wisata Ranu Pane”. Sebuah lapangan yang cukup luas
dan telaga kecil diseberangnya
menandakan ini adalah titik terakhir parkir kendaraan sebelum melakukan
pendakian. Sedangkan untuk pos wajib lapor masih sekitar 500 meter lagi
ke arah atas. Terlebih dahulu saya dan teman-teman nge-drop perlengkapan ke pos lapor dan kemudian baru turun untuk
memarkirkan kendaraan. Hamparan perkebunan yang hijau dan dingin Ranu Pane
membuat saya dengan lega menarik nafas panjang menikmati alaminya udara ini.
Sesekali saya juga bertegur sapa dengan masyarakat setempat ketika bertemu
disebuah mushola di area parkiran. Ramah dan bersahabat itulah gambaran saya
untuk mereka. Berbaur dengan sopan dan menghargai kami para tamu yang
menjejakkan kaki di “rumah” mereka.
Kabut menyelimuti base camp Ranu Kumbolo |
Jarum jam tangan menunjukkan pukul 14.10. Kami
belum memulai pendakian karena masih harus menunggu teman lain yang sedang
dalam perjalanan dari Surabaya. Mereka adalah
teman sependakian Liena dan akan ikut andil dalam pendakian kali ini.
Sembari menunggu kedatangan dua orang kawan lagi kami tidak
membuang-buang waktu begitu saja. Semua perlengkapan ‘perang’ dicek dan ditata
kembali. Demi kelengkapan sarana dan prasarana serta keselamatan pendakian.
Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan untuk proses pendakian. Karena pendakian itu bukanlah hanya
sekadar naik gunung, sampai dan kembali turun. Tapi makna pendakian itu adalah
bagaimana kita bisa me-manage segala
sesuatu dengan bijak, mengutamakan keselamatan dan melestarikan alam serta
tentunya dapat berbaur dengan segala
situasi dan kondisi yang akan dihadapi dalam perjalanan. Jadi wajib hukumnya
bagi para hiker (baik pemula maupun
senior) untuk terlebih dahulu memastikan semua akomodir pendakian dengan
semaksimal mungkin, seperti :
1. Perlengkapan pribadi pendakian
1. Perlengkapan pribadi pendakian
- Sleeping bag ; untuk penangkal dingin dimalam hari - P3K/obat-obatan dasar ; minyak oles, plester dll
- Sepatu/sandal tracking yang nyaman. Karena ini akan menentukan tumpuan kaki anda jika mengalami medan yang cukup berat
- Headlamp/senter. Penerang dikala malam dan paling dibutuhkan jika si perut kurang bersahabat dimalam hari
- Air putih yang cukup serta peralatan-peralatan makan penting lainnya. Air putih jangan lupa diletakkan dibagian luar ransel (sisi kiri-kanan carrier) untuk memudahkan mengambilnya jika kehausan dalam perjalanan.
2. Perlengkapan umum
- Tenda
- Alat masak
- Matras dll
“Wilda bangun, siap-siap yok.“ Aku
terperanjak mendengar komando itu dan segera bangkit dari kursi panjang yang
dari tadi aku jadikan sebagai sandaran punggung untuk beberapa saat. Kini
matahari petang itu sudah benar-benar menerpa wajahku. Kupicingkan mata kecil
dan menangkal cahaya jingga itu yang menyapu tubuhku.
“Udah datang?“ tanyaku balik.
“Sudah, lagi urus pendaftaran.“
Merehatkan
badan sejenak lumayan
membuat organ-organ sedikit beristirahat karena dua malam sebelumnya aku
benar-benar tidak dapat terlelap maksimal setelah dari Yogyakarta dan mengejar
sunrise Bromo jam 1 dini hari. Tapi .. aku yakin dan percaya pada tubuhku.
Masih kuat dan setia menemani. Karena yang mengendalikan semua sel-sel tubuh
ini adalah otak. Jika aku berpikiran aku akan “kalah”, pasti itu
terjadi tapi sebaliknya jika aku mengatakan sanggup, ya pasti aku bisa !!!
“Masing-masing 27.500 rupiah
“ info Liena kepada kami semua.
Hal pertama
yang dilakukan sebelum pendakian tentunya adalah wajib lapor kepada pihak yang
bersangkutan di pos terakhir. Disini para pendaki melakukan registrasi data yang
diperlukan, dan ingatlah untuk mengisi data tersebut dengan lengkap dan benar.
Untuk menuju Semeru sendiri hal-hal yang perlu dipersiapkan menjelang wajib
lapor adalah sebagai berikut :
- Membayar karcis masuk pengunjung Semeru dan sekitar (TNBTS) Rp 22.500,- dan 17.500 hari kerja . (Tarif ini berlaku sejak 5 Mei 2014)
- Kemudian mengisi daftar perlengkapan dan perbekalan dan surat pernyataan yang sudah disediakan oleh petugas dalam secarik HVS
- Materai 6.000 untuk pernyataan resmi tersebut dan poto copy KTP
----
“Baiklah
teman-teman, sebelum memulai pendakian marilah sama-sama kita berdo’a terlebih
dahulu kepada Tuhan Sang Pencipta semoga perjalanan kita diberi kelancaran dan
kemudahan dan turun kembali dengan selamat, sehat, wal’afiat “
“Aamiiin” ............................. Aku, Liena,
Ana, Karina, Imran dan Boy sama-sama menghayati secercah tumpuan do’a sore ini.
Sinar
kemilau jingga sore seolah ikut andil meng-amini permohonan kami semua, burung-burung pun ikut menyemangati dengan kicauannya, angin
sore sepoi-sepoi masuk ke pori-pori tubuh dan memberi kami semua aura semangat
yang membara. Pukul 16.00 sore, langkah kami mulai menuju sebuah titik surga
yang bernama Ranu Kumbolo.
Abadikan terlebih dahulu moment sebelum pendakian |
Perjalanan
dari pos lapor terakhir masih dihiasi oleh hamparan sawah menghijau disisi
kanan dan off road yang belum terlalu menantang . Ku kepak ransel dengan
lantang, ku ayunkan kaki dengan mantap dan kutebar senyum lebar.
7 Menit
kemudian sampailah kami pada sebuah plang hijau besar sebelah kanan bertuliskan
“SELAMAT DATANG PARA PENDAKI GUNUNG SEMERU”. Aku menarik nafas panjang,
membiarkan kedinginan itu masuk dan menjalar dalam aliran darah. Dari sinilah
kemudian track akan berubah menjadi
lereng-lereng, hutan kiri kanan dan cengkrama alam yang akan mencekam.
----
Mencapai
Ranu Kumbolo, ada 4 titik pos yang akan ditemui dalam pendakian. Pada setiap
pos ini para pendaki bisa beristirahat sejenak, meregangkan kaki dan melepas
ransel dipundak untuk melanjutkan ke tujuan berikutnya. Awal memulai pendakian
aku dan Mas Boy memacu kecepatan daripada empat teman yang dibelakang. Tujuan kami adalah sampai lebih awal di Ranu Kumbolo, mendirikan tenda dan siap menyambut
kawan yang lain terutama Ana yang sedikit ‘kewalahan’ dengan pendakian ini. Walaupun
begitu kami saling menyemangati satu sama lain, saling menjaga dan mengutamakan
keselamatan serta sesekali memantau situasi dengan berbekal HT.
Pos 1, Pos 2
aku lalui dengan sempurna, dan lelahpun belum membuatku takluk. Kuncinya, terus
berjalan dan tidak sama sekali mengatakan down
pada diri sendiri. Beranjak meninggalkan Pos 2, gelap malampun mulai menjamah,
jangkrik-jangkrik dan binatang malam lainnya mulai berpesta ria akan kedatangan
kegelapan. Sesekali aku masih sering berpapasan dengan pendaki lainnya yang
turun atau terkadang menyalip pendaki yang didepan. Aku sangat-sangat menikmati
pendakian malam ini, ada sesuatu yang beda aku rasakan dalam menjamah gelap dan
ada tantangan tersendiri bagiku untuk menaklukkan rasa takut itu. Sekitar jam 7
aku mencapai Pos 3 yang artinya tinggal satu pos lagi dan setelah itu Ranu
Kumbolo akan menyambut. Langkah semakin kupacu dan Mas Boy juga pantang
menyerah mengikuti langkahku dibelakang sedangkan 4 kawan lagi masih tertinggal.
Setelah Pos 3 track semakin sedikit
sulit dengan tanjakan extrem apalagi dilalui dimalam hari. Senter kecil yang
aku pegang sesekali menyinari tebing-tebing dipinggir kiri dan pepohonan yang
menjulang tinggi. Setiap kali berselisih dengan para pendaki yang turun, tak
ketinggalan mereka menyemangati ku
“ Semangat
kakak, Ranu Kumbolo sudah dekat.”
Setiap
mendengar spirit itu, aku menarik
nafas panjang dan
semakin bergairah untuk terus berjalan dalam gelap tanpa lelah. Terkadang aku
berhenti sesaat merebahkan kepada di atas ransel dan menatap bintang-bintang
dilangit, nafas kuatur pelan-pelan dan jauh dari lubuk hati yang paling dalam
ucap syukur tak pernah henti kuhela.
Ranu Kumbolo |
Aku juga terheran-heran dengan staminaku kali
ini, sangat-sangat bersahabat. Ya ,, mungkin karena hal-hal kecil yang bermakna
besar yang aku lakukan akhirnya membawa manfaat lebih untuk diriku. Untuk
pendakian kali ini tak begitu aku melakukan pemanasan, hanya saja hidup sehat
mesti diterapkan demi terciptanya kebugaran badan dan effort yang menggebu-gebu. Untuk memulai sebuah pendakian, siapkan
fisik semaksimal mungkin terlebih dahulu. Terkadang hal-hal kecil yang dianggap
sepele sangat membantu untuk kebugaran badan seperti :
- Melakukan lari pagi/jogging demi ketahanan dan ketangkasan tubuh. Dan aku bersyukur, lari pagi yang selama ini aku lakoni hampir disetiap akhir pekan membawa manfaat untuk pendakian ‘dadakan’ ini. Dan tentunya khusus untuk Semeru aku melatih kembali jalan kaki 2 malam sebelumnya dari Malioboro menuju Wirobrajan.
- Penuhi kebutuhan tubuh dengan air putih
- Konsumsi madu
- Always be positiver for anything
---
20.00 Akhirnya kakiku dapat berpijak di danau
ini. Setelah melalui 4 jam pendakian kini aku dapat merasakan kebekuan yang
makin menyayat tulang dan entah kenapa tiba-tiba kantuk itu semakin menjalar
tubuhku. Aku dan Mas Boy segera mendirikan tenda dan siap menanti kedatangan
teman-teman yang dibelakang. Tapi tidak, dingin Ranu Kumbolo malam ini sangat
mencekamku. Aku menyerah. Tenda berdiri dan aku sudah larut dalam balutan
sleeping bag. Mungkin disinilah aku disuruh untuk istirahat total setelah
sebelumnya 2 malam aku tiada merasakan tidur pulas.
Selamat malam Ranu Kumbolo
Kabut perlahan mulai berlalu
|
02.00, 03.00, 04.00........ Akh, hampir setiap jam dini hari aku tersentak
tidur, merapatkan SB dan mengapit badan. Lima lapis baju, 2 lapis kaos kaki, 1
jilbab dan 2 kupluk ternyata juga tak mempan menangkis dinginnya Ranu Kumbolo
dan pada akhirnya tubuhku benar-benar berontak di jam 04.30 pagi ini. Aku
segera keluar tenda dan mencari tenda-tenda lain yang sedang menyalakan api
unggun dan merapatkan barisan kesana, mencari panas dan tentunya juga
berbagi cerita dengan para pendaki lain.
Ranu Kumbolo adalah sebuah base camp pendakian sebelum Kalimati
untuk menuju puncak Mahameru. Kecantikan alam disini sudah tidak diragukan lagi
dengan danau nan elok dikelilingi bukit-bukit hijau dan ditambah dengan sebuah
tanjakan yang terkenal dengan sebutan Tanjakan Cinta. Tuhan sudah mempersembahkan
semuanya untuk kita. Keagungan Mahakarya_Nya, kecantikan alam_Nya wajiblah kita
jaga dan lestarikan. Begitu juga dengan Danau Ranu Kumbolo ini, sudah keharusan
bagi kitalah para pendaki untuk tetap menjaganya dengan sepenuh hati dan jangan
sesekali melakukan hal konyol seperti di bawah ini :
- Berenang di danau
- Buang air besar/kecil
- Mandi pakai shampoo, sabun dan hal kimia lainnya.Antisipasi hal tersebut dengan mengisi botol minuman dan membawanya kepinggir danau untuk cuci muka ataupun mencuci peralatan makan.
- Buah sampah sembarangan
Melirik Tanjakan Cinta dan langit yang biru
|
Berada diketinggian 2.400 mdpl dan memiliki sumber
air yang melimpah juga membuat Ranu Kumbolo bak surga tersendiri bagi para
pendaki. Tidak hanya itu di sini jualah sang surya dengan cantik akan menyapa
dunia, pelan-pelan muncul dari balik bukit menyibakkan kemewahan dirinya. Tak urung aku jua berharap dapat menyapa sang
mentari itu di pagi ini setelah 2 puncak (Sikunir dan Pananjakan II) sebelumnya
dalam perjalanan long trip kali ini
aku lewatkan.
Beranjak semakin pagi, kabut tebal tetap
menyergap kawasan Ranu Kumbolo, hawa dinginnya tak kunjung jua reda dan kembali
harap-harap cemas aku pasrah jika tak juga dapat menyaksikan kembali kemilau
jingga di pagi hari. Dan benar …. Sang surya tak bisa menampakkan kecantikannya
di Ranu Kumbolo, kabut sungguh sangat tebal. Tapi tak apa, setidaknya kembali aku
sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai titik ini, pun demikian
beranjak makin siang aku dapat juga ‘menantang’ mentari itu, membiarkannya
memasuki aliran wajahku dan ucap syukur kembali aku
haturkan ketika duduk sendirian disebuah bukit dipinggir
danau .
Kabut datang silih berganti
|
Ranu Kumbolo - Minggu, 3 Agustus 2014 |
0 Comments