Jelajah Klasik Dataran Tinggi Dieng
September 22, 2014
Kisah perjalanan Long Trip Lebaran 2014 (24 Juli–5 Agustus
2014):
Jakarta-Purwokerto-Wonosobo-Dieng-Jogja-Probolinggo-Bromo-Rakum-Malang-Bandung-Jakarta
Panorama alam menuju Dataran Tinggi Dieng |
Perjalanan menuju pusat desa Dieng
membutuhkan waktu kurang lebih 60 menit menggunakan microbus dari Pusat Kota
Wonosobo. Selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan panorama alam nan
elok, persawahan terasering apik kiri-kanan didekap oleh perbukitan yang hijau
menawan. Jalanan kelok berliku amboi rasanya menentramkan hati dan mata
membuncah menikmati alam semesta. Sebagai info, kondisi sepanjang jalan raya
sangatlah bagus dengan aspal jalanan yang menunjang keamanan bagi pengendara
menuju desa dengan penghasil komoditas utama kentang ini.
Memasuki kawasan Dieng Plateau ,
ditandai dengan sebuah plang/gerbang utama yang bertuliskan “Dieng
Plateau Area” . Melewati gerbang
utama siapkan mata anda dengan jeli untuk mulai memilih penginapan yang banyak
berjejer disepanjang jalan utama tentunya sesuai dengan yang anda inginkan . Ya
…. Begitu gampang bukan? Karena banyak sekali bertebaran model dan macam
penginapan/homestay/hotel disepanjang jalan memasuki kawasan utama negri yang
masih aktif secara geologi ini. Jadi jangan khawatir untuk tempat bermalam di
kawasan yang masih kental akan sejarah dan budayanya. Mulai penginapan dengan
harga backpacker atau sampai dengan fasilitas kelas bintang 5 pun banyak
ditawarkan oleh para pengelola penginapan di kawasan Dieng. Atau mungkin bagi
anda yang ingin sedikit memacu adrenalin melawan dan menembus dinginnya desa
‘carica’ ini, bisa menjatuhkan pilihan untuk nge-camp di Puncak Sikunir sembari
keesokan paginya bisa menikmati secara langsung Golden Sunrise terindah di
puncak dengan ketinggian 2. 2.263mdpl .
View salah satu puncak gunung menjelang Dieng |
Nah bagaimana dengan saya? Saya menjatuhkan
pilihan kepada Puspa Indah Homestay dengan fasilitas ; kamar mandi dalam, air
panas dan TV. Harganya ? Sssttttt …………………
homestay ini saya dapatkan free. Lha ,,,, kok bisa ? Ya, karena
sebenarnya homestay ini sudah di booking terlebih dahulu oleh salah seorang
teman kantor yang rencananya akan berlibur bersama keluarga pas ditanggal
tersebut. Tetapi berhubung karena sesuatu dan lain hal mereka membatalkan
keberangkatan dan menyerahkan kunci kamar ini kepada saya. Hooo …. hooo How lucky I am.
Mengenai penginapan, lagi-lagi kita
harus memperlajari situasi dan kondisi saat berwisata. Jika ingin melancong
dimasa liburan tertentu seperti libur lebaran, natal dan tahun baru atau bahkan
pada saat event-event penting seperti upacara cukur rambut anak gimbal
sebaiknya lakukanlah DP pem-booking-an penginapan terlebih dahulu. Karena di
moment-moment tersebut sudah pasti akan ada peningkatan jumlah wisatawan dan
tentunya harga bisa melambung berkali lipat. Jika dilakukan transaksi jauh-jauh
hari keuntungan harga normal masih bisa diperoleh. Nah inilah yang dinamakan
cerdas dalam me-manage rencana perjalanan wisata .
Rekomendasi salah satu penginapan di Dieng |
Setelah berbenah diri, merapikan ransel,
menunaikan sholat dzuhur dan istirahat sejenak saya mulai kembali bertanya
sana-sini untuk transportasi meng-explore objek-objek sekitar. Sebenarnya semua
objek-objek inti di Kawasan Dieng dapat di akses dengan berjalan kaki karena
rata-rata semuanya saling berdekatan kecuali Puncak Sikunir dan Bukit Ratapan.
Tetapi, berhubung perjalanan saya masih panjang dan demi safety diri sayapun
memutuskan untuk mengkancah semua destinasi tersebut menggunakan kendaraan roda
dua. Mulailah negosiasi alot saya lancarkan. Tawar menawar ala pedagang tanah
abang pun saya lakoni . Jurus jitu untuk mendapatkan harga murah pun saya
luncurkan.
“ Oke mb. Siang ini Komplek Candi Arjuna,
Museum Kailasa, Kawah Sikidang, Telaga Warna, Telaga Pengilon dan besok pagi
Puncak Sikunir, Bukit Ratapan dan setelah itu langsung drop ke Wonosobo ” Ucap
Mas Ipin kawan baru saya yang merupakan pribumi kelahiran Tanah Dewa-Dewi ini. Dialah
yang nantinya akan menjadi teman seperjalan saya menjelajah Dieng serta merangkap
profesi sebagai driver sekaligus guide saya kali ini.
Carica si buah khas yang tumbuh dua tempat di Indonesia |
Kompleks
Candi Arjuna
Merupakan candi hindu yang terletak paling
utara dalam satu kompleks dengan Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa
dan Candi Sembadra. Menghadap kearah barat dengan ukuran 6 x 6 m dan dihiasi
kala makara pada pintu masuk tiap-tiap
relungnya . Dialah yang menjadi fokus utama bagi para pengunjung dibanding
dengan candi-candi lainnya yang masih dalam satu kawasan.
Setelah membayar tiket masuk seharga 10.000
rupiah saya mulai menjelajah memasuki ke kawasan titik inti candi. Melewati
pepohonan yang rindang ataupun perkebunan yang tampak asri oleh lahan pertanian
tanaman, sayur-mayur dan bunga-bungaan. Memiliki kawasan yang luas dan
dikelilingi oleh hijaunya pepohonan membuat lokasi ini menjadi daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan untuk bersantai di sore hari maupun bercengkrama
bersama teman-teman dan keluarga. Di komplek ini jugalah acara budaya tahunan
untuk pengembangan wisata Dieng dilaksanakan yang dikenal dengan DCF (Dieng
Culture Festival) yang sudah dilaksanakan mulai tahun 2010 .
Candi Arjuna yang tampak berdiri gagah |
Cagar budaya
Candi Setyaki
|
Melihat lebih dekat tiap-tiap sudut candi
ini, menjadi petunjuk awal bahwa pembangunannya berawal pada abad IX M setelah
ditemukannya prasasti berangka tahun 731 Caka (809 M) di dekat Candi Arjuna. Candi
yang masih berdiri kokoh dengan menara-menara kecil di setiap sudutnya ini
berbanding terbalik dengan beberapa candi lainnya.
Beberapa candi yang saya temui tampak ada
yang sedang dalam perbaikan, misalnya seperti Candi Puntadewa yang dibatasi
oleh garis batas pengunjung dan papan peringatan untuk tidak masuk ke area
candi karena dalam keadaan darurat. Menurut info yang saya dapat dari Mas Ipin
beberapa candi di komplek ini memang dalam tahap rekonstruksi ulang, hal itu
diakibatkan oleh factor alam. Ya ………. semoga saja info itu benar adanya , bukan
karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab akan harta budaya
negrinya sendiri apalagi mendengar penuturan Mas Ipin pencurian-pencurian yang
dilakukan pada beberapa ornament-ornament candi membuat beberapa bangunan candi
kehilangan ‘bagian tubuhnya’ yang berharga.
Ornament salah satu candi yang kehilangan bagian tubuhnya |
Tampak salah satu candi dalam tahap rekonstruksi ulang |
Candi
Gatotkaca
Beranjak keluar meninggalkan kompleks Candi
Arjuna, saya mampir terlebih dahulu ke Candi Gatotkaca yang terletak persis di
pinggir jalan dan di seberang Museum Kailasa. Candi yang dinamai dari salah
satu tokoh Wayang Mahabrata ini tidak ditarik biaya masuk bagi para pengunjung
karena memang posisinya persis di sebelah kiri parkiran dan terbuka umum. Kompleknya
pun tidak terlalu begitu luas, hanya satu buah candi yang berdiri tegap dengan
tekstur bangunan yang masih terawat .
Kawasan Candi Gatotkaca |
Candi Gatotkaca yang berdiri tegap |
Museum
Kailasa
Terletak di salah satu kompleks Gedung Arca
milik Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang diresmikan oleh Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata RI pada tahun 2008. Museum ini menyimpan kekayaan
artefak dan panil tentang alam (geologi, flora-fauna), keseharian masyarakat
Dieng (alat pertanian, kepercayaan dan kesenian) serta warisan arkeologis
kawasan Dieng. Untuk meng-explore semua kekayaan museum, pengunjung ditarik
biaya masuk seharga 5.000 rupiah. Tidak hanya menyimpan sejarah Dieng, tapi di
museum ini pengunjung juga bisa menonton sebuah pertunjukan film teater
(tentang arkeologi dan sejarah Dieng) dalam sebuah ruangan khusus yang telah
disediakan. Dan tentunya hal ini tidak saya sia-siakan, segera setelah memasuki
museum saya dipersilakan oleh seorang bapak tua petugas untuk menyaksikan film sejarah tentang Dieng
yang berdurasi 10-15 menit. Remember, don’t use your gadget (camera) to record
the film !!!
Bagian depan Museum Kailasa |
Museum adalah tempat untuk mengabadikan benda-benda sejarah ; JW |
Benda sejarah dan informasi lengkap di dalam museum |
Kawah
Sikidang
Puas menikmati 3 objek di atas, motor kami
pacu ke arah kanan menaiki sedikit tanjakan jalan. Tujuan berikutnya adalah
Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Tetapi, sebelumnya kami mampir terlebih
dahulu ke sebuah kawah yang sudah sangat terkenal di Dataran Tinggi Dieng serta
memiliki akses yang paling mudah dicapai. Apalagi kalau bukan Kawah Sikidang.
Kawah ini selalu memiliki pusat semburan gas
yang berpindah-pindah dalam satu kawasan yang luas. Karena itulah masyarakat
setempat menamakannya dengan sebutan kidang
(dalam bahasa jawa) yang mengandung arti kijang (yang memiliki karakter
tersebut).
Lagi,, untuk memasuki kawasan ini wisatawan
wajib membayar harga tiket masuk sebesar 5.000 rupiah dan biaya parkir
kendaraan roda dua 2.000 rupiah . Ya ……. Rata-rata semua objek wisata Dieng
memiliki tarif tersendiri dan biaya parkir yang berbeda-beda serta pengunjung
harus membayar tarif parkir tersebut diawal sebelum memasuki kawasan wisata
yang dituju.
Dibutuhkan 3-5 menit berjalan kaki untuk mencapai pusat kawah |
Hiburan khas yang didendangkan menghibur wisatawan |
Tanpa membuang-buang waktu setelah memarkir
motor saya segera bergegas menuju ke pusat inti kawah. Sebelum memasuki kawasan
kawah besar yang aktif ini tampak disepanjang jalan kiri-kanan, pejalan kaki
akan disuguhi warung-warung kecil penjaja makanan khas ataupun oleh-oleh khas
Dieng baik itu yang mentah seperti sayur-sayuran atau pun buah-buahan maupun
berbagai macam kuliner jadi yang siap mengisi ransel anda.
Ada hal
unik yang menarik perhatian saya ketika sampai di lokasi utama kawah.
Yaitu banyaknya para penduduk asli yang sedang memancing di dalam luapan uap
panas Kawah Sikidang. Heii … tunggu … jangan bayangkan mereka sedang memancing
ikan . Melainkan mereka sedang merebus telur di dalam kawah dengan menggunakan
seutas joran bak layaknya joran pancingan. Konon katanya bagi wisatawan lelaki
yang berminat mencoba untuk memakan telor rebus tersebut dijamin ‘menambah
keperkasaan’ dan awet muda.
Berminat to try it ?????
Merebus telur di kawah panas beruap Sikidang |
Pagar pembatas antara pengunjung dengan pusat
semburan uap panas kawah
|
Luasnya kawasan Kawah Sikidang tidak hanya
identik dengan bebatuan yang tandus tetapi juga bukit-bukit batu kecil yang
tampak menjulang tinggi dan dapat didaki oleh para wisatawan. Dari atas
bukit-bukit mungil ini kita dapat menyaksikan view Dieng lebih menarik dan
memukau tentunya dengan background yang ciamik dipelopori bukit abu
kekuning-kuningan. Tidak ketinggalan untuk para pecinta kuda dan “motortrail”
juga dapat memanjakan diri disini mencoba trek menantang yang telah disediakan
oleh pengelola jasa rent . Tentunya menjadi nuansa tersendiri, bermotor ria
dengan jalur bukit-bukit kecil dan kebulan uap panas kawah yang sesekali
menerpa wajah dibawa angin yang berembus di sekitaran Kawah Sikidang.
Bersambung disini
Kawang Sikidang – Dataran Tinggi Dieng |
0 Comments