Leuwi Hejo Dan Curug Barong, Lirikan Baru Pariwisata Bogor
November 10, 2014Leuwi Hejo – Babakan Madang |
Berawal dari
postingan salah seorang teman di social media, mulanya aku belom terlalu melirik akan sebuah kolam hijau ini. Kemudian poto demi
poto petualangan mereka membuatku semakin mendekatkan mata ke layar monitor
komputer. Aku melihat sebuah batu yang cukup tinggi dengan air terjun mengalir
disampingnya dan kolam air dibawahnya
“Waaaw ...
pasti rasanya sangat ‘sesuatu’ jika mencoba terjun dari batu itu.” Begitulah
gumamku setelah melihat poto tersebut. Ditambah lagi aku memang sangat hobi
untuk terjun bebas diketinggian yang mana bentagan air siap menanti dibawahnya.
Tiba-tiba saja seolah membaca pikiranku,
seorang teman mengirimkan pesan singkat ke handpone
“Lo sudah ke
Leuwi Hejo?”begitu bunyi pertanyaannya sore itu.
Tidak
menunggu waktu lama, perselancaran didunia maya pun segera saya lakukan.
Menggali informasi; baik transportasi, rute, keunikan dan semua hal tentang Leuwi
Hejo sebanyak mungkin untuk tempat yang sedang naik daun ini.
Minggu, 12
Oktober 2014. Dideklarasikanlah tanggal tersebut untuk menjajah kolam alami
yang terletak di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Memulai jalur setapak dari rumah RT setempat |
Leuwi Hejo
atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat bernama Curug Bengkok adalah
sebuah air terjun mini yang ditampung oleh kolam kecil berwarna hijau dan
memiliki air yang sangat jernih serta dingin yang lumayan menusuk tulang. Berada di Kp. Wangun Cileugsi-Ds. Karang Tengah-Kec.
Babakan Madang- Kab. Bogor kolam jernih ini menuai banyak lirikan bagi para
pecinta alam. Ketenarannya baru mengudara beberapa bulan belakangan berkat
seorang traveler yang mengenalkan lokasi ini disebuah forum komunitas dunia
maya. Curug Bengkok dinamakan demikian karena air yang terjun
dari bebatuan itu tidak lurus yang dimasyarakat setempat dinamakan Bengkok. Curug
ini kemudian berganti nama menjadi Leuwi Hejo, dan nama tersebut akhirnya
melambung di dunia per-traveling-an. Jadilah Leuwi Hejo bak
artis yang sedang diburu oleh para petualang baik dari wilayah Bogor sekitar
maupun dari luar kota terdekat seperti Jakarta, Tangerang dan Bandung.
Petunjuk arah menuju Leuwi Hejo |
Saya dan 3
orang teman memulai perjalanan dari BSD – Tangerang selatan jam 06.30 pagi.
Prediksi keberangkatan lebih awal demi mengantisipasi lonjakan pengunjung di
akhir pekan ini apalagi Leuwi Hejo sedang diburu oleh peminat air terjun alami
yang terletak disebuah desa nan asri.
Menurut beberapa
informasi patokan awal adalah Sentul - Jungleland Bogor, dari sini perjalanan
dilanjutkan kembali sekitar 45-60 menit dengan kondisi jalanan off road yang memacu adrenalin.
----
Pukul 09.00 . Dua unit roda dua akhirnya sampai di perempatan Jungleland setelah
sebelumnya saya memastikan jalan kembali dengan bertanya kepada penduduk
setempat. Bayangan saya sebelumnya akan ada sebuah baliho besar yang
bertuliskan “SELAMAT DATANG DI JUNGELAND” atau semacamnya. Tapi tidak. Tidak
ada sedikitpun sebuah tanda bertuliskan hal tersebut diperempatan ini. Jadi, saya kembali turun dari motor dan bertanya kepada seorang
satpam yang sedang bertugas. Tanpa menyebutkan clue panjang lebar, setelah mendengar kata Babakan Madang si bapak
langsung dapat menebak kemana tujuan kami pagi ini
“Ke Leuwi
Hejo ya ? Lagi hits-hits itu tempat
sekarang” begitu dia berkata sumringah dapat menerka haluan kami.
Dari depan perempatan Jungeland, ambil arah
sebelah kiri dengan sedikit tanjakan, lurus terus mengikuti jalan sekitar 30-45
menit mencapai tujuan terakhir parkiran Leuwi Hejo. Tapi ingat, terlebih dahulu
persiapkanlah perbekalan lengkap disini seperti cemilan/makan siang serta bahan
bakar kendaraan.
20 menit berlalu jalanan masih didominasi
aspal, walaupun kurang bagus dan sesekali melewati jalan rusak serta tanjakan
dan tikungan tajam. Namun setelah melewati sebuah jembatan kayu yang masih
dalam perbaikan, jalanan seterusnya benar-benar akan memacu adrenalin dengan
sepenuhnya off road dan sangat
dibutuhkan kelihaian dalam membaca situasi jalanan. Dari jembatan ini terus
ikuti jalan sampai mendapati sebuah masjid/mushola berwarna biru disebelah kiri
jalan, lurus terus beberapa meter lagi dan sebuah turunan setelahnya akan
ditemui sebuah petunjuk jalan kayu yang sepertinya baru dibuat oleh masyarakat
setempat dengan panah petunjuk arah yang bertuliskan “Crg Barong, Leuwi Hejo,
Parkir disini”
Sawah membentang sebelum track susur sungai |
Sebuah rumah bercat kuning, halaman yang
cukup luas dan sebuah mushola di depannya … Ya itulah parkiran untuk semua
pengunjung yang akan menuju Leuwi Hejo dan Curug Barong. Rumah ini adalah milik
ketua RT setempat yang juga dijadikan Posyandu Anggrek untuk
waktu-waktu tertentu bagi masyarakat sekitar.
Pak RT menyambut kedatangan saya dan
teman-teman pagi ini jam 09.45 kemudian disusul sapaan hangat dari Ibu Yati
istri beliau. 5 motor tampak sedang parkir dihalaman rumahnya. Ternyata kami
sudah “kecolongan” garis start oleh pengunjung yang lain.
“4 motor dari Jakarta, datang jam 8 tadi dan
1 nya masih warga sekitar sini” begitu jawab pak RT ketika aku bertanya si
empunya motor. Tanpa berlama-lama melepas lelah saya dan teman-teman segera
memutuskan untuk langsung melanjutkan tracking
ke Leuwi Hejo setelah sebelumnya berganti pakaian untuk berbasah-basahan di
rumah Ibu Yati karena dilokasi tidak akan ditemukan ruang
ganti atau semacamnya.
Posyandu
Anggrek penanda rumah RT
|
Medan awal menuju
Leuwi Hejo masih berbentuk jalan setapak disekitar rumah warga. Petunjuk jalan
berupa papan kecil mengarahkan pejalan kaki mengikuti instruksi tersebut. Lima
menit berlalu, sawah terbentang luas dan bukit-bukit hijau membuat mata elok
memandang. Beranjak meninggalkan sawah ini, trek yang sesungguhnya dimulai !!!
Ya perjalanan berikutnya adalah menelusuri sungai, naik melawan arus, menggapai
batu-batu tinggi dan berhati-hati terhadap setiap pijakan kaki. Memakai sandal
gunung yang nyaman sangat direkomendasikan ketika berkunjung ke Leuwi Hejo. Untuk
yang sudah terbiasa dengan rintangan ini tidak
akan kesulitan tapi tidak bagi mereka yang belum terbiasa. Jadi…..
kehati-hatian sangat-sangat dibutuhkan karena jalur ini persis merambah sisi
sungai tanpa ada jalan setapak dipinggirnya.
Susur sungai segera dimulai |
Makin populernya Leuwi Hejo tampaknya membuat
masyarakat sekitar tidak tinggal diam. Segala perubahan dan fasilitas mereka
coba untuk sediakan demi kenyamanan para pengunjung. Tak ayal, sepanjang perjalanan
ada beberapa titik yang sedang dibangun pos-pos kecil untuk istirahat bagi trackers
untuk melanjutkan perjalan berikutnya. Bahkan disalah satu pos itu sudah
terdapat seorang penjaja minuman dan makanan kecil. Entahlah, apa kelak
dibangun memang untuk pedagang kecil atau pos istirahat pengunjung atau mungkin
difungsikan untuk kedua-duanya.
Salah satu pos tempat penjaja makanan dan minuman kecil |
Memasuki kawasan Leuwi Hejo setiap pengunjung
dikenakan tarif Rp 5.000,- . Awalnya saya sangat bangga akan solidaritas para
warga demi mengembangkan potensi wisata daerah mereka. Tapi sayang, harapan itu
sirna setelah saya mengetahui bahwa tarikan biaya tiket masuk tersebut hanyalah
“ulah” segelintir orang/anak muda yang tanpa pertanggungjawaban pasti. Info ini
saya terima dari Ibu Yati. Sempat terpikir dibenak saya, jika pungutan ini
masih illegal, sah-sah saja asal hasilnya untuk kepentingan bersama terutama
untuk mengembangkan bebagai kebutuhan fasilitas desa terutama jalanan yang
rusak. Management yang pas dan
kerjasama yang mendukung, saya bisa
pastikan penduduk desa Kp. Wangun Cileungsi akan bertambah
makmur selain mengandalkan hasil pertanian dan ternak. Semoga kedepannya
penataan yang lebih jelas dan teratur dapat mengembangkan berbagai kebutuhan
desa dan masyarakat sekitar apalagi Leuwi Hejo makin menarik perhatian setiap
mata petualang.
Pinggir batu
sebagai tapakan kaki
|
Sekitar 45 menit berlalu, deruan air seolah
memanggil kami untuk segera mendekatinya. Ya ,, dengan perjalanan yang tidak
terlalu sering berhenti kami berempat bisa dengan segera mencapai titik kolam
hijau ini dibantu oleh 4 bocah kecil penduduk setempat
yang berpapasan dengan kami ketika
mereka balik
mengantarkan pemilik motor yang saya temui tadi di rumah pak RT. Pundi-pundi
rejeki akibat melejitnya objek wisata ini tidak hanya dirasakan oleh para orang
tua tapi anak-anak seperti mereka juga dapat menambah isi kantong jajan dengan
menjadi petunjuk jalan bagi para pengunjung. Tentunya diwaktu libur seperti ini
dimana bangku sekolah sedang tidak mereka duduki.
Yeeee ….. Masih pagi dan sepi pengunjung.
Saatnya
melepas penat turun naik bukit dan menelusuri sungai. Menceburkan diri di Leuwi
Hejo dan tentunya juga merealisasikan tujuan awal saya kesini yaitu lompat dari
batu disebelah kiri curug.
Kolam air
terjun Leuwi Hejo
|
Finally, I
got it ... setelah melalui perjuangan panjang melawan arus sungai sampailah
saya dititik yang saya inginkan untuk melompat bebas berkat bantuan salah
seorang teman yang baru saya kenal dilokasi ini .
Bersiap memanjat batu |
Air terjun
kolam kecil ini memiliki kedalaman kurang lebih 4 meter tepat di bawah curug.
Jika ingin jump dari batu tinggi disebelahnya
dibutuhkan sedikit usaha extra karena harus melawan arus air yang mengalir
serta memanjat batu tanpa ada bantuan kecuali pegangan erat pada sisi-sisi
batu. Sebelum menceburkan diri ke air, ada baiknya berdamai terlebih dahulu
dengan suhu tubuh karena air yang cukup dingin.
Akhirnya
niatpun terealisasikan
|
Tidak berlama-lama di Leuwi Hejo saya dan teman-teman memutuskan untuk
melanjutkan adventure ke curug
berikutnya yaitu Curug Barong. Empat orang guide cilik kami siap membantu dan
menemani kembali langkah kaki kami pagi ini.
Dari Leuwi Hejo tidak ada petunjuk arah langsung menuju Curug Barong.
Mundur sedikit ke arah jalan datang dan setelah melihat tanjakan tinggi
disebelah kanan ikuti terus jalan tersebut. Nantinya kita akan berada persis di
atas Leuwi Hejo. Melewati hutan dan perkebunan tak jarang jurang disebelah
kanan. Menantang tapi seru. Seru-seru menantang membayangkan pusat air
berikutnya yang akan kami temui.
Jembatan dan tangga manual |
Aliran air yang jernih dan berwarna hijau |
Ternyata setelah melewati bukit, tantangan berikutnya sudah menanti.
Kembali menelusuri sungai, melewati bebatuan kecil-besar, bertumpu pada
kekuatan kaki. Karena track ini lebih
“berbahaya” dari sebelumnya. Hhhhmm,, saya dapat mengambil kesimpulan kenapa 4
bocah tadi agak sedikit menolak ragu untuk menemani ke Curug Barong, ternyata
beginilah kondisi jalurnya.
Dan sangat
saya sarankan, urungkan niat jika mendung kelihatan datang menjelang. Debit air
sungai tentunya akan tinggi dan bisa diluar dugaan.
Track awal
menuju Curug Barong
|
Sekitar 45
menit perjuangan kembali kami taruhkan demi curug kedua. Setelah melewati batu
besar tak sedikit harapan saya setelahnya akan segera bersua dengan si Barong. Ketika
stamina hampir sedikit melemah, teriakan seorang bocah berbaju hijau
sayup-sayup kudengar dari atas
“ Ini, sudah
sampai !!! ” teriak dia melambaikan tangan disebuah batu tinggi kepadaku. Tak
urung segera kutaklukkan satu batu lagi.
Ye .....
Akhirnya bertemu jua dengan Curug Barong. Dan lebih
girangnya lagi belum ada pengunjung lain selain kami ber-8 .
Baim si guide cilik dan Curug Barong |
Kembali
tubuh ini kubasahkan di Curug Barong. Walaupun air terjun
tidak mengalir cukup deras dikarenakan sudah 1 bulan kemarau panjang melanda
tapi pemandangan disini sudah cukup membuat aku terpana dan terpesona akan asri
dan alaminya.
1 Jam waktu
yang cukup lama bagi saya dan teman-teman bercengkrama dengan Curug Barong
dibandingkan dengan Leuwi Hejo.
Sepi .....
itulah yang menjadi keputusan kami untuk rehat sejenak disini. Semuanya
terbayarkan, adventure yang sangat
menantang. Persahabatan yang tertoreh dan sikap solidaritas yang kami tunjukkan
satu sama lain.
Laskar guide
Leuwi Hejo–Curug barong
|
Curug Barong
dan Leuwi Hejo masih termasuk satu aliran sungai yang mengalir bersamaan. Masing-masing memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Walaupun Barong
belom setersohor saudaranya yang di bawah Leuwi Hejo. Tapi saya yakin kelak 2
spot wisata baru ini akan banyak dilirik oleh para “mata-mata pejalan” .
Sama halnya
dengan Leuwi Hejo kehati-hatian sangat perlu diperhatikan terutama hindari
berenang persis dibawah aliran air terjun. Cukup bermain air di daerah dangkal sudah
sangat memuaskan.
Masih
dilokasi Curug Barong bersama teman-teman
|
Aliran air terjun Curug Barong |
12.15 . Siang
sudah tak terlalu menantang, rasa puaspun sudah menjalar dibadan dan kami memutuskan untuk segera kembali ke parkiran awal rumah Ibu Yati.
Untuk track pulang melewati jalur
berbeda yaitu hutan-hutan, terasering sawah serta perkebunan milik warga.
Sawah hijau
menemani perjalanan pulang
|
12.50. kami
sudah sampai kembali di tempat garis start
semula. Dan lebih-lebih saya terkaget-kaget melihat parkiran yang sudah merayap
didepan rumah beliau. Semakin siang pendatang semakin ramai bahkan ada beberapa
kelompok yang sengaja menunggu kepulauan pengunjung lainnya baru kemudian
mereka melakukan perjalanan ke Leuwi Hejo. Hal ini untuk mensiasati kepadatan
di Leuwi Hejo mengingat lokasinya sangatlah kecil yang tentunya tidak akan
dapat menampung banyak pengunjung serta akan kelihatan ramai sehingga tidak
terlalu puas menikmatinya. So, pilihan saya dan teman-teman tidak meleset
sedikitpun. Lebih awal, lebih berasa menikmatinya.
Halaman
rumah tempat parkir motor
|
” Kadang,
sudah ashar nyampe sini . Yang dari Bandung pernah, balik-balik dari Leuwi Hejo
sudah magrib “ tutur Bu Yati dengan logat sundanya saat saya berbincang-bincang
dengan beliau di ruang tamu rumahnya. Untuk harga parkir Ibu Yati menarik tarif
5.000 rupiah untuk satu motor. Tetapi bagi saya pribadi, melebihkan tarif
tersebut adalah kebahagian tersendiri mengingat kebaikan beliau menjamu para
pengunjung dan menjadikan rumah pribadinya sebagai persinggahan tempat salin
baju bahkan untuk kembali membasuh badan membersihkan diri karena belum ada
fasilitas umum lainnya seperti kamar mandi/toilet umum dll.
Setelah
bersalin baju ganti dan melaksanakan kewajiban di mushola depan rumah Posyandu
ini, sejenak saya
dan teman-teman menambal perut terlebih dahulu dengan
semangkok mie rebus seharga 7.500 dan 2 gorengan 2.000 disebuah warung persis
disebelah rumah Ibu Yati. Warung tersebut dikelola langsung oleh orang tua Ibu
Yati, sedangkan beliau “menampung” rejeki lain dari lahan parkir yang
disediakan dihalaman rumahnya.
Dalam kilas
perbincangan saya melihat semangat Ibu Yati yang tulus untuk dapat memajukan
dua objek wisata baru ini. Harapan-harapan pun terbesit dari dalam hati beliau.
Tak terkecuali saya. Secercah do’apun saya tinggalkan disini. Semoga pengelolaan dua daya tarik ini tidak disalah gunakan oleh
tangan-tangan yang tidak berkepentingan yang hanya
menarik keuntungan sepihak. Alangkah baiknya
dikelola bersama-sama, demi kepentingan bersama terutama untuk masyarakat
setempat dan pembenahan infrastruktur akses/jalan serta fasilitas
lainnya yang menunjang. Apalagi dua spot ini masih
dalam lingkup Bogor yang terkenal akan curug-curugnya yang menjamur.
Leuwi Hejo
dan Curug Barong adalah ladang. Ladang baru bagi masyarakat Babakan Madang dan
tentunya menambah deretan lirikan baru untuk objek wisata Bogor. Semoga selalu tetap terjaga, dilestarikan dan “mengalir dengan
tenang” bak aliran air Leuwi Hejo dan Curug Barong.
Curug Barong
|
0 Comments