31 Jam Saja
September 21, 2014
Kisah perjalanan ‘Long Trip Lebaran’ 2014 (24 Juli–5 Agustus 2014): Jakarta-Purwokerto-Wonosobo-Dieng-Jogja-Probolinggo-Bromo-Rakum-Malang-Bandung-Jakarta
Titt... tittt... tittt... bunyi
rengekan klakson mobil itu
membuatku segera menggeser kepala ke arah vertikal, berusaha kembali mengapit
jacket merah dan mengalungkan syal panjang orange ke muka ku. Tapi sekilas
semburan cahaya matahari di luar sana memaksa mata ini sedikit melirik dan
tangan ini meraih mengucek keduanya, ternyata sudah
terang. Auuuuuoooh,,,, terasa nyeri disekitaran leher ini, semuanya serasa
kaku. Pelan-pelan ku kembalikan otot-otot ini kekondisi senyaman mungkin. Kendaraan
masih rapat kiri – kanan – depan – belakang, aku segera memainkan kelincahan
mata ini untuk mencari rambu-rambu/tulisan/spanduk/nama toko/bank atau apalah
yang bertuliskan sudah sampai daerah mana ini perjalanan setelah 12 jam dari BSD-Tangerang Selatan. Kulirik
sekali lagi jam tangan merah di tangan kiriku, 08.51 am. Pikiranku sudah
terlebih dahulu sampai ke kota Mendoan, pasti sebentar lagi aku akan sampai
Tegal, begitulah pikiranku meyakinkan.
Tapi ….. Haaaaaa.... sontak mulut ini menganga besar, kerut keningku
menjadi berlapis-lapis, bola mataku seolah ingin meloncat keluar, setelah
melihat salah satu nama toko bertuliskan Cikampek.
“ Ini serius Pak Kir, kita masih
sampai Cikampek?” Tanya ku kembali memastikan pada teman kantor yang sedang
penuh kesabaran melihat kemacetan ini di belakang
kemudinya.
“ Tidur lagi aja, paling nyampe 2 hari lagi” jawab dia polos dengan nada dan senyum sungging menyindir.
Oh No, it’s impossible !!!
Dari semalam memang
jalanan sudah mandat tidak ketulungan tapi
aku masih belum percaya , pilihan keberangkatan H-4 ini salah prediksi. Yang
harusnya jam segini sudah sampai
Semarang tapi kami masih terjebak ditengah kemacetan yang tiada akhir. Aku
tarik napas dalam sesaat dan menghembuskannya ke kaca mobil, mb Rina n putranya
di kiriku melempar senyum mencoba menikmati perjalanan ini.
---
Kemacetan ini
mengingatkanku akan kisah beberapa tahun lalu ketika baru menginjakkan kaki
pertama kali ke ranah perantauan. Sebagai perantau pemula, keberuntungan belum
terlalu berpihak kepadaku, tetapi ketika lebaran datang, kampung halaman memanggilku.
Aku tidak bisa menolak, maklumlah biasanya di awal-awal mengais rejeki di tanah
rantau di saat itulah jiwa para perantau diuji. Menang atau kalah itu adalah
pilihannya. Yang menang, bisa bertahan dengan kejamnya ibukota (kata
orang-orang) dan yang kalah silakan kembali ke kampung halaman dan jangan
pernah berpikir untuk kembali lagi menginjakkan kaki di tanah Jakarta. Dan aku ….. memilih di tengah-tengah pilihan itu,
pulang kampung di tahun pertama merantau tapi siap untuk melanjutkan kembali
pertarungan dan pergolakan hidup di ibukota.
Sebagai seseorang
yang belum beruntung di kala itu, aku putuskan untuk mudik menggunakan bus dari
Terminal Rawamangun di detik-detik menjelang lebaran. Tapi apalah daya, belum
sampai separuh perjalanan menuju pulang aku hampir menyerah, menjerit, menangis
dan berontak. Untuk menuju Merak membutuhkan waktu 12-15 jam, belum lagi ketika
di Pelabuhan 10 jam bus tidak bergerak sama sekali untuk memasuki kapal. What a
……………….. it . Pantat sudah panas, badan keringat dingin, hati berkecamuk dan
berontak, menangis-menjerit. Tapi di balik kemeranaan dikala itu lah sebuah
tekad kuat kuukir dalam-dalam. Sebuah keinginan dari lubuk hati yang terdalam.
Kelak jika mau mudik lagi di hari lebaran, aku haramkan untuk menggunakan bus
dan mewajibkan diri dapat menaiki transportasi mahal yang melayang di udara.
Harus !!! Keinginan itu aku tanamkan lekat-lekat di hati. Yang akhirnya
menuntutku segera bekerja keras kelak kembali ke Jakarta demi mewujudkan impian
besar tersebut.
---
Pilihan traveling kali ini memang
membutuhkan extra kesabaran yang luar biasa. Memutuskan memulainya dengan
menggunakan kendaraan pribadi daripada
tidak memulai sama sekali. Actually, perburuan tiket kereta sudah saya mulai jauh –jauh hari, tepatnya H-90 setelah saya
memutuskan untuk menginjakkan kaki perdana di kota Purwokerto.
Tapi apalah daya, apa itu kesalahan system KAI atau memang keberuntungan itu
masih milik penumpang lain. Setidaknya semua usaha sudah saya lakukan, stand by
jam 00.00 di depan monitor laptop tepat di hari pertama tiket di buka, bersabar
karena semua situs online booking KAI pada jam tersebut tidak bisa di akses dan
akhirnya menerima kenyataan kalau di jam 12.13 am ternyata semua rute dari
Jakarta menuju Purwokerto full booked. Tapi Tuhan tidak pernah tidur dan selalu
mendengar do’a hamba-hambanya yang berusaha , solusipun saya terima setelah sebelumnya juga sudah hampir setengah
strees mencari rute alternative kereta api. Sedangkan menggunakan bus adalah
kartu mati. Finally, saya di tawari tebengan oleh salah seorang teman kantor
yang akan pulang ke kampung halamannya Semarang.
Tanpa pikir panjang lagi, saya jabat tangan tawaran tersebut.
Done !!!
Friday : July 25th
2014
12.01 pm . Belum setengah perjalanan .
Kendaraan masih padat
yang didominasi plat B.
Kalau di kampungku
pada saat moment Pulang Basamo* akan sangat banyak dijumpai berbagai macam plat
bertebaran dimana-mana, mulai dari B tentunya, BM, DK, D dan masih banyak lainnya lagi . Kampung kecil menjelma menjadi perkotaan, penduduk padat, bahkan macet pun juga pindah
ke desa ku tercinta.
---
7.43 pm. Rintik hujan
turun membasahi Brebes.
Kegalauan mulai
menghampiri, apa terus lanjut ke Purwokerto dengan resiko terjebak macet lagi
karena sudah pasti jalur selatan menjadi alternative efek amblasnya Jembatan
Comal atau segera mencari info penginapan murah di Tegal atau (lagi) mencari
relasi kawan-kawan yang stay di Tegal untuk numpang nginep 1 malam. Aku
bertanya mantap pada tubuh ini? Karena ketergantungan perjalanan ini berada di
fisik tubuh ini.
Oke kita lanjut !!!
mantapku meyakinkan .
Aku putuskan untuk
langsung menuju PWT. Mobil menepi dan meninggalkanku sendirian di pintu keluar
terminal Tegal.
“ Hati – hati ya mb,
sampai ketemu lagi “ kata perpisahan terakhir .
Kuangkat ransel
mantap ke pundak dan mengawasi keadaan sekitar.
“ Maaf Pak, bus yang
ke Purwokerto, jam segini masih ada ga ya ?” Tanya ku pada seorang bapak tua di
sekitar terminal.
“ Masih mb, tunggu di
sini aja “
Selang 10 menit
keluarlah sebuah perawakan micro bus dari terminal, PO SAHABAT yang bertuliskan
Tegal – Purwokerto di kaca depan atas.
“ Purwokerto ya mas?
“
“ Iya . “
“ Nanti terakhir di
terminal Purwokerto ga?”
“Iya”
Woow, aku pikir
tadinya akan sedikit horor naik bis malam-malam seperti ini. Tapi ternyata
penumpang cukuplah rame dan ternyata mereka semua rata-rata juga korban
kemacetan mudik seperti aku.
8.57 pm. Setelah menyerahkan ongkos 75.000 rupiah kepada
kenek bis AC ini, perlahan bis meninggalkan terminal.
“ Pak, nanti ini
kira-kira kita sampe jam berapa ya di terminal Purwokerto? “ Tanyaku
menghentikan langkah sang kernet untuk menuju ke
penumpang berikutnya.
“ Normal sih 3,5 jam
, tapi ini ga tau “ Jawab dia santai .
Oooo … aku berusaha
tenang mendengar jawaban tersebut. Mencoba menghibur diri, menikmati senyaman
mungkin sisa-sisa tenaga.
1 jam Tegal –
Purwokerto …………… tidur
1 jam berikutnya
………………… kantuk mulai tak bisa di andalkan
3 jam berlalu ……….. mulai
mandat
2.00 am ……………. “mau
masuk Prupuk mb” jawab bapak di kursi kiri sebelahku .
6 jam berlalu …………….
Pantauan situasi dan reportase langsung aku sampaikan pada teman yang sudah
menunggu di Terminal Purwokerto mengandalkan sisa-sisa batrai HP .
3.39 am . Memasuki Terminal Purwokerto .
Tegal – Purwokerto :
7 jam dari waktu normal 3.5 jam ............... ckckckckkck
Selamat pagi
Purwokerto …………………… Tarik napas lega aku hembuskan lepas.
31 jam yang berarti . !!!! 24 Jam
Jakarta – Tegal + 7 jam Tegal - Purwokerto
Perjuangan mencapaimu
sangat bermakna. Kelelahan ini mengapus keringatku setelah bertemu dengan
seorang teman lama yang sudah menungguku di terminal Bulupitu.
Ya ...... dari sinilah perjalanan panjang itu akan dimulai. Dari desa ke
kota berikutnya, dari satu provinsi ke provinsi lainnya, dari suatu ranah ke
ranah Indonesia yang indah lainnya. Berawal dari janji
dengan seorang teman 2 tahun lalu untuk menginjakkan kaki di kampung
halamannya. Sekarang janji itu dapat tertepati. Seorang
teman yang sudah menjadi bagian diriku ketika kami bertemu di tanah perantauan Jakarta
beberapa tahun silam. Akhirnya janji itu terealisasikan juga di July – Lebaran
2014 tahun ini .
Berlanjut disini
Berlanjut disini
Menikmati sore hari pertama di UMP |
0 Comments