Kisah perjalanan “Long
Trip Lebaran 2014” (24 Juli–5 Agustus 2014):
Jakarta-Purwokerto-Wonosobo-Dieng-Jogja-Probolinggo-Bromo-Rakum-Malang-Bandung-Jakarta
Suasana St. Lempuyangan di pagi hari |
Purwokerto
... done !!!
Baturraden
... done !!!
Wonosobo-Dieng
... done !!!
Candi
Prambanan ... done !!!
Nak
berlanjut ke ranah berikutnya , Probolinggo-Bromo .
Apiknya
Malioboro malam ini kembali membuai hati dalam irama senandung kebersamaan
bersama kawan-kawan seperjalanan. Lelah hari ini seharian di Prambanan kami
rehatkan sejenak di kawasan icon Jogjakarta ini. Bertemu dengan salah
satu teman, kemudian melanjutkan nongkrong
bareng menikmati Wedang Ronde. Pertemuan singkat tapi bermakna.
Malioboro
masih setia menemani setiap pengunjung yang menghampirinya. Baik tua maupun muda,
keluarga ataupun kumpulan komunitas tampak asyik
bercengkrama memenuhi setiap sudut dan
sepanjang Monumen Serangan umum 1 Maret 1949.
Aku dan
teman-teman memutuskan tidak terlalu berlama-lama di kawasan 0 kilometer ini.
Kami harus segera kembali ke Wirobrajan. Kepak ransel dan harus menstabilkan stamina
untuk perjalanan esok hari. Pagi sekali aku sudah harus berada di stasiun
Lempuyangan. Menunggu Sri Tanjung keberangkatan jam 07.30 Lempuyangan-Probolinggo.
----
Malam ini,
malam terakhirku (lagi) di Kota Budaya ini. Kilat ..... tapi banyak kisah
kembali tertoreh disini. Benar kata Ungu ... “Pulang ke
kota mu ada setangkup haru dalam rindu … terhanyut akan nostalgia. “
“tunggu aku,
aku pasti pulang (kembali ke Jogja)” J
Sesampai di
penginapan, segala administrasi aku tuntaskan segera karena esok pagi keberangkatan ke Lempuyangan sangat dini setelah menunaikan sholat shubuh. Taxi 0274-373737 pun sudah berhasil aku booking tepat jam 00.11 setelah sebelumnya hampir menyerah karena
dihubungi beberapa kali tiada jawaban. “Mungkin sudah larut malam” pikirku. Aku hanya punya waktu 3 jam untuk memeramkan
mata malam ini. Entah kenapa, dengan berpacu dalam waktu disetiap moment traveling tidak membuat tubuhku
“rebah”. Mungkin ….. aku hanya selalu berusaha menikmati setiap detik waktuku
saat-saat menjelajah alam dimana pun itu yang penting senyum, ikhlas dan semangat
dengan sendirinya perjalanan akan dapat dinikmati sebahagia mungkin walau
terkadang tidur kurang, makanpun jarang, selonjoran dimanapun yang penting
senang. heee hee
----
Selamat pagi Jogja,, sampai bertemu lagi kita
.
Taxi pagi ini on time mengantarkan aku bersama teman-teman pelan melangkah meninggalkan
kota penuh kenangan . Jalanan masih tampak sepi, lancar jaya. Roda empat yang
kami tumpangi membelah jalanan Jogja pagi ini tanpa kendala berarti.
Stasiun Lempuyangan masih tampak sepi.
Rutinitas harian pun belum terlalu menjamah ke lingkungan stasiun. Hanya
beberapa kedai makanan kecil yang baru memulai aktivitas mereka. Disini
perpisahan ku dengan salah seorang teman. Dia kembali ke Kota Semarang
sedangkan aku dan Ana beranjak melangkah ke Probolinggo.
KA Sri Tanjung Lempuyangan-Gubeng-Jember-Banyuwangi PP |
Ini adalah kali pertama aku menggunakan
ticket kereta dengan automatic system
print (hanya dengan memasukkan nomor kode booking). Tahun lalu saat aku
traveling ke tanah lain di Pulau Jawa (Karimun Jawa) system print ticket masih
secara manual dengan bantuan staff / petugas KAI. Tapi sekarang, semakin
canggih dan berkembangnya ide-ide brilliant
dari para penggagas dan pengembang transportasi massal ini semakin juga
memberikan kemudahan bagi para pelanggan setianya. I love KAI … Perkembangannya
sangat berasa bagi diriku. Dari ekonomi without
air conditioner sampai sekarang itu ditiadakan dengan kata lain apapun jenis
KAI pelayanan tetap dengan pendingin ruangan. … So cool … Mengingat tahun 2012 ketika aku
masih dapat merasakan was-wasnya perjalanan menuju Jogja dengan menggunakan
kereta ekonomi tanpa AC dan pengamanan yang kurang. Tidak bisa tidur dan tenang
karena harus selalu waspada dengan ransel bawaan walaupun itu hanya berisi
pakaian-pakaian traveling. Haa haa mengingatnya membuatku menjadi bangga.
Setidaknya aku pernah menjadi saksi perjalanan transportasi ‘borongan’ ini. Tidak
hanya itu, harga untuk satu kali perjalanan pun sangat bersahabat dengan
kantong. Dan juga external channel
yang disediakan sangat membantu dalam proses pemesanan tiket tanpa harus datang
langsung ke stasiun. Hemat waktu, efektif dan efisien. Jaya selalu KAI ku .
Bantu Indonesia mensejahterakan rakyatnya dan bantu kami para traveler untuk bisa
selalu menjajah negri ini menggunakan jasamu .
----
Sampai jumpa lagi kota istimewa ǀǀ Lanjut ke
ranah lainnya ǀǀ August 1st 2014, 7.22 am ǀǀ Lempuyangan – Probolinggo ǀǀ Sri
tanjung . Bismillah
Stamina sudah diisi kembali dengan sarapan
nasi + telur ceplok + sayur di area stasiun. Seat kereta pun masih sepi penumpang dan ini lah saatnya aku
kembali merajut mimpi dan melanjutkan tidur yang masih belum tertepati tadi
malam. Dan selanjutnya aku menikmati tiap-tiap alur waktu perjalanan kereta
dari satu stasiun ke stasiun berikutnya . Jawa Barat – Jawa Tengah dan jawa
Timur . Tunggu aku .
----
13.35 … Memasuki Stasiun Wonokromo. Kereta
berlanjut ke Stasiun Surabaya Gubeng. Nah disinilah aku dan Ana sempat kompak
terbelalak kaget beberapa saat, karena setelah dari Gubeng kereta bukannya
malah melanjutkan perjalanan lurus tapi kembali ke belakang (mundur). Sontak
kami berdua saling berpandangan dan bertanya-tanya .
“ Lho, kok balik lagi? Kenapa ini? Bisa-bisa
kita malam nih sampe Probolinggo kalo ada trouble
kaya gini ” Gerutu mulutku tanpa henti.
Tapi ternyata … memang begitulah jalurnya .
Setelah Gubeng kereta seolah kembali mundur (ganti rel) karena untuk berikutnya
menuju Sidoardjo. Haa haa sungguh lucu dengan ketidaktahuan kami. Tapi benar
kata pepatah “ kegagalan adalah kunci keberhasilan “ kami gagal menafsirkan
jalur kereta ini tapi kami berhasil dapat mengetahui seluk-beluk rute KAI Jawa
Timur . Great knowledge .
Ada satu hal lagi yang menarik perhatianku ketika
akan menuju Stasiun Sidoardjo. Lumpur Lapindo. Dipenghujung tahun 2011 actually
I have ever been here, but bukan dalam rangka traveling
melainkan dalam tugas kantor. Tapi 2 tahun berlalu perubahanpun terjadi, kali
ini pusat semburan lumpur yang dilewati dijadikan sebagai objek wisata. Ya ..
sebuah spanduk putih bertuliskan WELCOME DI PUSAT SEMBURAN LUMPUR LAPINDO akan didapati disebelah kiri jalur kereta.
Spontan aku melirik sesaat dan kembali teringat akan nasib warga di sekitar
kawasan semburan. Eits … aku tidak akan menyoroti ‘kasus’ ini lebih dalam.
Cukup tahulah kita semua. Tapi yang menjadi perhatian utamaku adalah beberapa
rumah penduduk disekitar semburan lumpur banyak yang sudah kosong bahkan lapuk
dimakan waktu. Tentu saja rumah-rumah tersebut adalah rumah warga korban
semburan lumpur yang ditinggalkan demi keselamatan mereka semua. Perkampunagn
yang menjadi sepi tiada berpenghuni.
Poto diambil dari camera handphone
|
Alhamdulillah ǀǀ4.17 pm Hello Probolinggo ǀǀ Hai yang disana ; Bromo-Rakum-Manda-Coban dan sanak lainnya,, wait me there
yak ;) ;)
Begitulah
bunyi stastus terbaru update social mediaku Blackberry. Dalam traveling kali
ini aku selalu berganti informasi keberadaan. Dulunya aku termasuk orang yang
tidak terlalu sesumbar memberitahu perjalanan blusukanku. Aku lebih suka
mengindahkan gadget dan fokus pada plesiran. Tapi hal itu berbalik 360° setelah
aku menonton film 127 hours . Tontonan petualangan yang dibintangi oleh James
Franco ini berhasil membuatku putar arah. Kehilangan jejak di alam
tanpa seorangpun yang mengetahui. Tentunya itu sangat-sangat tidak aku
inginkan. Menurutku, seorang petualang haruslah selalu ingat akan sanak saudara
dan orang-orang yang ‘ditinggalkan’. Berjalanlah sejauh mungkin, tapi ingatlah untuk selalu kembali pulang (pulang kepada keluarga) !!!
Setidaknya walaupun
hanya melalui personal message (PM) Blackberry messanger, jika terjadi apa-apa
diperjalanan semoga
semua dapat terantisipasi dan teratasi dengan segera. Walaupun begitu aku
selalu berdo’a dan memulai setiap langkah dengan bismillah , baik itu perjalanan solo backpacking maupun bersama
teman-teman semoga kemudahan selalu mengiringiku mengembara dunia.
Update
status sore itu menarik perhatian salah seorang teman backpacker Probolinggo.
Dia bernama Mas Arif. Sebelumnya aku sudah menghubungi dia untuk bertanya
berbagai informasi tentang Bromo. Tapi setelah 2 orang teman dari Surabaya
bersedia menemani aku dan Ana untuk explore Bromo, sekilas dia terlupakan.
“ Dimana
mbak? Jadi naik apa? “ BBM dia sore itu
.
Sontak
percakapan pun berlanjut. Sembari menunggu 2 orang teman dari Surabaya, Mas Arif dan saudaranya menghampiri kami di warung bakso sebelah kiri
Stasiun Probolinggo.
Poto : koleksi pribadi
|
Stasiun yang
dibangun dipenghujung abad 19 ini menghubungkan antara Stasiun Banyuwangi Baru
dengan Surabaya Gubeng. Terletak di Jl. KH. Mas Mansyur No. 26, Mayangan
Probolinggo -Jawa Timur stasiun milik PT Kereta Api (Persero) Daop IX Jember ini melayani
kereta bisnis-eksekutif maupun ekonomi. Stasiun ini juga merupakan akses
satu-satunya dan termudah menuju Gunung Bromo terutama untuk para backpacker
dikarenakan akses kendaraan umum ke Cemoro Lawang lebih gampang dari stasiun
ini dibandingkan dari stasiun Malang. Jika hendak langsung menuju Cemoro
Lawang, dari Stasiun Probolinggo terlebih dahulu ke Terminal Bayuangga, dari
terminal ini dilanjut dengan Mobil Isuzu Bison (elf) menuju Cemoro Lawang. Tapi
dari beberapa informasi yang saya peroleh, transportasi tersebut cukup lama ngetem bahkan menunggu penuh penumpang
terlebih dahulu baru berangkat. Dan juga perlu diingat, ‘calo-calo’ juga
terdapat di stasiun ini yang akan menawari transportasi menuju Bromo. Keluar
dari stasiun dengan tampang ‘kacau’ dan ransel dipunggung pasti akan dikerumuni
oleh para penjual jasa ini. Tapi jika tujuan sudah pasti dan tahu strategi
cukup jawab dengan baik dan sopan tanpa mengacuhkan mereka. Ingat … kita adalah
seorang pendatang. Pendatang sama dengan tamu, dan seorang tamu wajib hukumnya
berlaku sopan ‘dirumah orang’ .
“ Ngih Pak .. makasih .. saya dijemput sama
teman “ jawabku setiap kali ditanya atau ditawari.
----
Menjelang gelap Liena dan temannya dari
Surabaya belum jua datang. Mereka masih dalam perjalanan dan siang tadi kendala
dengan perlengkapan pendakian.
Rencana awal
kami adalah bertemu sore hari di Stasiun Probolinggo kemudian melanjutkan
perjalanan dengan motor ke Bromo dan nge-camp di Pananjakan II. Tapi magrib
sudah menjelang, Liena pun belum ada kabar dia sudah berada dimana. Mulailah
aku harap-harap cemas , di satu sisi aku takut dia ada masalah diperjalanan dan
disisi lain shuodzon ku berkata
“jangan-jangan dia batal ikut” . Duh,,, bagaimana ini? Dua penginapan di Cemoro
Lawang yang sudah aku keep nama sudah
aku batalkan didetik-detik sholat magrib. Keputusan untuk nge-camp adalah ide
bagus karena jika di penginapan paginya harus mesti mencari sewa jeep dan
lain-lain karena kami hanya 4 orang (jika Liena dan temannya jadi).
Tapi …
syukurlah . Selepas magrib kekhawatiranku cair . Akhirnya kami dipertemukan
kembali di Masjid Raudatul Jannah – Alun Alun Probolinggo setelah satu tahun
tiada bersua. Ya .. Liena juga merupakan teman traveling yang aku temui tahun
lalu ketika berada di Semarang. Mengetahui dia berasal dari Surabaya, dengan
celetuk guyonan tapi serius aku berkata
“ Kapan –
kapan kalau aku ke Bromo, temenin ya
Lien “
Yeah ..
ucapan itu sebahagian dari do’a . Dan do’a itu terwujud satu tahun setelahnya .
Itulah kuasa Tuhan. Terkadang sebuah do’a itu butuh sebuah penantian untuk
mewujudkannya . I believe it .
----
Ada
perubahan strategi !!!
“ Kita
naiknya jam 1 aja “ ucap Mas Imron teman Liena.
“ Yakin ?
Jam 1 pagi ? “ balik aku bertanya memastikan.
“ Ya, jadi
kita ga usah nenda di atas “
Bagi aku
pribadi apapun rencananya, aku pasti
akan setuju selagi semuanya aman dan sudah dengan keputusan yang
dipertimbangkan. Tetapi,, ketika memutuskan untuk ke Bromo dini hari dengan
medan yang belum diketahui. Aku sedikit sangsi. Apalagi Aku sama sekali tidak
bisa membawa motor dan hanya bisa menjadi penumpang manis dibelakang kemudi
Liena. Sedangkan Ana, dia belum berani mengambil resiko terhadap jalur baru nantinya.
Tapi Liena dan Mas Imron memastikan mantap. Everything will be ok.
“ Udah rame
juga kok mba jam segitu yang naik “ tambah Mas Arif meyakinkan.
Diskusi alot
kami berlangsung malam itu dengan cengkrama ringan di salah satu café di Jl.
Dokter Saleh – Probolinggo. Terletak di depan Rumah Sakit Bersalin Amanah, Café
Barista menjadi tempat tongkrongan kami malam ini. Kembali berkumpul dengan
teman-teman baru, berbagi cerita dan bertegur sapa. Hobby telah mempersatukan
kami. Dengan a cup of cappuccino coffee dan
angin malam Probolinggo yang menyapa kembali membuatku bersyukur. Sejauh ini
semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja. Bahkan malam ini aku sudah sedikit
mengenal ‘gelapnya’ kota yang terletak sekitar 100km tenggara dari Kota Surabaya ini. Mengelilingi
kota mencari jasa poto copy dan toko sepatu demi kelengkapan yang akan kami butuhkan untuk
perjalanan berikutnya. Canda ria itu berlangsung santai sebelum kami
benar-benar dapat selonjoran di rumah
Mas Arif berkat kebaikannya menampung kami berempat untuk sesaat merebahkan
diri dan menunggu jarum jam angka 1 .
Hmmm, terkadang disetiap perjalanan selalu ada
hal-hal yang tak terduga akan kita temui. Mengenal ranah baru dan pastinya akan
bertemu jua dengan orang-orang baru. Setiap langkah kebaikan, pastinya akan
dipertemukan dengan hal-hal baik juga. Aku masih pemegang nomor 1 ‘mantra’ itu
. Yang membuatku semakin bergairah untuk menjelajahi alam semesta.
Berlanjut disini
Berlanjut disini
Kawasan Taman Nasional Gunung Bromo
|